Khu Han Beng mengangguk. Kemudian melangkah menuju kamarnya. Tan Leng Ko memandang kepergian bocah itu sambil menggigit bibirnya. Hatinya pedih. Ia dapat merasakan betapa bocah itu menyalahkan dirinya sendiri yang tidak berbuat sesuatu untuk mencegah bencana yang menimpa Lok yang Piaukok. Apakah suatu faktor kebetulan, Khu Han Beng diajak berlatih semenjak pagi oleh suhunya, atau...? "Tidak boleh kupikirkan sekarang, banyak yang harus kukerjakan" gumamnya sambil mengayunkan langkah, melakukan rutinitasnya.
Malam semakin dingin, bulan sudah bersembunyi dibalik bukit. Kentongan berbunyi dua kali ketika Tan Leng Ko selesai dengan tugasnya. Heran juga ia, Giok Hui Yan tidak kelihatan batang hidungya. Tak terasa Tan Leng Ko berjalan mengarah kamar gadis itu yang bersebelahan dengan kamar-kamar Kapten Su- bertiga. Baru sepuluh langkah kaki, ia memasukki lorong jalan didepan deretan kamar kamar tamu, ia telah dicegat oleh paman Su.
"Jika kau berniat menemui Nona Kedua, baiknya besok saja" kata paman Su dengan nada tidak senang.
"Tak kusangka, paman Su belum tidur" kata Tan Leng Ko sambil tertawa.
"Cara ketawamu bisa mengagetkan orang mati, apakah kau memang sengaja hendak membangunkan orang tidur?" ujar paman Su kesal. Tan Leng Ko tersenyum, dia tidak marah diomeli paman Su. Pertarungan sengit tadi membuat mereka semua letih sekali. Bukannya berisitirahat, paman Su malah berjaga di depan pintu kamar Giok Hui Yan.
Tan Leng Ko yakin, dua Kapten lainnya tentu sedang menjagai jendela di belakang kamar. Mereka tidak berani lengah. Meleng sedikit, Nona kedua mereka yang cerdik tentu bakal lari kabur! Betul Giok Hui Yan berniat pulang, tapi bukan berarti ia mau dipaksa pulang. Sedikit banyak Tan Leng Ko sekarang dapat meraba watak gadis itu.
"Yaa, sebaiknya aku pergi tidur. Nikmat rasanya berselimut, dimalam sedingin ini. Semoga paman Su dapat tidur dengan nyenyak" bisiknya pelan. Paman Su mendengus, dia seperti merasa sindiran Tan Leng Ko.
Tan Leng Ko meninggalkan Kapten Su sambil diam-diam tertawa dalam hati. Keluar dari lorong jalan, Tan Leng Ko agak kaget juga melihat Khu Han Beng berdiri dikejauhan. Jari tangan bocah itu didekatkan ke bibirnya, kemudian memberi isarat tangan agar Tan Leng Ko mengikutinya. Mereka berjalan biasa menuju kehalaman belakang.
"Letihkah kau toako?" tanyanya.
"Maksudmu?"
Khu Han Beng memusatkan perhatiannya. Setelah yakin tiada orang, tubuhnya melayang melompati pagar tembok. Mau tak mau Tan Leng Ko berdecak kagum. Kaki bocah itu tidak terlihat menekuk, tubuhnya melayang keatas begitu saja seperti diterbangkan angin melintasi pagar tembok yang tinggi dalam sekali lompat, sedangkan dia harus menggunakan pantulan dari jejak kaki dipinggir tembok dua kali, sebelum hinggap diatas pagar. Khu Han Beng melambai untuk mengikutinya. Tan Leng Ko mengerahkan ginkang melompat, kemudian berlari menuju lapangan rumput dibelakang sana. Begitu ia tiba, Khu Han Beng tidak membuang waktu, langsung berkata: "Jurus kedelapan dari Ouw Yang Ci To...
Khu Han Beng menguras ingatannya, menyebut lisan jurus demi jurus. Baru Tan Leng Ko maklum maksud pertanyaan bocah itu. Besok Khu Han Beng sudah harus pergi, tidak banyak waktu yang tersisa baginya untuk memberi ajaran Ouw Yang Ci To. Toh masih menyempatkan diri untuk dirinya. Benar-benar bocah ini sangat kasih padanya.
"Berapa banyak yang dapat kau ingat, toako?" tanya Khu Han Beng mendadak.
Tan Leng Ko menyengir. Pikirannya melayang kemana-mana, hingga tidak terlalu memperhatikan. Ia mencoba mengulang, "Jurus kedelapan dari Ouw Yang Ci To..." Kemudian terdiam, tidak dapat meneruskan. Dengan sabar Khu Han Beng menanti kelanjutan ucapan Tan-toakonya. "Hanya perkataan itu saja yang kuingat" ujar Tan Leng Ko agak jengah.
Khu Han Beng menghela napas, setelah termenung sebentar, ia mematahkan sebatang ranting seraya berkata: "Mungkin sebaiknya kuperagakan seperti kita melatih jurus ketujuh" Lalu secara kaku tapi jelas perlahan, Khu Han Beng mengayunkan sisa ranting ditangannya. Terenyuh juga hati Tan Leng Ko melihat keseriusan bocah itu yang begitu memperhatikan kepentingannya. Walau badannya masih letih dan sakit bukan main dari pertarungan tadi, ia tidak mau mengecewakan Khu Han Beng, terpaksa Tan Leng Ko memusatkan perhatiannya. Sekali-kali Khu Han Beng berhenti, melafalkan bait kata-kata yang melukiskan posisi tubuh, tangan dan langkah kaki. Begitu timbul pengertian, ia bergerak sesuai dengan apa yang digumamnya. Khu Han Beng mengulang gerakkannya sebanyak tiga kali, yang kemudian ditiru oleh Tan Leng Ko.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan Disehelai Daun
Mystery / ThrillerSetelah terdiam sejenak, ia melanjutkan, "Ilmu yang sedang kulatih bernama Bu Kek Kang Sinkang, ilmu ke tujuhpuluh tiga yang diciptakan Tatmo Couwsu." Pek Bin Siansu terkesima, dari kecil ia tinggal di Shaolin. Dia yakin betul Tatmo Caouwsu, pendiri...