Bab 7

154 19 0
                                    

Siang ini aku kembali pulang bersama Wina dan yang lain. Seperti biasa, kami ngobrol ngalor ngidul tanpa juntrungan. Dari bahas pelajaran sekolah, sampai gosip seleb terbaru yang di muat di majalah remaja. Namun baru saja kami keluar dari gerbang sekolah, sebuah sedan peugeot yang sudah ku kenal berhenti disamping kami. Pintu terbuka dan ku dapati Bi Atun keluar.

"Den..."

Untuk sejenak, aku hanya mampu bengong dengan mulut terbuka tanpa suara. Wina dan yang lain juga tak kalah herannya. Mereka melihat bergantian antara aku dan Bi Atun. Entah apa yang mereka pikirkan.

"Bi Atun? Kenapa Bi?" tanyaku setelah sadar dengan nada khawatir. Aku segera menghampirinya.

"Bisa ikut saya Den?" pintanya pelan.

"Tentu saja," jawabku langsung. Aku berpaling pada Wina dan yang lain. Mereka masih setia pada pose bengong melompong melihat kami berdua, "Girls, sorry ya, gue ada keperluan mendadak. Gua tinggal dulu ok?" pamitku. Dan tanpa menunggu jawaban dari mereka, aku mengikuti Bi Atun masuk ke dalam mobil.

"Maaf Den kalo Bibi ngagetin," ujar Bi Atun saat kami melaju menembus arus lalu lintas.

"Emang kenapa Bi? Soni kenapa? Ga ada yang gawat kan?" berondongku khawatir.

"Gawat sih enggak Den. Cuma....... Den Soni kumat lagi mogok makannya. Dari semalem juga Den Soni gak mau makan. Den Soni Cuma makan pas ada Aden kemarin itu. Sampai sekarang perutnya masih kosong."

Aku menghela nafas lega seklaigus jengkel mendengarnya. Setidaknya Bi Atun tidak menyampaikan kabar buruk, "Soni tau Bibi ke sekolah?"

"Engga Den. Bibi tadi pamit pergi untuk beli sesuatu. Untung aja si Surya tahu dimana sekolah Den Soni. Tadi Bibi udah berencana, kalo gak ketemu Aden di sekolah, Bibi mau langsung ke rumah Aden. Untung saja ketemu," jelas Bi Atun membuatku tersenyum simpul. Cerdik juga dia.

"Eh ya Bi, emang orang tua Soni ada dimana?" tanyaku baru sadar akan hal itu. Kemarin saat berada di rumah Soni, aku memang di buat kagum akan kemewahannya. Meski begitu, aku merasa ada yang kurang. Photo keluarga. Dari semua hiasan yang tersebar di rumh itu, guci, vas, lukisan dan barang-barang lainnya, aku tak melihat satupun foto keluarga. Atau Cuma aku aja yang gak liat? , "Seperti apa mereka?" gumamku lirih, lebih ku tujukan pada diriku sendiri.

Aku lalu berpaling ke Bi Atun, dan segera saja di buat bengong oleh reaksi Bi Atun. Beliau malah diam dengan wajah yang terlihat suram. Jelas ada satu alasan yang membuatnya terbebani dan mencegahnya menjawabku.

"Bi.........................?" panggilku heran.

"Kalo soal itu, mungkin biar Den Soni yang jelasin Den. Bibi gak punya hak. Tapi kalo bisa, tolong jangan pernah bertanya ataupun menyinggung hal yang berhubungan dengan orang tua pada Den Soni. Bila tiba waktunya, Biar Den Soni bercerita dengan sendirinya. Bibi pinta dengan sangat ya Den....?" mohon Bi Atun dengan wajah penuh hara.

Nah lho? Satu lagi teka teki tentang Soni muncul di permukaan.

Aku hanya mengangguk dan tersenyum menenangkan meski benakku terasa penuh akan tanya, "Bibi udah buatin bubur buat Soni?" tanyaku mencoba mengalihkan topik yang mulai terasa berat.

"Sudah Den. Tinggal kasih ke Den Soni aja."

Aku mengacungkan jempol mendengarnya.

Soni yang sedang nonton santai di kamarnya terpaku kaget melihatku yang melangkah masuk dengan membawa nampan makanan. Aku cuek saja melihat reaksinya. Malah memasang senyum lebar.

"Kok masih pake piyama?" tegurku santai dan meletakkan nampan diatas meja perlahan.

Soni yang mulanya berbaring santai bangkit dan duduk. Dia memang masih pakai piyama tidurnya. Rambut pendeknya yang biasa terlihat rapi, tampak sedikit berantakan. Tapi....kenapa dia masih tampak menarik ya? Penampilannya memberi kesan seksi yang biasa kulihat di film-film, saat aktornya memerankan seseorang yang kelelahan setelah bercinta semalaman.

THE MEMOIRS (a gay chronicle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang