T w e n t y O n e

28.2K 2.3K 554
                                    

Tepat saat bawahannya melepaskan penyumbat mulut dariku, aku berdesis penuh kekecewaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tepat saat bawahannya melepaskan penyumbat mulut dariku, aku berdesis penuh kekecewaan. "Ternyata kau tak jauh berbeda dengan mereka. Terlalu dramatis."

Sorot mataku menajam pada Oliver Maxwell. Seringai tipis penuh ejekan tersungging dari bibirku. "Tak mesti beradegan seolah ingin menculikku. Atau berlagak ingin membunuhku. Jika pada akhirnya, kau hanya ingin berbicara empat mata."

Terkekeh rendah, aku kembali mencemoohnya. "Berbicaralah dengan jantan dan gagah, Mr. Maxwell."

Oliver Maxwell tak bereaksi, tetap bergeming menatapku sementara kedua bawahannya menggertak.

Salah satunya mengeluarkan lighter dan satunya lagi mengambil langkah mendekat sembari berkata, "Perlu kau ketahui bahwa kami bukan aktor. Tuan memang memberi perintah untuk membawamu sebelum membakarmu hidup-hidup."

Ancaman itu cukup berhasil. Terlebih di kala lighternya dinyalakan.

Aku sedikit meronta, menjauhi api yang nyaris mengenai pakaian basahku yang terkena bensin. Namun, Oliver Maxwell merebut lighternya. Memerintah kedua bawahan itu dalam kebisuan.

Mereka mengangguk patuh. Setelah membawakan kursi dari luar, kami pun ditinggal berdua. Oliver Maxwell duduk tepat di seberangku. Melipatkan kakinya sembari memainkan lighter.

Menyalakan api sebelum dimatikan.

Mematikan api sebelum dinyalakan.

Terus menerus sehingga kesunyian mencekam memenuhi ruangan.

Tak sudi mengalah pada kondisi, kutatap Oliver Maxwell tanpa berkedip. Begitu juga sebaliknya bahkan tatapannya luar biasa mengintimidasi. Auranya mencekam, terasa mencekik.

Sial. Dia berbeda dengan Oliver Maxwell yang mengajariku memerah sapi tadi sore. Dan secepat itulah dia berubah.

Hal yang baru kutahu sekarang.

Kutelan ludah susah payah. Mencoba memecah kesunyian yang kubenci. Suaraku berupa bisikan serak. "Apa maksud semua ini?"

Tak ada jawaban. Tetap sunyi.

Sungguh aku bukan bajingan polos yang belum pernah menghadapi bajingan seperti Oliver Maxwell. Berkamuflase dan manipulatif. Itu tak jadi masalah. Orang berkuasa memang seperti itu.

Yang jadi masalah, ketika segala hal mulai terpampang ke permukaan, dia masih saja bungkam. Mempermainkan arusnya untuk menguasai sesuatu yang sebenarnya sudah dikuasainya.

Persetan. Jengkel terhadap apapun yang dilakukannya tanpa kejelasan, aku menghardiknya. "Berbicaralah, Sialan! Itu pun jika kau bukan seorang pengecut yang bersembunyi dari balik kekuasaanmu!"

Akhirnya. Oliver Maxwell angkat bicara. Dingin dan mengancam. "Ya. Sudah waktunya kita berbicara." Diberikannya senyuman pongah. "Ingat aturan dasarnya? Kita bisa membicarakan apapun karena berada di luar Greenhouse sekarang."

William Hilton - Hot Player [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang