Dari satu kejadian yang pernah Mitha saksikan secara langsung kala itu, adakah satu saja orang yang paham akan posisi seorang Riko juga memikirkan bagaimana perasaan yang sebenarnya?
Yah, jika memang harus lebih dulu mengakui, Riko mengaku dia bukan pria yang setia. Hanya saja cap buruk itu sungguh bukan bawaannya sejak lahir. Ia hanya sempat mengikuti hawa nafsu, hingga berujung menyesal.
Meskipun sejujurnya, tantangan untuk tertarik kepada lebih dari satu wanita, itu sudah terjadi jauh jauh dari yang Mitha tahu.
Riko sempat saaangat menahan diri. Namun, hawa nafsu telah mengubah satu percobaan menjadi kebiasaan, menghancurkan takdir impiannya, menamparnya dengan kenyataan bahwa rupanya, wanita yang hatinya sebenarnya ia pilih, memberikan satu boomerang saja yang rasanya begitu meledak untuk Riko.
Ia paham, itu mungkin balasan yang setimpal. Namun, sekali lagi siapa yang telah mengerti di setiap tindakannya yang baginya cukup untuk menunjukkan jiwa penyesalan? Jika saja bisa mengubah waktu, ia lebih ingin terus mempertahankan hubungannya dengan Mitha dan menahan diri untuk tidak membuat kesalahan besar bagi Mitha.
Dari sekadar tubuh serta paras, Riko mungkin bisa mendapatkan banyak yang lebih dari seorang Mitha Meilisa. Akan tetapi faktanya, tentang pemikiran serta frekuensi yang sama, kalau nyatanya sulit untuk mengganti orang, harus bagaimana? Riko kira ia masih bisa memperjuangkan cintanya, dan bahkan ia rasa, ia tidak berlaku jahat hingga sangat jahat sekali pun, ia bermain dengan sabar menurutnya.
Dua minggu usai melacak ke mana sebenarnya Mitha pergi dengan pria kolot yang Riko benci, Riko pasrah dengan caranya yang semakin lemah. Ia rasa kedudukannya cukup jauh ketimbang pria tua yang dipilih seorang Mitha. Pria itu dasarnya sudah kaya raya, mempunyai wewenang yang cukup tinggi juga hingga berhasil menyembunyikan seorang Mitha. Yeah, nyatanya bahkan Riko pastikan bahwa Mitha sebenarnya tidak pergi ke Bali.
Dua orang berbahagia itu mungkin sedang menghabiskan detik demi detiknya yang membuat Riko cemburu. Kini prustrasi dan merasa gila. Riko merasa sia-sia.
Hingga detik ini, Riko memilih untuk menjauhkan diri sejenak. Menjauh dari negara asalnya dan menatap langit baru. Awalnya ia pikir ia akan baik-baik saja, tenang, dan rehat. Pyuhh, itu ternyata mustahil. Riko tidak bisa berhenti memikirkan Mitha.
"Kalau kamu mau adil, melihatku juga pergi, mungkin jalan ini adalah yang paling benar."
Pria itu lantas berlari dari depan pintu besi menuju tepian dari puncaknya atas sebuah bangunan. Berlari dan berlari. Keputusannya bahkan membulat meski seolah dilawan angin menerkam badannya. Rambutnya berkibasan dan tak peduli lagi dengan detik-detik di mana Riko akan sampai di ujung sana lalu lompat. Lompat dan mati.
Sekitar lima meter lagi, pria itu menyipitkan matanya, napasnya yang tegas dengan pandangan yang pasti, ia tidak memikirkan dirinya lagi, dengan sekali helaan napas dan memejamkan mata, pria itu akhirnya berhasil.
Ia melompat dari gedung ketinggian dua puluh tujuh lantai.
Brukkkkkk.
Seorang wanita mengurungkan pikiran pendeknya kala mendengar suara keras di belakangnya. Nyaris saja, satu detik lagi ia mau mati. Fokusnya teralihkan dengan suara sangat keras dan membuatnya kaget, refleks menarik badannya kembali dan berpegangan erat ke tembok.
"Siapa itu?" tanyanya gelisah. Alih-alih seseorang datang ingin mencegah niat buruknya untuk bunuh diri.
Wanita itu mendongak ke atas, lalu ke bawah lagi dan berhenti tepat di satu titik kumpulan barang rongsokan dan sepertinya seseorang jatuh ke sana.
Pelan tapi pasti, wanita itu berjalan menghampiri. Dekat hingga lebih dekat, lalu mengangkat satu lapis seng yang menutupi kepala seorang pria.
Wanita itu mendelikkan matanya tajam. Beberapa detik pria yang dilihatnya menggerakkan tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka [End]
RomanceKupikir, Riko adalah orang yang tepat untukku. Kami sudah menjalin hubungan hampir tiga tahun. Akan tetapi, waktu bukanlah penentu. Selama apa pun sebuah hubungan jika Tuhan berkata tidak maka aku tidak bisa mengelak. Semua bermula setelah satu kefa...