T w o

75.5K 3.4K 705
                                    

Berulang kali, aku menyentakkan kepala menjauhi uluran tangan yang melesat lebih cepat dari ular

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berulang kali, aku menyentakkan kepala menjauhi uluran tangan yang melesat lebih cepat dari ular. "Sudah kukatakan. Aku tidak apa-apa."

Es terbungkus handuk ditempelkan di pelipisku, dimana luka lebam paling berdenyut nyeri. Masih menutup mulut, dia menekan cukup keras dan membuatku mengerang kesakitan. "Astaga! Kau selalu terlalu bergairah padaku, Gloria!"

Sudah lebih dari tiga puluh menit aku diseret ke kantor di lantai 23 saat anak buahnya yang tak lain anak buahku, menemukanku di butik depan gedung.

Aku langsung disambut dengan kotak p3k, es, dan handuk. Seperti biasa terpaksa diobati wanita ini. Namanya Gloria, sekretarisku. Atau panggil saja dia pengasuh yang kusebut sebelumnya.

Gloria tipe wanita tak suka banyak bicara, selalu menghadapiku dengan tindakan daripada ucapan. Mulutnya hanya diciptakan untuk membicarakan pekerjaan.

Begitu selesai, dia mengambil setelan jas yang tergantung rapi lalu mengulurkannya. "Kau bisa mengobati sendiri luka di tubuhmu selagi membasuh diri. Ada sekitar tiga ribu lebih kamar mandi di gedung ini. Silahkan memilih."

Aku menahan tawa, terhibur akan ucapannya. Lebih tertarik sesuatu di meja, aku mengambil tortilla snack dan tidak dengan setelan jas itu.

Sebenarnya, aku tidak memiliki kantor disini. Hanya sebuah penthouse di lantai teratas yang kumiliki, ditambah akses tanpa batas ke seluruh pintu yang ada. Mungkin itu maksud Gloria.

Aku cukup terkesan dia menyiapkan setelan jas cadangan di kantornya. Bukan berarti aku pernah menidurinya sehingga harus berganti pakaian. Dia diluar hitungan dari daftar wanita-yang-ingin-kutiduri.

Ingin tahu kenapa? Semua orang akan mengerti saat melihat kami berinteraksi.

Alih-alih tahu diriku yang bermalas-malasan, Gloria kembali menyimpan setelan jas. Blouse berlengan panjang yang dipadukan rok pensil sebetis tampak begitu profesional ketika dia melangkah menuju meja kerja, mengambil berkas.

Sementara suara tegasnya memenuhi ruangan dan menjabarkan semacam pekerjaan yang mesti kulakukan, aku merebahkan diri ke sofa, menikmati snack sembari berselonjoran kaki ke meja rendah.

"Sarah sudah mengirimkan datanya. Pertemuan kali ini akan terlaksanakan di gedung McKinley. Kau harus cepat pergi karena sudah terlambat."

Menyaksikan Gloria duduk di tepi meja dengan menyilangkan kaki yang berakhir dengan sepatu flat anggun, aku menyeringai tipis menggodanya. "Kau luar biasa seksi dengan pakaian itu, Gloria."

Dia mengabaikanku, tahu betul harus menghadapiku bagaimana. Menoleh ke seberang ruangan, dia berkata datar pada seseorang. "Beritahu dia kenapa kau berada disini, Trevor."

Sial! Padahal aku berhasil mengabaikannya. Tanpa ingin menatapnya, aku menggeram kesal. "Pergilah, Trevor. Jangan bertingkah seolah aku atasanmu."

William Hilton - Hot Player [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang