Seolah takdir tengah mempermainkan Ara
Tujuhbelas Tahun hidupnya dan hampir sepuluh tahun dia habiskan di rumah sakit.
Semangat nya untuk sembuh sangat besar apalagi didampingi keluarga dan seorang sahabat, tapi Tuhan berkehendak lain.
Dan seolah...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kadang sepi menjadi sahabat paling mengerti bahwa sunyi adalah bagian dari hal yang paling memahami." . . . . .
Jangan lupa vote karena wajib🖤✌
Ara makan dengan tenang di meja makan, ia begitu menikmati makan malamnya hingga tak sadar bahwa teman-teman abangnya sedang memperhatikan nya dari tadi.
Selesai dengan makanannya ara pun mengambil stok buah yang sudah di pesannya pada pembantu di rumahnya.
Ara memasuki lift sambil mengunya apel tanpa melirik sedikitpun kepada abang dan teman-temannya.
Mereka terus memperhatikan ara hingga badan mungil itu di telan lift hingga tak terlihat.
"Ara kayak orang lain" ucapan gara tersebut mengalihkan pandangan mereka dari ara ke gara.
"Maksud lo ara kesurupan gitu? " tanya el yang mendapatkan geplakan di kepalanya
"Bukan gitu tapi liat deh sifatnya" ucap gara yang di benarkan mereka setelah itu semua diam dengan pikiran nya masing-masing.
Sampai suara seorang paru baya membuat mereka sadar dari lamunan dan pikiran mereka.
"Tidur gi udah malam, besok sekolah kan? " perintah serta pertanyaan itu di angguki oleh mereka.
"Iya bun" ucap mereka lalu setelahnya mereka pun tidur di kamar maven dan dian.
✌......... ✌
Kringgggg
Kringgggg
Bunyi alarm itu berhasil membangun kan seorang gadis cantik yang tengah tertidur pulas, mata yang cantik itu perlahan terbuka karena sinar mentari dan bibir semerah ceri itu pun melengguh karena silaunya mentari pagi.
"Engh udah pagi lagi aja" ucap ara lalu setelah ia mengumpulkan nyawanya barulah ara beranjak ke kamar mandi.
Selang 30 menit penampilan ara sudah woahhh dengan switer biru lautnya, jangan lupakan headphone biru dongker nya dan juga rambut yang di anyam nya seperti Elsa.
Setelah merasa penampilan nya sudah beres ara pun turun ke bawah melalui lift karena dia malas untuk menuruni tangga yang berliku-liku.
Jehan dkk dan langit dkk sudah berkumpul di meja makannya begitupun dengan adek bungsunya hanya tinggal dia dan ayah nya yang belum ada di meja tersebut.
"Morning" sapaan itu keluar dari mulut ara hanya untuk sekedar basa-basi belaka.
"Pagi anaknya bunda, pagi kakak, hmm, morning ara cantik" itulah kira-kiranya jawaban dari mereka.