Perayaan Sian Liong Kang

247 7 1
                                    

Sudah beberapa hari lamanya Biksu Mo Tian dan Khu Han Beng menempuh perjalanan. Biksu Mo Tian beranggapan daya tubuh Khu Han Beng tidak sekuat dirinya, maka boleh dibilang perjalanan mereka tidak cepat. Hari menjelang sore, pada saat mereka memasuki sebuah dusun kecil. Dahi Biksu Mo Tian berkerut ketika ia mendapati semua warung makan tutup, tidak ada yang buka. Selain itu juga ia rasakan kesunyian yang luar biasa, seperti mendadak dusun kecil ini ditinggalkan oleh penghuninya. Setelah kuda mereka menikung ke kanan, di deretan ketiga sebelah kanan, mereka melihat seorang nenek tua yang duduk di kursi goyang di depan rumah gubuknya. Menurut keterangan nenek tua tersebut, hari ini sedang diadakan perlombaaan kayuh perahu yang dihiasi sedemikian rupa hingga berbentuk seekor naga. Perlombaan itu diadakan untuk menghormati Sian Liong Kang, dewa naga penunggu sungai yang dipercayai sebagai pemberi berkah sekaligus pemberi petaka bagi penduduk yang tinggal di bentaran sungai. Perayaan yang dilakukan setiap setahun sekali oleh penduduk setempat, tentu saja mengundang banyak pengunjung. Tidak heran dusun ini terasa sepi sekali.

Khu Han Beng menatap lekat-lekat, seperti tertarik terhadap nenek tua tersebut. Cukup lama percakapan antara nenek tua itu dengan Biksu Mo Tian, tapi tidak sekalipun bocah itu melihat nenek tua itu berkedip. Mata nenek tua itu juga nampak janggal. Selain berwarna kelabu keputihan, juga terlihat mati, tidak mengandung suatu perasaan. Sangat bertolak belakang dengan nada suaranya yang ramah.

"Kenapa kau sendiri tidak ikut menyaksikan keramaian?" tanya Khu Han Beng tak tahan.

Mendengar pertanyaan Khu Han Beng, muka Biksu Mo Tian berubah hebat, cepat ia meminta maaf pada nenek tua itu dan menegur murid keponakkannya.

Nenek tua tersebut mengeluarkan suara tawa kecil seperti menemukan sesuatu hal yang lucu. Katanya kemudian: "Jika kau belum pernah melihat seorang buta, tentu belum pernah menyaksikan perayaan tersebut. Kenapa kau sendiri tidak ikut menyaksikan?"

Seperti menyadari akan satu hal, muka Khu Han Beng sedikit memerah. Dengan kikuk ia bertanya: "Apakah suara keramaian yang lapat-lapat terdengar dari kejauhan itu?"

"Yaa, memang suara itu"

Tiba-tiba nenek tua itu mengisyaratkan Khu Han Beng agar mendekat. Biksu Mo Tian mengerutkan alisnya. Ia tidak begitu mengerti kenapa nenek tua tersebut perlu berbisik kepada murid keponakannya. Ia juga tidak mengerti suara keramaian apa yang mereka maksud sebab ia tidak mendengar suara apapun. Yang lebih ia tidak habis mengerti, ternyata setelah dibisiki wajah Khu Han Beng terlihat lebih bingung dari dirinya.

Setelah pamitan, mereka menghela kuda, Khu Han Beng memimpin jalan menuju ke tepi sungai. Tak tahan Biksu Mo Tian bertanya: "Darimana kau tahu tempat perayaan itu?"

Setelah termenung sejenak Khu Han Beng menjawab: "Bukankah nenek tua itu telah berbisik padaku"

"Jika hanya arah petunjuk jalan, kau tentu tidak terlihat bingung seperti tadi" gumam Biksu Mo Tian.

"Sebab ia juga berkata satu hal yang aku tidak paham" ujar Khu Han Beng perlahan.

"Soal apa?"

"Nenek itu mengatakan ia telah buta dari semenjak kecil dan selama ini dapat hidup berbahagia. Ia ingin aku tidak melupakan hal itu"

Mau tidak mau Biksu Mo Tian ikut bingung, ia juga tidak mengerti maksud nenek tua tersebut.

"Ia berniat baik. Paling tidak, itu sebuah nasehat yang baik sekali" akhirnya ia berkata pelan.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Goresan Disehelai DaunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang