Jendela-jendela mengirimkan cahaya mentari pagi. Dalam rasa kantuk, kubuka mata lalu beranjak duduk teramat gelisah tidak menemukan William di sisiku. Mataku menyipit mengamati sekitar, mencari William.
Sejenak aku teralihkan pada apa yang dilihat. Tiap kali menoleh ke arah jendela manapun, akan selalu dimanjakan pemandangan lembah dan tebing. Benar-benar menakjubkan.
Kemana dirinya pergi?
Begitu merapikan diri dengan mengaitkan kembali bra, aku menyibakkan selimut yang pasti William bawa dari kamar sebelum menelusuri pondok. Tapi keberadaan William tak terdeteksi.
Memilih keluar pondok, kuhirup udara segar di teras berlantai kayu ketika melihat kemunculan William. Terbalut pakaian olahraga yang menutupi sebagian besar tubuhnya, dia tampak baru selesai lari pagi.
Aku tersenyum hangat, melipatkan kedua tangan di depan dada sementara jemariku mengelus bagian lengan. Begitu menikmati pemandangannya. Ditemani panorama pedesaan dalam sudut tiga ratus enam puluh derajat, aku merasa seperti memasuki negeri dongeng.
Bahkan—pangeranku sedang menghampiriku sekarang.
Tak sabar menyambutnya, aku melangkahkan kaki sembari menyugar rambut yang jelas akan percuma. Rambutku pasti masih berantakan, tetapi masa bodoh. William pernah melihatku dalam keadaan paling buruk.
Beginilah keuntungan memulai jalinan ikatan dari persahabatan. Aku tidak perlu repot menjadi orang lain, membiarkan semuanya berlangsung apa adanya.
Kami bertemu di bawah anak tangga. Senyumannya selebar senyumanku. Binar matanya memancarkan kegembiraan yang sama seperti yang kurasakan.
"Hei," sapanya.
Kuamati wajah William yang berkeringat. "Hei. Apakah kau tidak tersesat lari pagi di tempat yang asing?"
"Aku tidak pergi terlalu jauh." Berkacak pinggang, dia menghirup udara dalam tarikan panjang dan melirik sekeliling dengan takjub. "Sekarang, aku tahu kenapa kalian semua suka melarikan diri."
Mengerti maksudnya, aku mengedikkan bahu. "Aku tidak melarikan diri kemari."
William mengangguk-angguk. Setetes keringat mengalir di sisi wajahnya.
Kembali menangkap tatapanku, dia terkekeh geli di tengah napasnya yang tersenggal. "Tentunya, Vegas pilihan yang terbaik. Karena jika kau melarikan diri kemari, aku takkan bisa menemukanmu."
Menahan tawa, aku melingkarkan tangan ke pinggangnya. Meminimalisir jarak kami. Menyukai aroma tubuh William yang bercampur keringat. "Apakah kau tidak kedinginan?"
William memberiku ciuman selamat pagi. "Bayarannya cukup sepadan. Sejauh mata memandang, semuanya terlihat mengesankan."
"Mau jalan-jalan mengelilingi desa ini?" tanyaku di permukaan bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
William Hilton - Hot Player [Complete]
RomanceWILLIAM HILTON - HOT PLAYER - THE HIGH ROLLER SERIES #2 Hidupku dikelilingi wanita. Selalu. Bagiku. Hidup adalah kesenangan tanpa penyesalan meksi jauh dari kata sempurna. Selalu. Bagiku. Wanita memiliki satu warna sempurna untuk menerima dan member...