"Benar! Akulah Giok Si yang bernasib malang!"
Otot dirahang Tan Leng Ko bergerak-gerak, matanya memancarkan sinar kegusaran. Belum pernah ia semarah ini! Hatinya selain marah juga menyesal bukan main. Tidak seharusnya nama gadis ini dibuat permainan olehnya. Karena perbuatannya, gadis ini menanggung penderitaan hebat!
Walau ia tahu Pek Kian Si bukan jenis manusia baik-baik, tapi Tan Leng Ko benar-benar tidak menyangka wataknya bisa sekejam ini. Percuma orang she Pek itu menggunakan gelar pendekar!
Tan Leng Ko bersumpah dalam hatinya. Kelak jika ia bertemu dengan Pek Kian Si bukan hanya telinga dan jari tangannya yang ia ingin tebas, bahkan bagian menonjol yang membedakan kelamin pria dan wanita, ingin ia tebas putus!
"Yaa, tidak seharusnya aku melibatkan kau dalam urusanku. Aku tahu permintaan maaf saja tidak akan cukup, apa yang kau inginkan dariku?" tanya Tan Leng Ko setelah menghela napas. Tangisan Giok Si perlahan mulai mereda, ujarnya dengan sedih: "Kondisiku sekarang tidak memungkinkan aku untuk bekerja. aku pun telah diusir dari tempat kerjaku yang sekaligus tempat tinggalku. Selain tidak punya sanak keluarga juga tidak punya rumah, aku juga tidak memiliki banyak uang"
Mengingat nasibnya yang buruk, Giok Si kembali mengeluarkan air mata: "Nasibku menjadi begini gara-gara kamu. Justru hal ini yang ingin kutanya padamu. apa yang ingin kau lakukan"
Tan Leng Ko tertegun.
Benar yang diucapkan gadis itu, nasibnya menjadi begitu gara-gara dia. Tidak mungkin dirinya mengelak tanggung jawab, hanya dia sendiri juga bingung harus berbuat apa. Dengan ragu Tan Leng Ko berujar: "Aku tahu harus bertanggung jawab, sayangnya aku sendiripun tidak tahu apa yang harus kulakukan"
Giok Si menghentikan tangisnya, kemudian berkata hambar: "Kau bunuh saja diriku"
Berdesir hati Tan Leng Ko mendengarnya, cepat ia menukas: "Tidak mungkin aku melakukan itu. Kau tidak perlu mati, yang salah adalah diriku bukan dirimu"
Dengan pandangan nanar, Giok Si menatap Tan Leng Ko, ujarnya perlahan: "Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk menyambung hidup"
Tan Leng Ko termenung sejenak, kemudian katanya dengan lembut: "Jika kau mau, kau sebaiknya tinggal disini dulu"
"Sungguhkah perkataanmu?"
"Yaa, sedikitnya, kau harus mengijinkan aku berbuat sesuatu untukmu"
Melihat Giok Si seperti menerima permintaannya, diam-diam Tan Leng Ko menarik napas, dia menyadari bahunya telah menanggung sebuah beban yang berat. Tanpa banyak bicara ia segera membayar ongkos kepada pemikul tandu yang kemudian segera berlalu dari situ.
Sambil memandang gadis itu sekejap, dengan malu-malu Tan Leng Ko memperkenalkan diri: "Aku she Tan, bernama Leng Ko" Giok Si mengangguk sambil tertawa halus. Sungguh cepat perubahan perasaan gadis itu. Tangisnya memilukan, suara tertawanya juga renyah, enak didengar. Tidak tahu apa yang mesti ia perbuat kepada gadis itu, dengan ragu Tan Leng Ko berkata: "Aku sedang sarapan pagi. apakah kau sudah makan?"
"Aku menemanimu makan saja" ujar Giok Si dengan lembut.
Bertahun-tahun bekerja di rumah pelacuran Lampiun Merah, tentu tidak sedikit pengalaman Giok Si bermasyarakat, khususnya cara menghadapi kaum pria. Dia tahu kebanyakkan kaum pria lebih menyukai kelembutan, terutama kelembutan dari seorang wanita. Beriringan mereka berjalan menuju ruang makan.
