Sehelai Daun

297 4 0
                                    

Tan Leng Ko dan Giok Hui Yan menambatkan kudanya didepan toko kain dua blok dari gang sempit itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tan Leng Ko dan Giok Hui Yan menambatkan kudanya didepan toko kain dua blok dari gang sempit itu. Tanpa bertanyapun, Giok Hui Yan cukup memaklumi alasan perbuatan Tan Leng Ko yang tidak ingin kuda mereka dikenali. Terutama oleh Khu Han Beng yang setiap saat bisa muncul di toko buku Gu-suko.

Walau kurang mengerti sebabnya, Giok Hui Yan dapat melihat bahwa Tan Leng Ko mempunyai rasa segan terhadap bocah itu. Ia tidak ingin banyak bertanya soal ini, toh tiap orang berhak mempunyai urusan pribadi masing masing. Apalagi, mereka juga menghargai haknya dan tidak usil dengan urusan pribadinya. Mereka melangkah perlahan menyusuri pinggiran pertokoan, jalanan didepan rumah makan Se Chuan Koan semakin penuh dengan orang persilatan yang berkeliaran. Melihat keramaian ini, tanpa terasa dahi Tan Leng Ko berkerenyit "Ada apa?" tanya Giok Hui Yan dengan heran.

Tan Leng Ko menghela napas, kemudian katanya, "Kebanyakkan orang persilatan mempunyai watak ingin menang sendiri. Dua orang saja sudah cukup untuk memulai suatu pertarungan, apalagi dalam jumlah sebanyak ini"

Sembari tertawa kecil, Giok Hui Yan menjawab, "Yaa, urusan lain mungkin mereka kurang paham, jika disuruh mencari gara gara, tanggung mereka ahli!" Dengan menatap tajam, Tan Leng Ko berkata perlahan, "Kuharap kau dapat menahan diri dan tidak menimbulkan keributan" Baru Giok Hui Yan mau menjawab.

Tiba tiba terdengar, "Bruaakkk!!!" sesosok tubuh menjebol pagar tingkat atas rumah makan Se Chuan Koan, melayang turun dengan kepala lebih dahulu. Bagaikan hujan, titik titik kental berwarna merah bertebaran kemana mana. Usus bewarna putih, panjang melingkar terkuak dari perut orang tersebut yang robek menganga. Suara tengkorak kepala pecah menghantam jalanan yang keras, menimbulkan kepanikkan banyak orang yang segera kabur menghindar jauh. Sebuah kereta kuda yang sedang berjalanpun mau tidak mau ikut berhenti.

Satu orang berbaju hitam yang berambut ikal panjang tidak ikut menyingkir. Dia berdiri tegak disebelah mayat orang itu, dengan rambut ikalnya yang menjadi lurus dibasahi cipratan darah. Matanya memancar kilat kemarahan, memandang ke lantai atas rumah makan Se Chuan Koan yang tiba tiba menjadi sunyi. Jalanan yang tadi ramai sekarang menjadi lengang. Orang ramai berdesakkan dipinggir jalan ingin menonton kejadian yang bakal menyusul.

"Kau yang turun atau aku yang naik keatas?" geramnya perlahan.

Terdengar suara lantang tertawa mengejek dari lantai atas, "Apa kau tidak berani naik kesini?"

Lidah sibaju hitam bergerak menjilati darah yang menetes, "Aku tidak ingin membunuh orang satu lebih banyak" ujarnya dingin. Kelihatan sekali, ia berusaha menahan diri. Sorot matanya berubah dari kemarahan, sejenak menjadi sedih, kemudian perlahan tapi pasti berganti dengan rona kebuasan yang timbul diwajahnya yang keriputan.

Dari lantai atas, seseorang berbahu lebar memegang kapak yang berlamuran darah melenting turun. Wajahnya buruk rupa, lucunya ketika ia menyeringai, nampak deretan giginya yang putih dan bagus sekali. "Apakah kau mempunyai kemampuan untuk membunuhku?"

Goresan Disehelai DaunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang