Part 4. What's Your Type?

3.4K 650 128
                                    

Ralind urung membuka mulut. Tatapannya beralih pada anak ingusan yang sedang berdiri membeku di ambang pintu ruang kerjanya.

"Aa ... buka mulutnya, Cantik." Adam masih memegang sendok berisi nasi goreng tuna buatan Mama tercinta.

Ralind mengendikkan dagu ke arah Jaya."Kenapa anak itu bengong di depan pintu?"

Adam menoleh ke belakang untuk melihat anak yang dimaksud tunangannya. Ia pikir anak kecil sungguhan, ternyata Jaya. Laki-laki berumur 19 tahun yang dipanggil 'anak' oleh Ralind.

"Hei! Ada apa?" Ralind bertanya tanpa mau repot-repot berdiri menyambut anak itu.

Jaya tersadar dari lamunannya, lalu berdeham gugup."Aku ... ada perlu sama kak Ralind. Bisa bicara sebentar?"

Ralind mengerutkan dahi dengan wajah sangat terganggu."Ada perlu apa?"

Jaya menunjukkan buku novel pada Ralind sebagai kode bahwa ini masalah penting.

"Dam, bisa keluar sebentar? Aku perlu bicara sama anak itu." Ralind yang paham kode itu mengusir tunangannya secara terang-terangan.

Adam enggan menuruti permintaan Ralind."Tapi sarapanmu belum habis. Kata Mommy, kamu harus makan teratur biar nggak sakit maag."

Ralind memberi tatapan memohon."Aku udah kenyang, nggak sanggup ngabisin seporsi gitu." Ia menunjuk kotak makan plastik merah produk dari baperware.

Adam menghela napas, memilih untuk mengalah."Baiklah. Sudah masuk 5 sendok, lumayan." Ia mengemasi sendok, menutup kotak makan, lalu memasukkannya ke dalam tas kain bermotif bunga.

Ralind terkadang heran dengan kelakuan ajaib tunangannya yang tidak pernah malu membawa kotak makan dikemas tas bunga-bunga seperti itu. Adam juga tidak sungkan menyuapinya sarapan pagi, dan selalu menuruti semua permintaannya. Adam itu lebih seperti Daddy keduanya, ketimbang sebagai tunangan.

"Oke, Princess. Sampai bertemu nanti. Jaga kesehatanmu, jangan terlalu capek bekerja." Adam memberi wejangan sembari berdiri dari kursi.

Bahkan panggilan kesayangan dan semua kata-kata itu sama persis yang selalu diucapkan Liand padanya. Perlikaku Adam benar-benar fotokopi Daddy-nya.

Ralind sedikit mendongak untuk melihat wajah tunangannya yang setinggi 185 cm."Kamu langsung balik Malang?"

Pria berbusana semi formal, kemeja putih dipadukan celana kain hitam itu mengangguk."Ya. Aku harus bertemu klien 2 jam lagi."

Dalam keadaan sibuk pun, Adam masih menyempatkan datang ke Surabaya hanya untuk menyuapinya sarapan. Hebat. Ralind mengagumi kegigihan Adam."Oke. Hati-hati di jalan."

Diberi ucapan itu, Adam tersenyum senang."Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam." Ralind mengiringi kepergian tunangan beserta body guard-nya hanya dengan tatapan mata.

Sepeninggal Adam, tatapan Ralind berpindah pada Jaya."Kamu bisa duduk di kursi ini, kalau mau." Tangan kanannya menunjuk kursi kosong bekas diduduki Adam.

Jaya masih berdiri di ambang pintu, tidak mau bergeser satu sentipun."Kita bicara di luar. Di cafe jauh lebih aman daripada di ruangan ini."

Kening Ralind berkerut berlapis-lapis. Anak ini memerintahnya keluar dari ruangan ini? How dare him!

"Di sini juga aman, malah jauh lebih tenang daripada di cafe, berisik. Kita nggak bisa fokus ..."

"Kholwat." Jaya memotong ucapan Ralind."Aku nggak mau berkholwat dengan Kak Ralind."

Tangled By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang