[22] Duapuluh Dua : Perasaan Lama

1.2K 43 1
                                    

22. Perasaan Lama

Ketika pintu berhasil aku buka, Reza yang tengah menggantungkan tangannya hendak mengetuk pintu dari luar itu, kini spontan langsung mengenai keningku hingga membuat suara, tuk!

"Aw ...."

"Istriku? Maaf maaf ...." Dia langsung panik.

Jidatku yang bahkan sudah dibuat sakit karena terbentur tembok sebelumnya kini berasa dipukul. Aku meringis kesakitan dan mengusapnya pelan. Lebih ke terasa perih jadinya.

"Ya ampun sampai bisa membuat biru di keningmu?"

"Biru?"

"Iya. Ini biru kemerahan. Serius karena saya tidak sengaja mengetuk keningmu hingga sampai seperti itu? Rasanya mustahil ... tapi sini saya liat. Kening kamu sepertinya kenapa-kenapa."

Aku menurunkan pandangan saat jarak Reza begitu dekat dan mengusap-ngusap keningku lalu meniupnya.

"Saya baru tahu kalau tangan saya sakti. Keningmu sampai seperti ini gara-gara saya, maaf ya?"

"Bukan kok Mas Reza. Aku sempat ceroboh, kejedot."

Seharusnya aku yang minta maaf karena tidak bisa jujur.

"Itu terihat perih, Mit. Kamu sudah obati?"

Aku menggeleng pelan.

"Hm. Belum? Kamu ketiduran ya barusan. Sini saya bantu olesi obat merah dulu. Ini lumayan benjol. Kamu kejedot di mana?"

Reza mengarahkanku duduk di ranjang. Dia menuju p3k di laci tepatnya di samping lemari. Jantungku berdegup panik.

Dia kembali duduk di samping. Membersihkan lukaku, memberinya obat merah lalu ditutup.

"Kejedot di mana? Bagaimana kejadiannya?" tanyanya lagi.

"Heem, di dapur, Mas."

"Sakit banget, ya? Saya khawatir dengan lukanya. Terlebih saya tidak sengaja menyentuh kening kamu barusan. Sekali lagi minta maaf, ya."

"Mm jangan minta maaf. Aku yang ceroboh."

"Ke klinik saja, bagaimana?"

"Boleh. Kalau begitu Mas Reza pergi mandi dulu, ya?"

"Iyah, Istriku. Kebetulan saya bisa pulang cepat jam dua sekarang."

"Maaf yah tadi tidur siang malah kelewatan sampai kelamaan buka pintunya."

"Tidak apa-apa. Saya jadi mengganggu tidur kamu. Apa kamu kesepian?"

"Nggak ya ampun Mas kok ganggu, sih. Huum tapi sedikit kesepian ...."

"Sekarang saya di sini. Tapi kita pergi klinik dulu, ya."

"Sementara kamu mandi sekarang, aku menyiapkan pakaiannya."

"Baiklah. Saya juga tidak enak, rasanya kayak cukup gerah." Dia kemudian berjalan menuju lemari. Mataku melotot.

"Mas?"

Reza memutar tubuhnya. "Iya, Istriku."

"Aku aja yang siapin! Aku bisa cariin, biar aku aja!!" cegahku menghampiri hingga tak sengaja sedikit mendorong Reza.

"Mitha, terima kasih untuk niat baiknya. Kamu semangat sekali."

Aku tersenyum sedikit grogi.

Pria di depanku memicingkan matanya.

Kenapa? Apa dia curiga?

Gawat. Jantungku berdetak tak tenang sekarang. Aku tidak mau Reza sampai mengetahui keberadaan Riko di dalam lemari. Bukan maksudku untuk menyembunyikan Riko darinya, hanya takut pertengkaran dan pertanyaan-pertanyaan lainnya dan Reza yang salah paham aku bermain belakang. Sama sekali tak ada sedikit pun niat mengkhianatinya. Aku berusaha menjaga perasaannya, tidak menginginkan suasana menjadi kacau. Tidak ingin itu sampai terjadi. Menyebut namanya saja Reza pasti tidak akan suka apalagi melihat sosoknya di sini.

Luka [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang