Lihat bagaimana panggung pertunjukan ini akan berjalan, melewati dimensi dimana hal yang mungkin terlihat kurang masuk akal, menjadi suatu hal yang wajar.
***
Cerita ini memiliki alur yang panjang, tentang keluarga Affandra dan 7 laki-laki yang haru...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DearDREAM dream come true in your life
🔮
"Oke. Kalian hati-hati ya, chat aja kalau udah sampai. Sebentar lagi kakak berangkat"
"Hm, bye"
Ayana menaruh secangkir coklat hangat di dekat ponsel dan dompet milik Mahen, laki-laki yang belum selesai juga dari acara mandinya. "Siapa yang telfon kak?"
"Joanna, dia bilang udah sampe di bandara sama Zara. Jadi kakak mau jemput mereka"
"Jemput? Kakak mau jemput mereka pake apa? Mobil kita kan masuk bengkel kemarin karena mesinnya mati, mana SIM kakak ketinggalan lagi di rumah. Yakin aman buat keluar?"
Bianca mengibaskan tangannya. "Tenang. Kakak engga jemput di bandara kok, cuma di pintu masuk dermaga hehe dan kakak pinjem mobil Yohan"
"Kenapa engga minta tolong Yohan sekalian? Dia kan yang punya kendaraan"
"No. Yohan pasti capek, dari pagi dia udah bantuin kita di belakang. Nanam bunga, bersihin rumah kaca, nyiram tanaman. Selain itu, kakak juga engga mau suasananya jadi canggung kalo Yohan yang berangkat. Kamu pasti paham alasannya kenapa?" gadis itu mengecek isi tasnya mencari kunci mobil milik sang teman
"Ya~ Ayya paham"
"Kalau gitu kakak berangkat dulu, nanti semisal Mahen tanya, bilang aja kakak lagi jemput seseorang. Jangan sebut nama" Bianca memutar-mutar kunci mobil di tangannya sembari berjalan meninggalkan Ayana keluar rumah
"Kebiasaan, kata-katanya pasti 'Jangan sebut nama' emang kenapa kalau orang lain tau nama Zara sama Joa—"
"Bianca mau kemana?"
"WAA!!" tubuh Ayana berjingkat ketika suara Mahen mengintrupsi telinganya. "Kak Mahen! Kaget" si gadis mengelus dadanya yang berdegup kencang, sementara pelaku utama menunjukkan senyum tiga jarinya
"Sorry sorry, gue engga bermaksud. Reflek aja pas lihat Bianca keluar, dia mau kemana?"
"Jemput seseorang"
"Siapa?"
"Mau tauuu aja. Nanti juga kenalan kalau udah sampai rumah tapi kalau kak Mahen belum pulang"
Mahen memutar bola mata. "Cuma kasih tau nama susah banget kayanya. By the way ini buat gue kan? Gue minum ya"
"Minum aja" ujar Ayana seraya duduk di hadapan Mahen. "Sebenernya engga susah sih buat kasih tau, cuma nanti kak Bianca ngamuk. Kalau mau tau alasannya kenapa? Tanya langsung aja sama dia" gadis blasteran itu sudah menggunakan lo–gue sekarang
"Well, intinya mereka adik kita. Kalau buat kak Bianca, mereka adik nomor tiga sama yang paling bungsu" sambung Ayana
Mahen mengangguk, tidak tahu saja dia jika laki-laki itu sudah mengetahui nama mereka secara keseluruhan. "Terus.. temen-temen gue belum sampe?" Laki-laki itu meraih secangkir minuman berwarna cokelat yang masih mengepul tipis