Misteri Sehelai Daun

350 3 0
                                    

Setelah terdiam sejenak, Goan Kim berkata "Coba kau gunakan Kim Kong Ci menghajar tembok itu". Jarak tembok dari Biksu Pek Bin berdiri sekitar lima belas kaki. Dengan mengerahkan tenaga sembilan bagian, ia melentikkan jari telunjuknya. Terdengar suara keras disertai sebuah lobang sebesar jari sedalam tiga inci. Goan Kim tersenyum, "Nampaknya cukup banyak kau mendapat kemajuan". 

"Berkat restu Uwa Guru" jawab Biksu Pek Bin merendah.

"Coba kau serang pohon diluar tembok sana" sambil menunjuk pohon yang dimaksudkan. Biksu Pek Bin menatap pohon yang lebih dari tiga puluh kaki dari dia berdiri. "Terlampau jauh, Uwa Guru. Teecu belum mampu".

Terdengar suara lirih mendesir ketika Goan Kim menggerakkan jarinya, pohon tersebut seperti ditabrak gajah, bergoyang dengan kencang. Suara berdecak kagum dari barisan Lo Han Tin mengagumi kehebatan tetua mereka. "Di mata kalian kepandaian ini sudah hebat, padahal bukan terhebat". 

Ratusan mata menatap Goan Kim dengan heran. "Kebanyakan daya serang bersifat lurus atau menyebar hingga mencapai sasaran yang terlihat atau bagian yang tidak kuat terlindungi ". ujar Goan Kim perlahan. 

"Dapatkah kau melubangi tembok bagian luar yang tidak terlihat yang dilindungi dengan enam kaki tebal tembok itu sendiri?"

 "Tidak dapat".

Goan Kim mengangguk, "Daya serangmu harus meliuk, berubah dari daya lurus dan harus mempunyai sisa tenaga yang cukup untuk menghancurkan". 

Setelah berpikir sejenak, Goan Kim melanjutkan,"Orang yang telah menyelamatkan sutemu, jelas memetik daun ini dari pekarangan luar, kemudian melemparnya melampaui puluhan kaki dengan ruangan yang berbelok belok dan mempunyai cukup sisa tenaga untuk menahan daya luncur dan menotok jalan darah sutemu".

Ucapan Goan Kim agak sulit dipercaya Biksu Pek Bin. Dia tahu betul jarak pekarangan luar hingga ruang pertemuan mencapai lebih dari seratus kaki dengan kelak kelok yang rumit. Tapi teringat olehnya, dari getah yang menetes keluar, daun siong itu memang seperti baru saja dipetik, bahkan masih mengeluarkan getaran aneh yang menyebabkan tangannya kesemutan ketika memegangnya.

"Siapapun dia, apapun maksudnya, kita wajib berterima kasih atas upayanya yang telah menyelamatan Mo tian sutit". Suara Goan Kim menyadarkan Biksu Pek Bin dari renungannya. "Sutit berharap dapat menyampaikan terima kasih malam ini kepadanya". 

"Hari keseratus jatuh pada hari ini?" tanya Goan Kim memastikan. Biksu Pek Bin mengangguk. "Coba kau perlihatkan padaku lembaran kedua" pinta Goan Kim setelah berpikir sejenak. Biksu Pek Bin mengeluarkan kotak berisi lembaran daun yang mempunyai symbol dipermukaannya. Tiga bulan lebih ia mencoba menafsirkan arti simbol itu....Mirip huruf sansekerta tapi ia tidak mengenalnya.

Goan Kim menatap daun itu lama sekali. Terdengar tarikan nafasnya yang panjang. "Sungguh sempurna kepandaian orang ini" gumamnya perlahan. 

"maksud Uwa Guru?" Goan Kim menggerakkan tangannya, seperti sulap sehelai daun segar dari pohon siong berjarak puluhan kaki, terpetik dan melayang ketangannya. Dengan perlahan, Goan Kim mengukir jari tangannya diatas daun segar tersebut mengikuti bentuk simbol itu. Dengan hasil, persis sama. Rasa kagum muncul dihati Biksu Pek Bin atas kemampuan Uwa Gurunya. Berbareng dihati kecil timbul rasa kuatir. Apa Uwa Gurunya yang melakukan pencurian besar besaran ini? Sungguh sukar dipercaya! Goan Kim tersenyum seperti dapat membaca renungan hati sutitnya.

 "Jangan kuatir, bukan aku yang melakukan pencurian itu" Merah muka Biksu Pek Bin mendengar ucapan Uwa Gurunya. 

"Aku hanya mampu menulis simbol ini diatas daun yang masih segar" tutur Goan Kim Guru besar menjelaskan. 

"Daun kering mudah tersepih hancur, aku masih belum mempunyai kemampuan untuk menulis diatas daun kering tanpa menganggu keutuhan daun". Hati Goan Kim berdesir, daun segar yang baru ditulisnya, jika mengering sedikit banyak akan ikut mengubah bentuk dan ukuran simbol tulisannya. Dari simbol yang licin dan rata, jelas si pencuri ini menulis diatas daun yang memang sudah kering!

Goresan Disehelai DaunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang