Bab 14

160 19 3
                                    

Dan hari itupun tiba.

Wina dan lainnya yang juga aku undang kerumah dalam acara makan-makan hari ini, sedikit bingung. Sepanjang pengetahuan mereka, tidak ada hari spesial pada kalenderku di bulan November. Bunda sendiri sudah kuberi bisikan untuk merahasiakan hajatan kali ini. Beliau dengan senang hati memasakkan tumpeng dan masakan-masakan lain untuk ulang tahun Soni. Apalagi dua minggu sebelumnya Bunda mendapatkan sepasang sepatu yang dibelikan oleh Soni sepulangnya kami dari perkebunan.

Pembelian sepatu itu sendiri sempat diwarnai aksi protesku. Gimana enggak, Soni membeli sepatu itu disebuah gerai khusus yang merupakan cabang dari toko Christie London yang emang spesial dalam pembuat sepatu. Sepatu kerja yang dibeli Soni atas rekomendasi pelayan toko itu berharga ratusan dolar. RATUSAN DOLLAR !!!! Bukan rupiah.

Tapi Soni santai aja malah bilang untuk merahasiakan hal itu kalau Bundaber tanya.

"Bilang saja beli ditoko sepatu Bandung yang murah," katanya waktu itu. Protesku dia anggap kentut yang lewat. Karena itu aku ingin sedikit mengejutkannya dengan acara makan bersama hari ini. Bunda sangat antusias membantuku, apalagi aku bilang kalo semua biaya aku yang tanggung.

Jam lima sore Wina dan yang lain datang dengan keributan yang seperti biasanya.

"Bunda ada acara apaan sih ?" tanya Wina penasaran. Begitu datang dia langsung nyelonong ke dapur. Nodong Bunda yang sedang menyelesaikan masakannya.

"Iya nih Bun ! TJ main sok rahasia-rahasiaan," timpal Rika.

Bunda tersenyum geli, "Pokoknya acara spesial. Kalian pasti senang."

"Kasih tau dong Buuun," rengek Emmy dan Enny hampir bebarengan.

"Lho kalo bunda kasih tahu, gak bakal jadi surprise dong? Kasian TJ. Padahal dia udah ngabisin uang celengannya buat acara ini."

Wina dan yang pertama kali bengong langsung ngakak setelah sadar, "Jadi celengan panda jelek itu udah dipecahin? Batal dong beli hape kamera?"

Aku yang masuk ke dapur sesaat kemudian cuma tersenyum kalem. Lalu dengan perlahan aku keluarkan hape yang Soni belikan kemaren. Aku pencet satu-satunya nomor yang ada disana, yaitu nomor Soni dengan sedikit bergaya. Aku melangkah pergi kekamar meninggalkan Wina dan lainnya yang bengong melihatku dengan mulut terbuka kaget.

Begitu pintu kamar tertutup aku mendengar Wina dan yang lainnya memekik kaget . Aku tertawa kecil mendengarnya.

"Hello???"

Suara Soni diseberang mengalihkan perhatianku, "Hei udah dimana sekarang ?" tanyaku

"Aku di perkebunan. Ada panggilan mendadak dari pihak pengelola. Ada apa?!" tanya Soni lagi, dia terdengar sedang membenahi kertas-kertas. Aku bisa mendengar suara gemeriksiknya yang menjadi suara latar.

Untuk sesaat aku merasa ada seember air es yang mengguyurku.

"Kau diperkebunan? Jadi kamu gak bisa datang ?" tanyaku agak tersendat karena kaget.

"Datang ?" Soni berkata dengan nada heran. Dia diam sejenak seakan sedang berpikir, " Ya Tuhan ! TJ, Aku Lupa! I'm Sorry!" serunya setelah ingat

Meski Soni terdengar benar-benar lupa, hal itu tak membuatku merasa lebih baik. Dengan semua yang sudah aku persiapkan untuknya, jelas ada kekecewaan yang kurasakan, "Jadi ..... kau tak bisa datang ?" tanyaku dengan nada lemas.

"Jam berapa acaranya dimulai ?"

"Rencananya sih jam 6. Tapi kalo kamu gak datang......"

"Aku akan usahakan. Tapi mungkin aku terlambat 2-3 jam."

THE MEMOIRS (a gay chronicle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang