Bab 1

3.8K 116 15
                                    

MENGEJAR MATAHARI


BAB 1

2005

Sebut saja namaku TJ. Cowok 16 tahun. Kelas 1 disebuah SMA swasta di Jakarta. Tinggi 173 cm, kulit agak kuning langsat, rambut lurus dan profil wajah yang tidak begitu menarik perhatian. Aku bukan cowok yang bisa membuat cewek terpaku sehingga dia tak mampu memalingkan muka dariku. Aku benar-benar cowok biasa. Hanya saja.........

"Eh,cowok itu kok jalannya agak. . .. Ih,jangan-jangan ban. . ."

Selentingan itu datang dari 2 orang cewek SMP yang berpapasan dariku. Entah sengaja atau tidak, kalimat mereka terdengar begitu jelas. Aku tak acuh dan terus melangkah. Masih sekitar 300 meter lagi jarak yang aku tempuh untuk tiba di sekolah.

Selentingan seperti itu telah cukup sering kudengar. Mungkin lebih sering lagi saat aku SMP. Jalanku yang katanya terkesan sedikit melambai, wajah dan perawakanku yang kalem, bajuku yang terlalu rapi untuk ukuran anak cowok, membuat aku menyandang sebutan 'Banci'.

Sialan!!

Sepanjang pengetahuanku, sebutan itu hanya ditujukan pada laki-laki yang berpakaian wanita dengan bra tersumpal busa, make up tebal, serta wig panjang.

Aku bukan mereka!

Aku suka merawat wajahku.Tapi seumur-umur, aku belum pernah pake yang namanya lipstik, blush on atau eye shadow. Aku juga suka melihat baju-baju rancangan designer atau bentuk-bentuk lingerie cewek yang di iklankan di majalah dan tv.Tapi kalau aku disuruh memakainya,. . . idih!!

Amit-amit!!

Demi Tuhan! Aku tidak dengan sengaja berpura-pura atau berlagak begini. Tapi inilah aku! Aku tidak merasa aneh dengan cara jalanku. Aku juga merasa nyaman dengan cara bicaraku yang santun. Aku juga suka dengan caraku berpakaian yang rapi, dibandingkan teman-teman cowokku yang bajunya semrawut, dan kemeja yang keluar gak jelas kemana dari celananya. Dan aku juga lebih suka bermain di rumah daripada harus main sepak bola atau layangan yang harus berpanas-panas ria.

Aku suka semua itu.

Tapi siapa peduli?! Mau ngotot juga tak ada gunanya. Jelas apa yang kusuka lebih condong ke arah feminim daripada maskulin. Karena itu, predikat banci disandangkan padaku.

Sudah lama aku membiasakan diri menulikan telinga kalau ada orang yang menyebutku begitu. Aku kan gak harus dekat dengan mereka. Aku akrabin aja mereka yang mau menerima aku apa adanya. Dan bisa ditebak, sebagian besar dari mereka adalah cewek.

Mau apa lagi? Terserah deh orang mau bilang apa!Aku nyaman dengan diriku. Aku jalani hidupku seperti apa adanya. Aku sudah tenang dan baik-baik saja.

Tapi.......................tidak akhir-akhir ini.

Ketenangan yang kurasakan mulai terusik. Aku tak tahu kapan persisnya.

"TJ!!"

Aku kenal suara itu! Aku terus melangkah memasuki gerbang sekolah tanpa menoleh sedikitpun.

"RESE!!" Wina berseru kesel seraya menepuk bahuku keras, membuatku meringis," Sok seleb lo! Dipanggil aja gak mau berhenti!" omelnya judes.

"Gua heran! Lo cewe tapi kok ga ada manis-manisnya sih Win? Gimana bisa laku?!" gerundengku, masih mengelus bahuku yang tadi ditaboknya. Sumpah sakit! Aku curiga, kerjaan sampingan nih anak nabuh gendang kali ya? Tabokannya mantep banget!

"Suruh siapa sok gitu. Belom juga jadi artis, udah gak mau noleh dipanggil orang."

Aku mendengus dan kembali melangkah,"Gua males!" komentarku singkat.

THE MEMOIRS (a gay chronicle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang