Dear DREAM
dream come true in your life🔮
"Gimana?"
"Percuma, engga bisa dibuka"
"Seriusan?" seorang lelaki bersurai legam mencoba menarik knop pintu yang terlihat begitu usang, padahal temannya sudah mencoba tapi dia penasaran. "Gila. Kok keras banget ya" serunya
"Kan tadi gue udah bilang, percuma" sahut si surai dark blue
"Jendela di samping sama belakang engga bisa dibuka, kayaknya udah dipaku dari dalam biar engga ada yang masuk. Bentar lagi mau diancurin kan nih rumah" kali ini laki-laki bermata sipit melaporkan berita penelusurannya
"Sial. Kalau didobrak, tetangga pasti denger. Ntar kita dikira maling lagi"
"Mana ada maling kerjanya gerombolan kaya begini Budi? Udah engga ada persiapan alat, masker engga punya, yang ada kita udah ketangkap sama petugas. Lagian dari tadi gerak-gerik kita udah mencurigakan, harusnya tetangga depan rumah ini tau dong apa yang lagi kita kerjain. Tapi nyatanya engga ada yang sadar sama sekali"
Yang dipanggil 'Budi' merotasikan matanya, terlihat muak mendengar si adik kelas. Walaupun ada benarnya juga, kalau dipikir-pikir ngapain maling dobrak pintu? Pinter.
Ia mengangkat bahu sebelum bergabung bersama dua teman yang berdiri di sisi kanan-kiri pintu utama.
"Omong-omong kalian bingung engga sih, kenapa orang-orang perumahan engga ada yang kenal sama pemilik rumah ini? Maksud gue, emang mereka engga pernah bersosialisasi?"
"Gue juga bingung. Engga ada yang kenal siapa om Jasver atau tante Allie, bahkan bang Juna sekalipun" salah seorang lelaki di sisi lain pintu menyahut
"Sumpah! Makin dipikir makin aneh, kayak semuanya itu engga masuk akal. Lo percaya? Gue masih anggap kejadian kemarin mimpi kalau Mahen engga maksa kita buat ke sini. Lagian bang Juna ngilang kemana sih? Di sini engga ada yang kenal, ke rumah yang waktu itu didatengin Dikta katanya pemilik sebelumnya udah pindah, ke rumah yang lama juga engga ada. Haah pusing dah" laki-laki bernama Haikal memperhatikan bangunan bergaya eropa tersebut
"Makanya kita harus pecahin satu-satu misterinya. Bang Juna dapet surat di rumah ini, kita ketemu mereka juga selepas pulang dari sini—Ralat! Lebih tepatnya setelah kita masuk ke rumah ini. Gue engga mau terus-terusan dihantui rasa penasaran, apalagi kita udah bawa-bawa perasaan. Emang kalian mau disukain sama orang khayalan? Gue sih ogah" Mahen menjadi satu dari enam teman Haikal yang berada di sisi pintu, ia sedang mencoba membuka kunci rumah itu dengan sebuah jepit rambut yang entah didapat darimana
"Ya kita juga engga mau. Tapi biar gimana pun mereka jelas kelihatan nyata, bahkan semua aktor di dalamnya. Mereka engga ada yang mirip hantu, hologram, atau apapun hal yang aneh itu"
"Setuju"
KLEK
Keenam laki-laki di sana saling beradu pandang ketika—HEI! Pintunya terbuka!
"Amazing. Gila! Jago juga lo bobol rumah orang" cetus seseorang di belakang Mahen dengan senang
"Gue anggap itu sebagai pujian, Keivan. Udah buruan masuk, keburu ada petugas yang lagi patroli nanti" yang paling tua mendorong satu persatu temannya masuk ke dalam rumah, ia mengikuti, lalu menutup pintu setelah memastikan tidak ada orang melihat
"Oke, sekarang kita mulai dari mana?" si surai legam di samping Mahen bertanya, Nathan
"Kalian inget hal pertama yang kita lakuin setelah berhasil masuk ke rumah ini?"
Semua memasang wajah berpikir. "Biar gue urutin. Pertama, Dikta datang ke dorm sambil ngos-ngosan dan bilang 'bang gue ada info menarik' terus—Heh Ren, jangan dinyalain lampunya ege! Nanti tetangga tau kalau ada manusia di sini"
Si pemilik nama Rendy mencibir, "Lo kira kita bukan manusia apa?" dia kembali mematikan lampu ruang tengah
"Lupain. Sampe mana tadi?"
"Sampe Dikta bilang kalau dia dapet informasi menarik. Waktu itu cuma ada gue, Haikal, sama Nathan di dorm" itu suara Javier
"Nah, setelah itu kita bertiga dengerin ceritanya si Dikta tentang bang Juna dan surat aneh bin ajaibnya. Nelfon Mahen, Keivan, sama Rendy. Terus kita mutusin buat dateng ke tempat ini. Tentu setelah Mahen baca isi dari surat yang bang Juna kasih. Eh! Bukan bang Juna sih tapi Zara. Mantap! Masih inget kan gue" bangga Haikal sembari menepuk dada
"Emang ingetan lo paling bagus. Harusnya kemarin Zara bilang ke lo aja ya tentang misi dia, jangan sama Dikta. Jadinya kita cepet inget juga" yang disebut namanya melirik sinis tak terima. "Lanjutin"
"Oke. Selanjutnya kita dateng ke sini, masuk lewat jendela samping. Dimulai dari Keivan yang pergi cari toilet, gue sama Rendy ngelihat-lihat lukisan yang dipajang, Nathan ngomong sendirian. Terus.. waktu itu kalau engga salah si Javier yang naik tangga ke lantai dua" Haikal memperagakan sang teman berjalan ke lantai dua saat kunjungan pertama mereka. "Dia ngelihatin foto keluarga dan.."
"Kedengeran suara piano yang engga tau dateng dari mana terus kita pingsan dan yeah~ sesuai sama yang kita inget setelah bangun dari dunia mimpi sekarang. I just remember it"
"So, sekarang kita cuma butuh suara piano itu buat buktiin mimpi kita? Buat ketemu lagi sama Affandra bersaudara?"
"Gue rasa semua engga akan keulang. Buktinya kita engga denger apa-apa dari tadi, masa iya kita harus ngelakuin hal yang sama kaya pertama kali ke sini" balas Nathan
"Engga, kita masih ada satu petunjuk terakhir" sela Javier
Keenam pemuda menoleh kearah Javier yang menatap foto keluarga di ujung tangga lantai dua. Dimana terdapat sepasang suami istri bersama tujuh putri mereka, lalu petunjuk terakhir yang dia maksudkan.
"Kalung yang mereka pakai, right?"
🎞
📮 MESSAGE
Hello bestie. Cerita ini adalah series pertama dari "DREAM SHOW SERIES" yang aku buat. Hasil pemikiran pribadi atau tanpa campur tangan orang lain. NO PLAGIAT!! Dan typo adalah kesempurnaan kata yang kadang terlewat 😄📝 Kalian boleh banget ramein kolom komentar. Kritik dan saran dipersilahkan, dengan bahasa yang sopan. Thank you.
KAMU SEDANG MEMBACA
FROM DREAM SHOW #1 - Dear DREAM
Teen FictionLihat bagaimana panggung pertunjukan ini akan berjalan, melewati dimensi dimana hal yang mungkin terlihat kurang masuk akal, menjadi suatu hal yang wajar. *** Cerita ini memiliki alur yang panjang, tentang keluarga Affandra dan 7 laki-laki yang haru...