Bab 11

193 20 4
                                    

Dan pulang sekolah hari inipun terasa aneh.

"TJ!!" panggil Soni dari depan kelasnya.

Aku berdiri kaku di tempatku. Sementara Wina dan yang lain menatapku dengan ternganga. Aku hanya memberikan cengiran salah tingkah pada mereka tanpa berani beradu pandang. Mereka menatap bergantian padaku dan Soni yang melangkah mendekat.

"Ayo cepet ke parkiran," ajak Soni dan berlalu tanpa menungguku.

Sesaat aku Cuma celingukan ke arah yang lainnya, "Gue duluan ya?" pamitku pelan.

Hening!

Benar-benar tak ada reaksi dari Wina dan lainnya. Asli! Mereka Cuma diam cengo melihatku bergantian dengan Soni yang berlalu tadi. Kelihatannya mereka benar-benar shock sampe gak tau musti ngapain. Mereka tak menyangka kalau Soni tiba-tiba menyapa dan mengajakku jalan.

Sekali lagi aku hanya nyengir bersalah pada mereka dan pergi menyusul Soni.

"Kamu punya helm di rumahmu?" tanya Soni setelah aku mendekat. Dia sudah naik dan menghidupkan motor gedenya.

"Ada sih. Kenapa?" tanyaku heran.

"Kita ke rumahmu dulu," katanya santai.

"Mo ngapain?" tanyaku panik. Gila!! Dia mau ke rumah?!!!

"Ya ambil helm buat kamu. Cepat naik!"

"Kita mau kemana sih?"

"Naik!" kata Soni singkat, agak keras. Aku Cuma bisa bersungut dan menurutinya. Dan saat kami melewati Wina dan yang lain...

"RESEEE!!! APA-APAAN?!! WOOYYY!!!! GA RELAAAAA!!!!"

Berbagai macam umpatan dan teriakan mereka mengiringiku yang berlalu pelan dengan motor Soni. Aku tak bisa membayangkan reaksi Soni saat mendengar makian keras mereka. Tapi meski dia mendengarnya, sepertinya Soni cuek bebek. Gak ngaruh. Jadi aku hanya melambaikan tanganku yang sayangnya justru menambah kedongkolan Wina dan yang lain. Aku nyengir kecut. Otakku justru lebih mikir fakta kalo Soni akan ke rumah.

Aduh emaaakkk!!! Dia mau ke rumah gueee!!! Kira-kira apa reaksinyabntar coba? Kalo dibandingin ma rumah dia itu.........

Ampun!!! Rumah dia puluhan kali lebih mewah dan gede dibandingkan rumahku. Aku hanya tinggal berdua dengan Bunda yang Cuma seorang pegawai negeri biasa. Rumah kami benar-benar biasa dan sedikit kecil. Hanya ada 3 buah kamar, satu ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan kamar mandi. Perabotan yang kami milikipun tak bisa dikatakan mewah.

Di ruang tamu kami juga Cuma ada seperangkat sofa tua yang usianya mungkin sudah melebihi usiaku. Ada sebuah vas bunganbesar dari kayu di pojok dengan hiasan bunga plastik yang Bunda rangkai sendiri. Di ruang keluarga juga Cuma ada tv ukuran 14 inchi, lantai yang di lapisi karpet murah dan beberapa bantal besar untuk santai.

Jadi kalo dibandingin rumah Soni..............

Jauh bangeeett!!!

Bego ah!! Terserah deh!!!

"Belok dan masuk ke gang kecil itu Son," kataku saat kami mendekati jalan ke rumahku. Motor miring ketika Soni berbelok. Aku menahan tubuhku dengan berpegang pada belakang motor tanpa berani menyentuh Soni.

Tuhan!! Kalo di pikir, ini kali pertama aku naik motornya. Motor yang mungkin sudah ratusan kali ku lihat tanpa bisa menyentuhnya. Apalagi naik gini. Dibonceng yang punya pula. Asli, grogi!

"Brenti!" kataku saat kami tiba di depan rumahku ynag bercat putih. Aku langsung buru-buru turun dari motor begitu kami berhenti, meski gak rela. Betah banget buat duduk disana bareng Soni, tapi aku perlu menenangkan diri karena dengan otakku yang mulai berkreasi, dadaku mulai terasa deg-degan.

THE MEMOIRS (a gay chronicle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang