[38] Tigapuluh Delapan : Sengaja

1.3K 64 1
                                    

Plak!

Mitha menampar kaki Reza cukup keras.

"Aw! Saya terkejut, Mit," ujar Reza, bukan malah sakit.

Mitha memutar bola mata, sesaat kemudian hingga suara cukup keras memecah keheningan tiba-tiba. Ya, Mitha bersendawa lalu menutup mulutnya spontan.

Reza terdiam dari aktivitasnya. Beberapa detik sebelum sebuah pertanyaan melayang.

"Tadi itu apa?" tanyanya sembari menyembulkan wajah ke samping Mitha. Wanita itu menelan saliva dengan bola mata celingak-celinguk. Dia sudah terlalu menikmati kerokan di punggungnya sampai kemudian merasa malu sendiri karena tidak bisa mengontrol suara sendawanya yang cukup keras.

"Gak tau!" balas Mitha ketus.

Reza terkekeh. "Kamu benar-benar masuk angin. Sepertinya selama kamu sering ke luar rumah tanpa izin, kamu pergi ke sembarang tempat, ya?"

"Siapa bilang? Nggak, kok!"

"Heem ...." Reza kembali ke posisi duduknya. Bertepatan dengan itu suara ponselnya berbunyi. Ia langsung menuju nakas dan meraihnya.

"Sebentar, Mit," izin Reza untuk beralih menjawab panggilan masuk. Mitha tak mengubris.

"Halo, Pak. Selamat pagi."

Suara seorang wanita menyapa lebih dulu.

"Ya. Ada apa kamu menelepon saya sepagi ini?" tanya Reza.

"Maafkan Saya, Pak. Maaf saya menelepon Anda dan sedikit mengganggu waktunya. Saya hanya ingin memberitahu bahwa hari ini ulang tahun putri saya dan untuk itu saya meminta izin untuk pulang lebih awal. Apakah Bapak mengijinkan? Saya membutuhkan jawaban itu karena putri saya terus bertanya dan berharap saya ada di sampingnya. Sekali lagi saya mohon maaf karena bertanya di luar jam kerja."

Samar-samar Mitha mendengar suara itu.

"Sebelumnya apakah kamu sudah beritahu Pak Gio tentang proposalnya?"

"Sudah, Pak. Belum ada balasan dari beliau."

"Oke. Kamu bisa pulang lebih awal, tetapi saya ingin kamu memberitahu saya begitu beliau membalas."

"Akan saya lakukan. Terima kasih, Pak."

"Tolong ucapkan selamat ulang tahun untuk putrimu dari saya."

Mitha mengernyit mendengar jawaban Reza. Refleks dia menoleh ke belakang dan menatap suaminya itu.

"Akan saya sampaikan. Terima kasih sekali lagi, Pak. Putri saya akan senang sekali."

Menyadari Mitha yang saat ini menatapnya, Reza seketika me-loudspeaker-kan panggilan lalu menyimpannya di bawah.

"Saya tutup panggilannya ya, Pak--"

"Sebentar!" potong Reza sembari kemudian kembali ke aktivitasnya, mengeroki punggung Mitha. Menyuruh istrinya itu untuk meluruskan punggung lalu Reza memulai untuk mengeroki punggungnya lagi. Dia mengambil kesempatan untuk mengobrol dengan sekretarisnya yang menelepon saat ini di saat Mitha berada di dekatnya.

"Hari ini Pak Juan dari X Holdings meminta saya untuk mengadakan pertemuan, bukan?" tanya Reza sengaja sedikit mengeraskan suaranya. Di satu sisi Mitha merasa sebal sendiri. Apa maksud pria itu?

"Betul, Pak. Anda memiliki jadwal yang padat hari ini. Saya begitu meminta maaf untuk permintaan saya."

"Tidak. Tidak masalah. Bisa tunjukkan pada saya kegiatan hari ini?"

Mitha menautkan alis. Apaan sih, pria itu. Kenapa bertanya di saat seperti ini?

Mitha sudah dapat tahu bahwa ternyata yang menelepon di seberang sana adalah seorang wanita dari suaranya. Itu membuatnya cukup keki!

"Tentu, Pak. Pukul sembilan pagi Anda akan rapat di kantor cabang. Setelah itu, Anda akan makan siang dengan Pak Ken, kemudian pertemuan khusus dengan Pak Juan dari X Holdings."

"Bagus, Jihan. Kamu tetap ingat meskipun posisimu tengah di rumah. Tapi, ah saya lupa makan siangnya. Apa lagi yang harus saya kerjakan?"

Mitha mendengkus sebal. Acara macam apaan, sih, ini ...?!

"Pukul satu siang akan ada wawancara dengan majalah bisnis V. Pak, saya pastikan untuk mengatur acara Bapak hari ini dengan baik."

"Baik. Saya mengingatnya. Terima kasih, Jihan."

"Sama-sama, Pak. Ada yang perlu saya jawab lagi?"

"Oh, cukup. Akhiri panggilan. Saya sedang mengeroki punggung istri saya saat ini."

Mata Mitha melotot. Rezaaa! Kenapa harus mengatakan itu ...?!

"Hm ... baik, Pak. Terima kasih ...."

Tut ... Tut ....

Panggilan berakhir.

"Nggak bisakah kamu gak perlu ngasih tahu dia? Kerokan aja sampe dibilang-bilang!" protes Mitha kemudian.

Reza mengulas senyum. "Oh, dia sekretaris saya, Mit. Namanya Jihan. Ibu muda yang memiliki satu anak. Dia sebenarnya bekerja untuk putrinya karena hidup tanpa suami."

"Sumpah, aku gak nanya sama sekali! Udah ya. Cukup. Makasih udah kerokin punggung saya, Pak Reza!" Mitha kemudian berdiri.

"Sebentar itu belum selesai. Sedikit lagi."

"Gak usah! Cepetan kamu siap-siap berangkat kerja. Bukankah Pak Reza memiliki waktu yang padat hari ini?" ledek Mitha seraya berbalik dan menatapnya.

Reza lantas terkekeh. "Iya. Tapi ... saya cukup lelah. Sudah semalam berjuang sendirian, pagi masak bubur, kemudian mengeroki punggung istri, dan sepertinya saya harus memandikannya sekarang juga."

Mitha membelalak. "Nggak usah! Dasar suami mesum!"

Reza menyeringai.

.

.

Bersambung ....

Kembali pendek, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kembali pendek, ya.

15 vote untuk next chapter. Aku mau hibernasi dulu sembari menunggu waktu lama itu ❤

See you ....

Luka [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang