Bab 18

151 17 2
                                    

Kami tiba di bandara Charles de Gaulle pada jam 8 pagi waktu setempat. Sama seperti keberangkatan, kami turun di jalur khusus. Aku tak tahu bagaimana Soni berurusan dengan birokrasinya. Seingatku, banyak hal yang harus diurus ketika kita berkunjung ke luar negeri. Visa, pemeriksaan di bandara, petugas pabean dan lain-lain. Setidaknya itu yang aku lihat di Tv. Tapi Soni membawaku dengan santai turun dari pesawat menuju sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari sebuah hanggar.

Udara Paris di bulan Desember benar-benar dingin menusuk. Bumi tampak berkilat basah. Aku merapatkan jaket yang Soni pinjamkan kepadaku dan cepat-cepat mengikutinya. Ada seorang pria yang menunggu kami di dekat mobil berwarna hitam itu. Dia membuka pintu untuk Soni, lalu buru-buru kembali masuk ke tempat sopir.

"Mobil siapa?" tanyaku heran.

"Agen. Asistenku yang menyewanya untuk kita," ujar Soni yang menahan pintu untukku. Dia mempersilahkan aku masuk dengan gerakan kepalanya. Aku hanya mendengus dan menurutinya masuk ke mobil.

"Good morning gentlemen. Where should I take you?" tanya sopir itu dengan aksen Perancis-nya yang kental.

"Hôtel de Caeza, s'il vous plait!" kata Soni membuatku bengong.

Dia tadi ngomong pake bahasa Perancis? Gak salah denger kan gue? pikirku takjub. Dia melakukannya dengan santai seolah-olah dia sudah biasa menggunakan bahasa itu.

"Oui monsieur," jawab sopir kami langsung dan segera menjalankan mobil, "Est-ce que c'est la première fois vous visitez Paris?" taya sopir itu lagi.

"Pas pour moi. Mais c'est le premier temps lui arrivé ici."

"Aaaahhh okay. Vous devez montre la belle de Paris."

"Bien Sûr."

"Vous allez aimer cette ambiance. Tout le monde aimer Paris." kata sopir itu dengan mata yang menatap padaku. Aku kembali cuma bengng cengo.

Dia ngomong ma gue? Pikirku bingung.

"Tu as raison!" kata Soni dam tertawa kecil.

"Vous parler bien français, monsieur."

"Merci beaucoup."

Dan kembali aku bengong sebengong-bengongnya, menatap Soni dan sopir itu bergantian. GILA!!!! Soni bahasa Perancisnya ngeces abis! Bahasanya benar-benar bagus dan halus.

"Ada apa?" tanya Soni yang melihatku masih keukeuh bengong dengan mulut nganga gak jelas.

"Kamu..............bisa bahasa Perancis?" tanyaku takjub.

"Lho? Emang kenapa? Aneh?" tanya Soni balik dengan senyum terkulum.

"Eng-engga juga sih," sahutku pelan, "Tadi ngomong apa sama dia?"

"Bukan hal yang penting kok. Dia tadi cuma nanya, apakah ini pertama kalinya kita ke Paris. Aku jawab iya untukmu. Dia juga bilang kalau aku harus menunjukkan keindahan kota ini padamu. Dia bilang semua orang akan suka Paris."

"Terus tadi bilang makasih buat apa? Merci artinya terimakasih kan?"

Soni tersenyum dan mengangguk, "Tadi dia bilang bahasa Perancisku bagus."

"Yeah. And he's right. Aku nggak tahu kalau kamu bisa bahasa Perancis dengan bagus begitu. Bisa ajari aku? Dari dulu aku pengen banget bisa ngomong pake Bahasa Perancis."

"Assurez-vous," jawab Soni dengan senyumnya.

"What?"

"Sure..." jawabnya lagi dan terkekeh pelan.

THE MEMOIRS (a gay chronicle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang