Pagi itu aku melangkah dengan lesu ke sekolah. Kejadian sabtu kemaren benar-benar membuatku sulit tidur selama dua hari ini. Apalagi kalo mengingat tatapan mata Brino. Aku jadi gelisah, tak tenang. Benakku langsung dipenuhi pikiran-pikiran yang menyeramkan. Tapi semua itu tersingkirkan saat aku hampir sampai di kelas.
Entah kenapa, rasanya depan kelas kok jadi agak lebih rame dari biasanya ya? Banyak anak cewek lalu lalang. Udara jadi semerbak dengan bau berbagai macam parfum yang bikin puyeng. Alisku terangkat karena penuh heran dengan pemandangan yang tak biasa ini.
Di dalam kelas, ku lihat Wina dan yang lain asyik ngerumpi sembari duduk di atas meja.
"Nek, ada apaan sih?" tanyaku keras. Wina cuma melambai dan menyuruhku cepat-cepat mendekat.
"Lihat!" kata Wina singkat dan menunjuk ke arah lapangan parkir di luar. Disana, di dekat lapangan parkir ada segerombolan cewek yang ngumpul dan ngobrol seru.
"Apaan sih? Kok rame banget?" tanyaku penasaran.
"Mereka lagi nunggu seleb yang mo dateng?" jelas Rika dengan senyum simpulnya.
"Seleb?" ulangku bengong, "Emang ada seleb yang mo dateng? Ada event apaan sih? Ada shooting ya?"
"Bawel ih. Diem en liat aja dulu," serobot Enny.
"Eh, tuh dateng!!" seru Wina, membuatku langsung berpaling.
Lho?! Itu kan....
Gerombolan cewek-cewek di luar mulai heboh. Ada yang bersorak, tepuk tangan, sampai mangacung-acungkan poster gede, yang entah tadi mereka letakkan dimana, dengan tulisan KAK SONI, WE LOVE YOU!!!!!!
Aku mendengus keras.
Soni sendiri kelihatan bingung dan kaget ketika dia mencopot helm dan memarkir motornya. Ekspresinya kosong dan kemudian heran. Keningnya langsung berkerut dalam. Dan teriakan-teriakan itu berlanjut dan semakin kenceng. Cewek-cewek itupun mulai beringas dan berebutan mengerumuni Soni. Untuk sejenak, cowok itu cuma diam terperangah. Detik berikutnya, dia cepat-cepat menerobos kerumunan massa yang mengelilinginya sembari melindungi wajahnyadari jepretan kamera. Butuh beberapa waktu bagi Soni untuk bisa lepas dari kerumunan dan berlari ke kelasnya.
Beberapa teman Soni yang sekelas menyambutnya dengan gelak tawa geli. Sebagian temen cowoknya yang tanggapun berusaha membantu, sementara yang lain segera menutup pintu kelas, mencegah kerumunan itu untuk masuk. Mereka hanya mampu membuat keributan di luar. Beberapa cewek keukeuh mencoba mengambil gambar Soni dari luar.
Aku memandang semua keributan itu dengan bengong, tak percaya. GILA!!!! Selebriti aja kalah. Lama-lama aku jadi gondok melihat gerombolan cewek yang masih berteriak heboh itu. Emang gak ada cara lain untuk menarik perhatian orang, selain bergerombol dan berteriak kenceng macam orang kesurupan gitu?
"Mungkin lain kali Kak Soni kudu bawa bodyguard ya?" celetuk Emmy.
Aku mendengus keras mendengar perkataannya, "Emang kurang kerjaan apa? Lo kira Soni itu siapa? Pangeran Inggris? Heran! Ngapain sih pada histeris norak gitu?" gerutuku sewot.
Untuk sejenak, Wina dan yang lain diam dan menatapku takjub.
"Elo ngigo apa sawan sih? Lo lupa, siapa yang dulu pertama kali histeris ngeliat Kak Soni? Elo kan?" tanya Wina.
"Histeris apaan? Biasa aja ih. Lagian, meski mungkin gue histeris, tapi gue kan gak sampe bikin poster dan arak-arakan gitu. Norak!" belaku kesal, "Lihat tuh! Kalap kek orang kesurupan. Ramenya ngalahin presiden yang mo lewat aja. Soni juga rese. Ngapain ngubah penampilan segala gitu. Emang dia pikir sekolah ini apa? Papan catwalk?"
"Eh, lo kok jadi sensi gini sih?" tanya Wina makin heran. Aku sudah membuka mulut hendak protes, namun urung saat bel berdering nyaring.
"Udah bel," gumam Rika, "Eh ya, ada berita bagus. Jam pertama sampe jam empat ntar kosong. Gue denger, guru bahasa Indonesia sakit. Pak Tikno, lagi ke Jakarta pusat buat seminar," lanjutnya girang.