Bab 22

128 17 1
                                    

Sebenarnya mataku sudah terbuka lebih dari 1 jam yang lalu. Tapi aku masih diam berbaring di tempat tidur ini, mencoba mengendapkan pikiranku yang semrawut, mengingat tentang kejadian semalam. Dan rasa-rasanya aku tak ingin bangun selamanya setelah sadar apa yang telah aku lakukan.

Hal pertama yang aku rasakan ketika bangun tadi adalah kepalaku yang sakit luar biasa. Kepalaku terasa begitu berat, berdenyut keras seolah-olah memiliki nyawa sendiri. Dan kemudian, sedikit demi sedikit, alasan kenapa kepalaku terasa begitu menyakitkan, mulai kembali dengan menyakitkan.

Aku ingat kami memasuki kasino yang megah itu. Kami bermain di salah satu permainan yang menggunakan koin-koin itu. Dan............aku menang banyak. Itu bagus!

Tapi..........aku juga minum banyak, yang menjadi penyebab hang over yang aku rasakan sekarang. Dan itu, tidak bagus!

Aku.................lalu ngoceh tidak jelas. Dan kalau aku tidak salah ingat, aku................

AKU MEMINTA SONI UNTUK TELANJANG!!!!

Aku mengerang keras!!

Aku ingat itu! Aku mengatakan padanya kalau dia seksi! Aku juga bilang kalau aku pasti akan mengambil fotonya saat dia telanjang untuk aku pamerkan pada teman-temanku yang lain. Dan dikapal itu.........................AKU BILANG AKU MENCINTAINYA!!!

Lalu...............kenapa aku bisa mengingat ada ciuman disana? Apa aku benar-benar menciumnya?!!!!

YA TUHAN!! APA YANG ADA DI OTAKKU WAKTU ITU?!!!!

Aku juga mengingat kalau kami bercinta semalam. Apakah itu mimpi? Ada ingatan samar tentang ciuman lembutnya di bibirku. Kulumannya yang seakan-akan bisa menarik sukmaku bersamanya. Aku bahkan bisa nyaris merasakan sentuhan kulitnya yang bergesekan dengan milikku. Aku juga mengingat bagaimana aku membelai lembut dadanya. Merasakan sensasi geli saat telapakku bersentuhan dengan bulu-bulu halus dadanya. Aku juga tak bisa menahan diriku untuk mencium dan menelusuri dada itu dengan mulutku. Dan saat aku tak bisa menahan diri lagi, aku gigit dadanya yang menempel diwajahku.

YA TUHAANN!!! Tolong katakan kalau aku tak melakukan semua tindakan bodoh tadi?!! Apa semuanya itu nyata?!! Benar-benar mengerikan!!

Aku berusaha kembali mengingat-ingat serpihan kejadian semalam. Memilah dan berpikir. Mana kejadian nyata dan mana yang cuma mimpi tidak jelas. Setidaknya kejadian di kasino itu aku yakin nyata. Sementara yang lain............aku tak yakin. Tapi ternyata sulit untuk mengingat semua. Aku bahkan tak mampu mengingat bagaimana aku bisa kembali ke kamar ini, atau bagaimana aku bisa mengganti bajuku dengan piyama?!! Aku tak bisa membayangkan kalau Soni yang mengganti bajuku. Aku gak bakalan heran kalau dia tak akan mau bicara denganku lagi. Apakah aku harus mengepak baju untuk pulang ke Indonesia sekarang?

ADUUHH!!! Kepalaku kembali berdenyut sehingga aku kembali tak bisa menahan eranganku. I will not drink again! Never!! Aku menggerutu sendiri, mangkel.

"Hei........! Sudah bangun? Ayo cepat siap-siap. Kita sarapan di bawah saja. hari ini acara kita padat," cerocos Soni yang tiba-tiba muncul. Dia langsung mendekat dan duduk disisi tempat tidur dan mencium keningku sembari mengucapkan selamat pagi.

Aku yang lumayan kaget dengan kemunculannya yang tiba-tiba, hanya mampu diam. apalagi dengan sikapnya yang santai, seolah-olah tak ada yang terjadi.

"Apa?" tanya Soni heran melihatku bengong.

"Gak...............ada?" sahutku pelan dengan nada tanya, bingung.

"Kok bengong. Sakit kepala?" tanyanya lagi.

"Sedikit," jawabku lagi dan kembali berkernyit. Sakit yang tadi terlupakan karena sikap Soni mulai kembali menyerangku.

"Hmmmm.........." Soni tertawa kecil, "Aku pikir juga pasti begitu. Karena itu aku bawakan kopi pahit ini," kata Soni dan mengulurkan sebuah cangkir berasap yang sedari tadi dia pegang, "Minumlah. Itu akan membuatmu merasa lebih baik," sarannya kemudian.

