Baru tiga hari kemudian setelah absen dari sekolah, aku bisa berjalan dengan normal. Meski harus sedikit berkernyit. Wina dan yang lain datang ke rumah pada hari pertaa aku tidak masuk sekolah. Waktu aku ceritakan kenapa aku tidak masuk sekolah, dan kenapa kakiku luka, reaksi pertama mereka adalah....
"BWAHAHAHAHAHAHA............ LO JADI COWOK HUTAN?!!! KYAAHAHAHAAHA......!!!!"
Bantal yang aku gunakan untuk bersandar di sofa, langsung melayang ke muka Wina. Tapi itu tak menghentikan tawanya. Dia masih terus cekakakan sambil memegangi perutnya. Pake acara guling-guling di lantai segala. Sialan!!
Enny dan yang lain juga tak mampu menahan tawanya, meski reaksi merekatidak seekstrim Wina. Setelah mereka bisa menguasai diri, baru aku menjelaska alasannya, meski fakta bahwa Soni adalah anggota klub, masih aku sembunyikan. Dan mereka bisa memahami alasanku masuk ke klub itu.
Dengan masih tertawa kecil, Wina menghampiriku dan berkata, "Kami suka ma lo apa adanya TJ. Jangan berubah karena orang lain yang berpikiran sempit. Tetep jadi TJ yang kita kenal ya?"
Aku hanya bisa tersenyum dan memeluknya, "Thanks, Win."
"Dan....ngomong-ngomong, ada cowok cakepnya gak disana?" tanya Wina centil, dan langsung ngirit sembari ngikik saat aku kembali melempar bantal ke arahnya.
Dan pagi ini, aku kembali masuk sekolah. Meski harus berbekal surat keterangan dokter dan Bunda yang menjelaskan bahwa untuk sementara, aku tak bisa mengikuti program olah raga.
"Pagi, TJ! Baikan?" sapa Wina dengan suara cemprengnya, menyambutku di depan pntu kelas.
"Yaah gitu deh, Win. Beberapa hari ini gue mimpi buruk terus."
"Eh?! Mimpi buruk gimana?"
"Iya. Beberapa hari terakhir ini gue ngimpi ngeliat muka lo dalam skala besar, dengan congor yang tambah dower, ngejar-ngejar gue en nyuruh gue masuk sekolah. Sumpah, gue gak tahan. Karena itu gue masuk sekarang," kataku kalem.
"Hwanjeeezzz!!!" umpat Wina dongkol dan mengikutiku, "Eh, ngomong-ngomong jaket lo keren tuh. Agak kegedean sih."
"Oke kan?" tanyaku sambil berputar meminta pendapatnya. Jaket hitam dari kulit yang aku gunakan ini memang memiliki potongan yang simple, namun toh lembut dan memang terlihat bergaya, "Modlnya cowok banget meski simpel. Keren abis deh!"
"Lagak lo! Merk apaan?" tanya Wina.
"Ga tau.." sergahku dan melepas jaket yang ku pakai untuk melihatnya, "D&G?!"
"Apa?!! Tanya Wina kaget, "Ga mungkin asli, kan?" selorohnya dan segera menyambar jaketku. Untuk beberapa saat dia terdia, "Ini................asli. Bahannya bener-bener dari kulit dan labelnya........made in Italy," gumam Wina dan meneliti label yang tertempel disana.
"Jadi?" tanyaku padanya.
"Ini barang asli. Lo................dikasih ma siapa?" tanya Wina takjub.
"Apaa?"
"Ga mungkin kan lo pergi ke butik D&G yang ada di Itali sono," gerutu Wina lagi membuatku nyengir.
"Ya ga mungkin lah Win. Lagian jaketnya juga bukan punya gue ini. Bentar ya, gue balikin dulu," pamitku dan menyambar jaket itu darinya. Aku lalu melenggang pergi meninggalkan Wina yang menggeram jengkel karena tertipu.
"RESEEE!! Lain kali ga usah deh bergaya di depan gue pake barang pinjeman!!" teriaknya dongkol. Aku Cuma nyengir kuda dan melambaikan tanganku padanya.
Aku menuju kelas IPS 1, kelas Andri. Dan untungnya, aku tak perlu repot-repot untuk masuk ke kelas senior itu atau bertanya pada seseorang, karena Andri tengah berdiri di luar kelas. Dia sedang berbicara dengan Rasti. Dia melihatku yang melangkah mendekat dan melambaikan tangannya dengan senyum lebar.