"Jika kau coba bubur ayam Hong Naynay, kujamin kau akan ketagihan"
Giok Si menolak secara halus. Sambil meracik, menambah serat daging ayam di mangkuk Tan Leng Ko ia berkata: "Aku yakin tentu enak, hanya aku sarapan pagi biasanya sekitar jam tujuh. Sekarang terlalu siang untuk sarapan, juga terlalu pagi untuk makan siang"
Tertawa juga Tan Leng Ko mendengar ucapan itu, katanya sambil menyuap buburnya: "Apa yang biasa kau makan?"
"Aku gemar sarapan buah-buahan. Segala macam buah aku suka"
"Hanya buah? Kau tidak memakan yang lain?"
Sambil tertawa halus Giok Si berkata: "Bertahun-tahun aku terbiasa sarapan hanya dengan buah-buahan. sukar bagiku untuk memakan yang lain"
Tan Leng Ko mengangguk. "Yaa, ucapanmu tidak salah. aku pun sarapan hanya dengan bubur ayam. Suatu kebiasaan yang sukar kurubah"
"Trang!!!" Giok Si terkejut melihat mangkuk penuh bubur yang dipegang Tan Leng Ko jatuh ke lantai, isinya tumpah bertebaran kemana-mana!
Dengan pandangan heran, ia menatap Tan Leng Ko yang terlihat termangu dengan wajah pucat. Dengan tegang, mendadak Tan Leng Ko bertanya: "Jika setiap pagi kau mempunyai kebiasaan menyantap lima butir telur..."
Mendengar pertanyaan yang lucu, tidak tahan Giok Si tertawa, "Aku tidak akan memakan hanya empat butir. Akupun tidak mau memakan enam butir telur" jawabnya halus.
"Kenapa?" desak Tan Leng Ko.
Giok si mengangkat bahu "Entah. Seperti yang kau katakan barusan, sukar untuk merubah sebuah kebiasaan"
"Dan kebiasaan orang yang tidak pintar, jarang sekali tiba-tiba pintar?" tanya Tan Leng Ko dengan bodoh.
"Benar!" jawab Giok Si yang semakin heran.
Tanpa mempedulikan Giok Si yang bengong melihat kelakuannya yang aneh, Tan Leng Ko bergegas menujur ruang kerja Bos. Hampir ia menabrak patung kayu Julaihut atau patung Buddha tersenyum yang cukup besar, yang terletak di sebelah rak lemari buku. Dengan kasar, Tan Leng Ko meraih buku jurnal kerja, menarik sebuah kursi, duduk dan membalik-balik beberapa halaman.
Setelah yakin dengan apa yang dibacanya, Tan Leng Ko termenung. Cukup lama ia mengenal Lo Tong, belum pernah sekalipun ia melihatnya memakan telur rebus. Suatu kebiasaan yang dipunyai oleh locianpwee itu, kebiasaan yang tidak dimiliki oleh Lo Tong. Begitu bangun tidur, yang merupakan sarapan orang tua itu adalah arak, sedikitnya lima cangkir!
Benar jadwal cuti Lo Tong berdekatan dengan kejadian pencurian kitab, tapi paling lama ia hanya mengambil cuti sebulan. Tidak peduli bagaimana hebatnya kepandaiannya, perjalanan ke Kun Lun San terlampau jauh, sedikitnya memerlukan tiga bulan untuk pulang pergi. Bukankah ketika malam penyerbuan, Khu Han Beng pernah mengatakan dia berlatih sedari pagi dengan gurunya diatas bukit sedangkan Lo Tong jelas berada di Lok Yang Piaukiok. Bocah itu juga bilang jika tidak terpaksa dia dilarang menunjukkan kepandaiannya, mirip dengan ucapan Lo Tong yang merasa belum saatnya ia turun tangan ketika terjadi penyerbuan. Seperti Khu Han Beng, Lo Tong juga terikat oleh larangan itu. Caranya membotaki Paman Su bertiga terlalu kasar, terlampau iseng dan tidak pintar. Cara yang lebih mirip orang mabuk ketimbang cara kerja locianpwee itu yang ia kenal sangat licik dan cerdik.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan Disehelai Daun
Mistero / ThrillerSetelah terdiam sejenak, ia melanjutkan, "Ilmu yang sedang kulatih bernama Bu Kek Kang Sinkang, ilmu ke tujuhpuluh tiga yang diciptakan Tatmo Couwsu." Pek Bin Siansu terkesima, dari kecil ia tinggal di Shaolin. Dia yakin betul Tatmo Caouwsu, pendiri...