Malika sedang duduk-duduk di balkon penthouse sambil menonton drama Korea ketika Ralind menghampirinya.
"Lika." Sapaan Ralind mendongakkan wajah mungil gadis itu. "Bisa kita ngomong?"
"Ngomong apa? Soal Jaya?" Malika menebak sambil menekan pause di layar ipad. Raut wajahnya yang semula santai berubah malas.
Tebakan itu membuat Ralind mengangguk. Masih berdiri di hadapan adiknya. "Boleh?"
Malika menghela napas berat. "Mau bahas soal apa lagi, sih? Nggak ada yang perlu dibahas lagi. Udah jelas semua."
"Belum." Ralind menggeleng. Tatapan gadis berwatak keras itu terhujam tajam. "Kita perlu bicara sampai tuntas biar nggak ada lagi ganjalan. Aku nggak mau kamu benci."
"Aku nggak benci Kakak." Malika menyanggah ucapan Ralind. "Itu hak Kakak untuk dicintai sama Jaya. That's none of my bussiness."
"Tapi kamu sakit hati." Ralind mendudukkan diri di kursi sebelah adiknya meskipun belum dipersilakan. "Buktinya kamu nyuekin aku selama ini."
Sudah tiga minggu mereka tidak saling bicara karena Malika selalu menghindar ketika bertemu. Itu menyebalkan dan sangat mengganjal di hati Ralind.
Meskipun anak manja ini sering bersikap menjengkelkan seperti meminjam barang-barangnya tanpa pernah dikembalikan, mengajak ke restoran super mahal dan dia yang harus membayar bill-nya, membangunkan tidurnya tengah malam hanya untuk menonton video-video lucu di internet, dan masih banyak lagi sifat konyol Malika yang selalu menganggunya, namun Ralind menyayanginya. Dia lebih rela diganggu lagi seperti itu daripada didiamkan terus-menerus seperti akhir-akhir ini.
"Sakit hati apa nggak, itu urusanku. Bukan urusan Kakak." Malika memalingkan muka setelah meletakkan ipad di meja kayu. Dia enggan melihat wajah kakaknya.
"Urusanku juga, dong." Ralind menepuk dadanya yang masih dibalut piyama lengan panjang. "Aku ini Kakakmu. Segimanapun kamu benci aku, kita tetap saudara. Nggak bisa kamu menghindariku seumur hidup."
"Udah dibilang aku nggak benci Kakak!" Malika kembali menoleh, membentak jengkel. "Minggir!"
Ralind didorong tubuhnya hingga hampir jatuh. Malika menghentakkan kaki menuju kamar.
"Lika!" Meskipun sudah diperlakukan kasar, Ralind tidak menyerah, mengikuti gadis kolokan itu sebelum pintu kamar ditutup dan dikunci dari dalam.
Humaira menatap khawatir kedua putrinya yang sedang bertengkar. Dia hendak melerai namun dilarang oleh Liand. "Biar mereka selesaikan sendiri dulu. Jangan ikut campur. Mereka sudah dewasa, beri kesempatan untuk mengatasi masalah sendiri."
Berat hati Humaira mematuhi ucapan suaminya. Dia mencoba menempatkan diri. Saat ada masalah dengan Liand, dia tidak ingin para orangtua ikut campur. Sebisa mungkin mereka selesaikan sendiri. Sekarang ketika dua putrinya berkonflik, dia harus menahan diri untuk tidak ikut campur.
"Keluar!" Malika mendorong tubuh Ralind yang baru saja memasuki kamar sebelum pintunya sempat ditutup. "Aku nggak mau diganggu, keluar!"
"Ini udah tiga minggu kamu menghindar, Lika!" Ralind tidak mau kalah, mati-matian menahan tubuh agar tidak terdorong keluar. "Mau sampai kapan kamu diemin aku?!"
"Suka-suka aku mau diemin Kakak sampai kapan!"
"Tapi aku nggak suka!" Ralind membentak tak kalah keras. "Aku nggak suka kamu diemin terus kayak gini!"
Merasa kalah tenaga dengan Ralind yang tubuhnya lebih tinggi dan lebih kuat, Malika berhenti mendorong lalu menghela napas kesal. "Terus, mau Kakak apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled By You
RomancePerbedaan usia 7 tahun tidak membuat Ralind merasa harus menjadi kakak perempuan Jaya. Apalagi pemuda itu adalah anak mantan selingkuhan Daddynya. Tidak sudi! Bagaimana mungkin Ralind membiarkan Jaya menarik hatinya, sementara Malika, sang adik kesa...