Aku menurut dan mencoba bangkit unruk duduk bersandar dikepala ranjang. Sedikit berkernyit saat kurasakan sensasi pahit di lidahku yang cukup menyengat, "Kau.................tak akan mengatakan sesuatu tentang apa yang terjadi semalam?" tanyaku pelan, sedikit khawatir.

"Soal apa?" tanya Soni ringan, "Soal kamu yang mabuk? Itu kan karena kamu belum terbiasa minum champagne dan anggur. Lagipula, semalam kamu bermain dengan hebat di kasino. You won! Kamu gak ingat?"

Kembali aku sedikit bengong karenanya. Oke! Apakah ini berarti dia tidak menganggap serius apa yang kukatakan semalam? Kalau begitu, aku harus merasa lega kan? Ataukah.................... kecewa? Pikirku heran.

"TJ?"

"Aku menang berapa semalam?" tanyaku sedikit mengambang.

"Dalam euro atau dollar?"

"Aku tak tahu. Euro mungin?"

"Dalam dollar sekitar tigapuluh ribuan. Jadi kalau euro...."

Aku sontantersedak. Kopi yang kuminum tiba-tiba berganti arah ke hidungku hingga membuatku terbatuk hebat. Soni sedikit kaget. Cepat-cepat dia meraih tisuue dan memijat leherku. Aku sendiri segera menjauhkan diriku darinya dna turun dari tempat tidur. Tak memperdulikan lagi denyutan dikepalaku yang kembali terasa.

"Kau bercanda kan?" tanyaku setelah bisa bernapas normal. 30 ribu dollar?!! Dalam kurs sekarang itu artinya lebih dari 300 juta rupiah. Hampir setengah milyar!!!!

"Enggak kok. Malah mungkin lebih sedikit,' sahut Soni ringan.

Untuk sejenak aku diam. aku lalu berpaling menatapnya yang juga memperhatikanku dengan santai, "KAMU SINTING?!!! KENAPA KAMU GAK BILANG BERAPA NILAI DARI KOIN-KOIN ITU?!!!" bentakku keras, jengkel karena keacuhannya, "Bagaimana kalau aku kalah?!!!" aku kembali tak dapat menahan diri untuk mengerang keras. Terlalu ngeri membayangkan berapa jumlah uang Soni yang bisa kuhilangkan semalam.

"Tapi kamu menang kan?"

Aku menggeram mendengar jawaban cueknya. Soni hanya tersenyum geli melihatku, tak peduli dengan kemarahanku. Hingga akhirnya aku sadar bahwa percuma saja kalau aku marah-marah ataupun mencak-mencak didepannya. Itu hanya akan membuatnya tambah senang.

"UGH!!! Lupakan saja! aku tak akan membuatmu senang dengan marah-marah begini. Promise me, jangan pernah bawa aku ke kasino lagi!"

"You don't like it?" tanya Soni heran. Aku menatapnya dongkol sementara dia hanya kembali tersenyum geli, "Well, ok. Apa yang akan kau lakukan dengan uangnya? Shopping? We're in Paris now."

"Huh? What do you mean? That's your money. Not mine."

"Wait! That's not true. Kau memenangkannya. Fair and square."

"Aku memenangkannya dengan uangmu. Lagipula, in case you don't remember, I wouldn't be here in the first place if you didn't take me. Kau sudah banyak menghabiskan uang untukku dan....."

"Stop!" potong Soni, "Kau tahu aku tak suka membicarakan tentang hal itu."

Aku hanya bisa mendesah, "I know. I'm sorry. Tapi untuk kali ini, please.... keep the money. Kalau kau tak melakukannya, aku tak akan pernah merasa tenang," kataku pelan.

Setelah diam beberapa lama, Soni akhirnya mengangkat kedua tangannya. Dia bangkit dari kasur, "Fine. You win, for now. Sekarang bersiaplah. Kita akan pergi keluar Paris."

"Kemana?"

"Versailles."

"Really? Istana Versailles itu?" tanyaku senang.

Soni tersenyum, "Aku tunggu kau di bawah. Aku ingin minum coklat hangat di kafe. And be quick, ok? Aku lapar."

"Don't wo......." kalimatku terputus saat Soni membungkukkan badannya dan mencium keningku, dan kemudian segera pergi.

Lama setelah dia pergi, aku msih memegang kening yang dia cium. Nyaris aku masih bisa merasakan sentuhan bibirnya, harum tubuhnya dan sentuhan kulitnya di wajahku. Apakah hanya perasaanku, ataukah benar bahwa kami jauh lebih dekat sekarang? Lebih intim?

Tuhan! Bagaimana aku bisa melepaskan diri darinya kalau dia terus begini?

THE MEMOIRS (a gay chronicle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang