Lo Tong

219 4 0
                                    

Besok paginya, kendati udara mendung dan udara lebih dingin dari biasanya. Jenis udara yang membuat malas bangun dari tidur. Bukan saja dia sudah bangun dan mandi, bahkan sudah mondar mandir kesana kemari mencari Lo Tong. Semalam dia tidur dikamar Khu Han Beng untuk pertama kalinya. Ketika ia membuka mata, untuk pertama kalinya ia merasakan ruangan kamar itu mendadak terasa lebih luas dari biasanya.

Kitab-kitab yang memenuhi rak-rak kamar Khu Han Beng mendadak lenyap. Yang menghilang bukan saja kitab-kitab salinan itu, bahkan Lo Tong juga tidak terlihat batang hidungnya. Ketika Tan Leng Ko bertanya pada kurir penjaga, ia mendapat keterangan bahwa Lo Tong pagi-pagi sekali sudah mengendarai kereta barang katanya sedang melakukan tugas atau pesanan terakhir dari Beng-Sauya untuk memindahkan kitab-kitabnya. Tentu Lo Tong telah menotok urat nadi pulasnya ketika ia tidur sehingga ia tidak menyadari perbuatan orang tua itu. Kuat dugaan Tan Leng Ko, Lo Tong tentu membawa kitab-kitab itu ke toko buku Gu-Suko.

Apakah Lo Tong memindahkan kitab-kitab itu karena ia menolak untuk mempelajarinya atau dikarenakan kamar Khu Han Beng sudah dianggap tidak aman lagi? Tan Leng Ko sedang menimbang apa sebaiknya menunggu Lo Tong pulang atau mencarinya ke toko buku. Sambil merenung ia berjalan menuju ruang makan, mendadak ia dihadang oleh Hong Naynay.

Tan Leng Ko menghela napas panjang. Lo Tong yang ia cari tidak ketemu, yang dia tidak cari malah sedang melotot padanya.

"Jika kau kehilangan arak, aku sudah kapok mencurinya" kata Tan Leng Ko seraya menyengir. Sebetulnya ia baru mau mencuri, dan belum bisa dibilang berhasil tapi malah sudah memetik getahnya. Hong Naynay menggeram dan mulai menggenggam ujung sendok kayunya yang menyorong ke kanan di tali ikat pinggangnya. Melihat perbuatan Hong Naynay, lekas Tan Leng Ko menukas: "Masih berdenyut sakit kepalaku kau pukul kemarin. Aku sudah tidak mau kau pukul lagi. Kali ini aku akan menghindar!"

Hong Naynay melotot sejenak, kemudian katanya dengan tenang: "Kau sudah tidak mau kupukul lagi?"

"Kepalaku berubah bentuk karena sudah terlampau sering kau ketok. Seperti kukatakan barusan, aku sudah tidak mau kau pukul lagi"

Tiba tiba Hong Naynay mengeluarkan pertanyaan yang terdengar janggal: "Yakinkah kau dapat menghindari seranganku?"

"Tentu saja yakin! Memangnya kau menguasai kepandaian tinggi?" tanya Tan Leng Ko heran. Selesai bertanya mendadak raut muka Tan Leng Ko berubah. Hatinya terkesiap. Jika Lo Tong yang bertahun-tahun ia kenal ternyata memilki kepandaian sakti, apakah Hong Naynay seperti Lo Tong? Seekor naga sakti yang bersembunyi?

Tiba tiba Tan Leng Ko memandang Hong Naynay dengan penuh perhatian. Biasanya jarang sekali ia memerhatikan Hong Naynay. Boleh dibilang belum pernah ia memandangnya selama dan seteliti sekarang. Muka Hong Naynay yang cemong asap dapur masih terlihat menakutkan. Rambutnya yang kasar, mengejang kaku terurai ke belakang. Mirip buntut seekor kuda yang diberi tali pengikat. Bajunya yang belepotan, ternoda percikkan minyak dan kotoran makanan tidak terkesan luar biasa. Yang luar biasa adalah sepasang tangannya, bagaikan bumi dan langit menyolok sekali bedanya! Tangannya terlampau bersih, bersih dari segala kotoran dapur bahkan kuku sepuluh jarinya juga dipotong pendek pendek. Tangan Hong Naynay mirip dengan keadaan tangannya.

Sebagai seorang ahli golok, Tan Leng Ko juga mempunyai kebiasaan itu! Kebiasaan bertahun tahun yang hanya dimiliki seorang ahli golok yang menghormati dan tidak mau mengotori senjatanya. Kebiasaan yang juga dipunyai seorang ahli pedang yang tidak membiarkan kuku jarinya menghalangi gerakkan mencabut senjatanya. Apakah Hong Naynay seorang ahli pedang? Hong Naynay mendengus, perlahan tangannya menggeser menjauhi sendok kayunya.

Kemudian membalikkan tubuh meninggalkan Tan Leng Ko.

"Kenapa kau batal memukulku?" seru Tan Leng Ko tanpa ia sadari.

Goresan Disehelai DaunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang