[36] Tigapuluh Enam : Drama

1.2K 67 3
                                    

Sesampainya di kamar, Reza melihat Mitha di atas kasur. Duduk sembari memeluk lututnya sendiri. Wanita itu sepertinya tengah menangis. Tatapannya tampak kosong tetapi matanya berkaca-kaca.

Perlahan, Reza mendekat. Sejenak ia berpikir, wanita itu pasti mencintainya. Hubungan yang belum terlalu lama ini Reza yakin hati Mitha sudah terkait dengannya.

"Mitha ...." Reza duduk di depan Mitha. Istrinya itu masih diam membelenggu. Matanya meneteskan air mata.

"Aku nggak sanggup lagi. Aku nggak bisa nyamperin mereka. Kamu bilang semuanya sudah tahu, kan. Aku sadar sudah dijebak sendirian. Aku nggak mau marah ke mereka, tapi ...." Mitha lalu menurunkan pandangannya ke bawah. Menelungkupkan wajahnya dan menyembunyikannya di atas lutut. Dia menangis dan terisak. Berusaha untuk kembali dan bisa berbicara akrab, tetapi Mitha mendadak lemah. Dia sudah cukup capek mengingat dua masalah sekaligus. Terlebih terakhir kali, Reza menyinggung tentang mengakhiri hubungan.

"Kamu mau membahas ini? Saya benar-benar minta maaf, Mitha. Tapi ingatlah kembali. Ibu kandung Angel sudah tiada. Dia tidak memiliki siapa pun lagi selain saya ayah kandungnya. Saya hanya berharap kamu menerima keadaan saya. Meskipun tidak semudah itu. Saya ingin memperjuangkan masalah ini, tetapi kamu membuat saya lemah. Saya jadi tidak tahu mana yang harus diperjuangkan lebih dulu. Masalah Angel atau ... perasaan kamu."

"Berhenti menyingung itu! Aku nggak selingkuh dari kamu. Di sini, aku yang lebih disakiti. Kamu adalah orang jahat yang sampai-sampai, bisa memiliki anak di luar pernikahan!" Mitha langsung membalas perkataan Reza dan menyinggungnya lebih tajam.

"Kamu ...." Reza kalah telak. Ia tidak melanjutkan perkataannya.

"Sudahlah. Aku ikuti alurmu. Tenang saja aku gak akan ngasih tahu kepada orangtuaku juga orangtua kamu tentang aku yang sudah tahu semuanya. Anggap saja semua masih sesuai rencana kamu. Terserah apa pun yang mau kamu lakukan!" Mitha menghapus air matanya lalu berusaha bangkit dari keterpurukannya. Dia menepi dan berdiri. "Mari! Kita berdrama di depan semuanya," tegas Mitha sebelum kemudian lebih dulu meninggalkan Reza.

Pria itu terdiam. Beberapa detik sebelum sebuah senyum seketika terhias di bibirnya. "Kamu ... orang baik," gumamnya pelan. Merasa Mitha mengalah untuknya. Dia jadi merutuki dirinya sendiri tentang menyinggung hubungan yang terpaksa harus diakhiri. Jauh dari lubuk hatinya, ia masih menginginkan bersama Mitha. Tapi dia tidak lupa. Perihal sebuah foto yang menampilkan kedekatan Mitha dengan pria lain, mungkin Reza bisa lebih memberi kesempatan untuk istrinya menjelaskan.

Ya. Setelah puncak malam tiba.

Sekalian bersama janji yang Mitha sampaikan di pesan yang sempat dikirim kepadanya. Hm. Reza tersenyum smirk.

****

"Ayah suka sama masakan Mitha, kan?" tanya Mitha di tengah acara makan malam bersama. Mereka semua kini duduk di kursinya masing-masing, menyantapi hidangan yang sudah Mitha siapkan.

"Selalu, Nak. Masakanmu nggak kalah juara sama masakan Ibu," jawab Ayah Mitha, "Tapi tetap masih kalah. lebih enak masakan Ibu," imbuhnya. Semua tertawa pelan sembari terus menyendok makanan di atas piringnya masing-masing.

"Oh, kalo itu jelas. Mitha selalu kalah sama masakan Ibu, Yah."

"Kok jadi bahas masakan Ibu, sih, ah," komentar Kirana.

"Eh tapi saya jadi penasaran lho. Masakan Mitha sudah lumayan, gimana lagi dengan masakan Ibunya?" ujar Amira.

"Tenang, Bu. Nanti kita undang buat makan malam bersama di rumah kami, ya. Tapi nggak perlu mengajak pengantin baru di depan kita, sepertinya. Mereka pasti sibuk menghabiskan waktu bersama," gurau Ayah Mitha.

Luka [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang