[33] Tigapuluh Tiga : Survei

1.1K 47 1
                                    

Suara notifikasi pesan terdengar. Reza merogoh ponsel lalu membaca satu pesan masuk dari Mitha.

Beberapa detik kemudian pria itu mengernyitkan dahinya, lama.

"Sekarang kita bisa survei bagian dapur, Pak. Bagian dapur juga didesain cukup simpel tetapi memberi rasa kenyamanan dan cukup luas. Saya memberi warna cat putih supaya area dapur bisa terlihat lebih bersih dan segar, apalagi di bagian pojok sana disimpan pohon plastik besar berwarna hijau. Gimana, Pak Reza, apa rumah yang satu ini sesuai keinginan Bapak?"

Seorang pria berbalik badan untuk kembali melihat salah satu kenalannya yang berniat membeli rumah kepadanya, tetapi Reza tampak terpekur sendiri saat itu.

"Papa!" Angel menarik-narik blazer Papanya.

"Hah, iyah, bagaimana?" Reza terkesiap. "Oh ... iyah. Saya ingin memerhatikan sebentar." Kaki Reza lalu melangkah. Matanya mulai memerhatikan area dapur yang tampak bersih dan luas. Reza jadi membayangkan kalau suatu ketika Mitha memasak di sini. Bayangan sosok Mitha seketika hadir di sampingnya. Memakai celemek biru lalu tersenyum lebar melihat Reza. Pria itu termangu. Senyum Mitha adalah sesuatu yang sangat disukainya. Andai, ia bisa memiliki seutuhnya, serta hati yang dapat menerima Reza apa adanya. Namun, mengetahui kedekatan Mitha bersama mantannya tidak bisa Reza lupakan begitu saja. Mitha mungkin sudah akan meninggalkannya karena Reza sudah mengecewakannya tentang kehadiran Angel.

Reza menyesal. Harusnya, sebelum menikah dia memberi tahu Mitha mengenai itu. Akan tetapi, ketika mendapat tawaran perjodohan dari Pak Fikri membuat Reza tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa mendapatkan Mitha. Ia menyukai wanita itu sejak pertama kali melihatnya. Sebuah kesempatan emas rasanya kalau bisa bersama dengan wanita yang pernah disukainya. Meski sempat menimbang-nimbang, ia akhirnya hanya memberi tahu Pak Fikri tentang Angel. Lalu entah dengan cara apa Pak Fikri, ayah Mitha, bisa meyakinkan istrinya tentang seorang Reza yang sudah memilik anak. Ayah Mitha memang sosok orang yang sangat percaya dengan Reza. Ternyata apa pun ia lakukan demi putrinya agar bisa menikah dengan pria yang menurutnya baik itu.

Tapi kali ini, ketakutan itu akhirnya terjadi juga. Lambat laun akhirnya rahasia pun terbongkar. Mitha sudah mengetahuinya begitu cepat. Padahal sebelumnya Reza merasa sudah berhasil menarik hati Mitha, tapi satu kefaktaan itu menggugurkan semuanya. Ya, ini sudah menjadi tanggung jawab Reza. Dia harus menanggung risiko.

"Istri saya suka," gumam Reza tanpa sadar.

"Pasti, Pak. Rumah ini cocok untuk Bapak. Kalau Pak Reza merasa pas, hari ini pun, rumah sudah bisa Pak Reza tinggali."

"Jangan!" celetuk Angel seketika. "Papa Angel udah punya lumah. Ngapain Papa tinggal di sini. Om jangan culik Papa, ya!" Anak itu melotot melihat seorang pria berjenggot di sampingnya hingga kemudian terkekeh sendiri.

"Anak baik. Papa kamu mau ganti rumah. Jadi yang lebih besar!"

"Iya gituh?" Mata Angel berbinar. "Papa beli lumah ini?" tanya Angel mengalihkan pandangannya ke Reza. Pria itu tersenyum lalu mengangguk. "Emang Papa punya uang? Lumah gede halus dibeli dengan uang banyak lho, Papa!" tegas Angel memberi tahu.

"Kan, Papanya mau jual kamu buat beli rumah ini!" goda pria di samping Angel. Anak itu terkejut mendengar penuturannya.

"Bohong!" Hingga Angel berteriak sembari menatap galak. "Dasar pembohong! Mending kamu yang dijual. Papa Angel gak mungkin jual Angel! Kamu jual aja kamu sendiri!"

"Hahaha. Aduh, maafin putri saya." Reza mendekati Angel lalu menggendongnya. Angel tampak cemberut menatap kesal pria asing di depannya. "Angel, Papa gak bakalan jual siapa-siapa. Om-nya cuma bercanda."

"Sampe takut Pak, saya disuruh jual diri sendiri," ucap pria dewasa itu.

"Putri saya memang masih polos. Hm, mengenai rumah ini sepertinya saya merasa cocok. Kalau bisa saya ingin secepatnya mengurus biaya keseluruhan."

"Allhamdulilah."

****

Bip.

Suara kode apartemen terdengar hingga kemudian masuklah Mitha sembari membawa beberapa kantung belanjaan berisi sayuran. Ia baru saja pergi berbelanja. Membeli cukup banyak keperluan dapur untuk dimasaknya hari ini.

"Terpaksa pinjem uang ke Sarah buat belanja ini semua," ujarnya lalu menyimpan semua belanjaannya di atas meja dapur. Ia memang sudah tak menyimpan uang banyak lagi di tabungannya. Terakhir berbicara kepada Reza tentang transfer saja berakhir gagal. Jadi Mitha terpaksa meminta bantuan kepada Sarah.

"Untung aku udah suruh orangtua Reza buat datang malam aja. Jadi aku masih ada waktu buat masak."

"Sebenarnya aku males banget hari ini. Kalau nggak mikirin orangtua Reza, mungkin aku sudah bodo amat gak nyiapin apa-apa. Lagipula mereka juga, kan, tahu soal anak Reza. Mereka terlibat kebohongan."

"Tapi, mungkin dengan cara memasak banyak untuk mereka kali ini, mereka jadi berpikir kalau aku perempuan baik yang bahkan masih peduli, dan Reza harusnya bersyukur punya aku. Kita lihat aja. Bagaimana anak dan orangtua meminta maaf nanti."

"Heem, tapi gimana soal masalah sebelumnya, ya. Reza marah dan dia salah paham tentang kedekatan aku dengan Riko. Gimana aku yakinin dia buat percaya kalau aku nggak selingkuh?"

"Ck. Aku harus masak yang enak hari ini!"

Usai bermonolog Mitha lalu memulai aktivitas perangnya. Meskipun sempat hobi memasak, tetapi sesekali ia mengandalkan youtube untuk melihat resep-resep terbaik. Mitha semakin serius dengan aktivitasnya meskipun seorang diri.

.

.

Luka [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang