Lihat bagaimana panggung pertunjukan ini akan berjalan, melewati dimensi dimana hal yang mungkin terlihat kurang masuk akal, menjadi suatu hal yang wajar.
***
Cerita ini memiliki alur yang panjang, tentang keluarga Affandra dan 7 laki-laki yang haru...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DearDREAM dream come true in your life
🔮
BRAK
"Akh!"
"Kak Bianca"
"Lepas" Keivan menyentak tangan laki-laki yang mendorongnya masuk ke dalam jeruji. "Gue bisa masuk sendiri"
"Keivan" suara yang Keivan kenal langsung menyapa gendang telinga
"Beby"
Beby berdiri dari posisi duduk menghampiri laki-laki tersebut. "Gimana bisa?"
Laki-laki Pratama menyunggingkan senyum masam. "Ceritanya panjang. Lo baik-baik aja?" tangan Keivan merapikan poni si gadis yang lepek terkena keringat
"Engga" lirih Beby seraya menatap Ayana yang nampak pucat
"Kalian engga apa-apa?" beberapa langkah dari sana, Ayana tengah meneliti setiap tubuh saudaranya. "Joanna mana?"
Bianca melirik Mahen dan menggeleng pelan.
"Kita engga tau. Semuanya dibawa pakai mobil yang berbeda, jadi kita engga pasti Joanna ada dimana" Mahen menjawab pertanyaan Ayana dengan wajah bersalah
"Terus.. dia siapa?" tunjuk Beby kearah laki-laki yang nampak asing
"Oh sorry, gue Keenan. Gue—"
"Orang yang nyuri HP Melody" Haikal mencetus
"Heh! Jangan asal nuduh. Gue engga nyuri HP cewek lo! Nih gue balikin sekarang. Engga ada gunanya juga, malah gue jadi ikut-ikutan urusan kalian" dengus Keenan sembari menyerahkan ponsel bercase pink pada si pemilik
"Maaf" Melody tak sanggup berkata-kata, bahkan kembalinya ponsel dia tidak berarti apa-apa
"Kita minta maaf udah bawa lo di situasi yang engga enak kaya gini, padahal lo engga ada hubungannya sama orang-orang jahat itu sama sekali" ujar Javier
"Emang engga ada" Keenan mendecis, ekspresinya menunjukkan rasa tidak terima, tanpa panik. Ia lirik arloji yang dikenakan sembari sesekali mengetuk-ngetuk layarnya, entah untuk apa
"Bunda sama Ayah mana kak?" Zara menelisik setiap sudut ruangan setelah melepaskan pelukan Beby serta Ayana
Ayana menoleh kearah ruang tertutup di luar jeruji dengan gelisah. "Di sana" tunjuknya. "Om Arthur, Yohan, sama kak Juna.. mereka juga ada di sana"
Tidak. Tepat setelah Rendy selesai bicara, suara tembakan terdengar dari ruangan yang tadi Ayana tunjukkan. Oke, jika begini maka tidak akan ada yang baik-baik saja.