Part 17. Families War

396 81 38
                                    

Dalam perjalanan pulang ke apartemen, tidak ada seorangpun membuka suara. Hanya terdengar isak tangis Humaira yang berusaha ditenangkan oleh pelukan Liand.

Sedangkan Ralind duduk diam di sebelah sopir, tidak berusaha meredakan kekecewaan kedua orangtuanya. Hatinya sendiri pun carut-marut. Pikirannya masih tertuju pada penolakan Adam yang tidak pernah dia sangka sebelumnya.

Bagaimana bisa Adam tega membatalkan pernikahan mereka di detik-detik terakhir, malah justru akan menikahi perempuan lain?

Apakah Adam sengaja melakukan itu untuk mempermalukan keluarganya? Jika benar demikian, keterlaluan sekali.

Apa pemuda itu lupa bahwa keluarga besarnya--terutama kakek-kakeknya--sudah banyak berjasa terhadap perkembangan bisnis papanya? Seharusnya Adam tidak membalas kebaikan itu dengan penghinaan serendah ini.

Ralind mengepalkan tangan rapat-rapat, tidak terima ditolak oleh pemuda sialan itu.

*****

"Puas kamu, Lind?" Humaira bertanya dengan suara gemetaran setelah memasuki penthouse. "Puas bikin malu keluarga kita?"

Ralind menatap ibunya sedih. "Bukan aku yang membatalkan pernikahan kami, Mom."

"Tapi penyebabnya kamu!" Humaira berteriak tidak terima.

"Sayang, udah." Liand berusaha meredam amarah istrinya. Beruntung Roland dan Malika tidak dijemput dari Permata Jingga, sehingga tidak harus mendengar pertengkaran ini. "Tenang dulu. Kita bicarakan baik-baik."

"Tenang gimana?" Humaira ganti menatap suaminya tidak terima. "Gimana bisa tenang kalau Adam batal menikahi putri kita?" Tangannya menepuk dada berkali-kali. "Malu, Liand! Aku malu!"

Liand mengangguk paham, menuntun istrinya duduk di sofa agar amarahnya sedikit reda. "Marah nggak akan menyelesaikan masalah. Kita cari solusinya bersama."

"Apa solusinya?" Humaira menuntut jawaban setelah duduk di sofa.

Tatapan Liand beralih pada putrinya yang duduk di sofa personal. "Lind, apa kamu nggak bisa membujuk Adam dengan meminta maaf dan mau melakukan apa saja yang Adam minta?"

Mendengar pertanyaan itu, Ralind sontak mendengkus sinis. Menuruti semua permintaan Adam? Yang benar saja!

Justru seharusnya pemuda itu yang bertekuk lutut di hadapannya untuk minta maaf karena telah berani membatalkan pernikahan mereka. Kalau perlu, sujud!

"Lind ..." Melihat raut wajah putrinya berubah sinis, Liand tahu, Ralind tidak akan pernah sudi menurunkan egonya untuk Adam. "Apa kamu nggak mau melakukannya?"

"Kenapa harus aku yang minta maaf, Dad? Bukan aku yang menggagalkan rencana pernikahan kami, tapi dia. Harusnya dia yang minta maaf, bukan aku."

"Astaghfirullah ...." Mendengar jawaban itu, Humaira putus asa.

Sedangkan Liand memijat batang hidungnya yang sejak tadi dirambati rasa nyeri hingga tembus kepala. Penolakan Adam dan sikap angkuh putrinya membuat kepalanya diserang pening mendadak.

"Turunkan egomu, Nak." Liand berusaha mengetuk hati nurani putrinya dengan nasihat lembut. "Tidak semua kesalahan orang lain kita hadapi dengan keras kepala, apalagi ini menyangkut harga diri keluarga."

Tangled By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang