[52] Lima Puluh Dua : Tidak Baik-Baik Saja

600 24 1
                                    

52. Tidak Baik-Baik Saja

> saran putar lagu "I'll be okay"

*****

Sakelar lampu menyala, usai wanita berusia 25 tahun itu tiba di kamarnya yang sepi. Tatapan kosong mewakili perasaannya saat ini. Berjalan sendu bagaikan tak ada lagi hasrat untuk bahkan bernapas. Dadanya sesak. Pikirannya mumet. Memikirkan kenapa dirinya selalu saja kalah. Apa yang ia inginkan rasanya sulit ia gapai. Penantian bertahun-tahun, harapan besar, berjuang dan berjuang, itu tidak pernah membuahkan hasil untuknya.

Hingga detik ini, biarkan ia terjatuh lagi bersama air mata mengaliri kedua pipinya. Memukul tembok dengan rasa yang mulai melemah. Bahkan di saat posisinya seperti ini ia tidak tahu harus menghadapinya dengan siapa. Tidak ada. Sebab satu-satunya yang ia punya dulu, tidak bisa membalas perasaannya sedikit pun. Tidak sama sekali menghiraukan jerih payahnya.

Sarah malu. Kecewa. Sakit.

Ia sampai mengorbankan dirinya sendiri. Melawan rasa takut mati-matian. Itu demi siapa lagi kalau bukan untuk Riko?

Sarah hanya meminta waktu di mana pria itu menjadi sosok Riko saat pertama kali mengenalnya. Tidak mengapa kalaupun harus berteman asalkan ia peduli, memperhatikan Sarah seperti saat masa putih abu itu.

"Kenapa ... kenapa selalu seperti ini? Aaarhh haaa ... aku sudah berjuang, aku sudah menunggu, aku bahkan nggak ngelakuin hal jahat, tapi tetap nggak boleh kah? Aku cuma mau minta satu, Riko. Aku nggak meminta apa pun lagi ya Tuhan ...."

"Memangnya apa salahku? Kenapa dia jahat sekali. Aku juga lelah. Lelah sekali hingga rasanya ingin mati. hatiku benar-benar sakit." Kepalanya menunduk. Dibarengi air mata yang tak bisa kian ia tahan.

Perasaan cintanya membesar sendirian. Tanpa balasan sedikit pun. Itu menyakitkan. Selama ini Sarah membiarkan Mitha bahagia, tetapi kenapa di saat ia meminta kebahagiaan itu kembali tak kunjung ia dapatkan. Apakah ia harus benar-benar mengorbankan satu orang untuk mengalah? Cukup sebelumnya Sarah pernah melakukan itu, kini bukankan telah menjadi haknya? Ia ingin menggenggam kebahagiaan itu.

Bibir mengatup menahan jerit. Selama ini ia sendirian. Hanya butuh satu orang saja di sampingnya, meminta orang yang sama, sampai kapan terasa sulit?

"Aku mohon kembalilah menjadi dirimu, Riko. Aku merindukanmu."

Kata-kata itu, harapan besar selama ini dalam hatinya.

****

"Sarah! Sarah! Ssst ...." Wanita bermata empat, alias Angelina menongol dari kubikel tempat sarah kerja.

"Iyah, ada apa Angel?"

"Aku mau ngasih tahu sesuatu sama kamu. Tapi ini rahasia. Tapi aku ingin kamu tahu, hehehe."

"Jam istirahat sebentar lagi. Sabar." Sarah terus meluruskan arah wajahnya kepada komputer. Hari ini ia menutup setengah matanya seperti bajak laut, sebab matanya benar-benar sembab sebelah dan ia ingin orang-orang tidak tahu, termasuk Angelina si Tukang Kepo.

"Aish. Oke oke."

Tengah hari. Saat jam istirahat itu sudah dimulai tepat lima menit setelah Angelina baru saja mengusik Sarah, kini wanita itu menghampirinya lagi. Mengejutkan Sarah dari belakang.

"Oh ayolah. Kenapa, ada apa? Sangat semangat sekali, tumben." Sarah memutar kursinya ke belakang, melihat sosok Angelina yang tersenyum lebar.

"Kamu mau tahu nggak?"

"Apa, Angelinaku sayang ...."

Luka [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang