Ternyata aku memang beruntung.
Bukan karena koin Hilton yang telah kumiliki melainkan karena kerja kerasku. Aku lebih memercayai keyakinan daripada takhayul, dan aku begitu yakin dalam kurun waktu empat tahun lagi, acara pembukaan gedung Black World bisa terlaksanakan.
Dalam master plannya, Black World terdiri dari empat gedung pencakar langit yang akan digunakan sesuai kebutuhannya, diberi nama cukup sederhana seperti urutan abjad.
Gedung A untuk perkantoran. Gedung B untuk perbelanjaan beserta hiburan. Gedung C untuk perhotelan. Gedung D untuk hunian—apartemen atau penthouse.
Andai berjalan lancar, seluruh pembangunannya memerlukan waktu sekitar kurun waktu empat sampai lima tahun. Tapi aku berencana mempercepat pembukaannya setelah tiga gedung terselesaikan.
Selain karena ketertarikan dari perusahaan-perusahaan swasta yang ingin menghuni gedung perkantoran, perusahaan retail dan perusahaan merk ternama pun sudah bersedia meramaikan bahkan kudapati laporan dari bagian pemasaran tentang minat para penggerak industri hiburan yang berbondong-bondong ingin mewarnai Black World.
Akhirnya. Dunia mulai menyorotiku.
Sedikit demi sedikit gedung Fontainebleau yang berhantu itu terlupakan, digantikan oleh keberadaan gedung Black World yang diakui Manhattanisasi terbaru kota Las Vegas.
Begitu mengantongi banyak kesepakatan bisnis yang menguntungkan, aku pun memutuskan mengambil penerbangan untuk pulang. Rasanya sudah waktunya kembali, dan aku berniat memamerkan hasil kerja keras pada Braden, Michael, dan John.
Terlebih—jujur saja, aku begitu merindukan Las Vegas setelah bepergian selama empat belas hari. Merindukan mereka yang kutinggalkan, terutama seorang wanita yang selalu menghantuiku setiap malam.
Tidak. Dia pun menghantuiku saat terjaga di siang hari.
Meski dalam gelembung kelelahan fisik, aku tetap tersenyum lebar ketika melihat tulisan welcome to Las Vegas di bandara McCarran dari balik kacamata hitam. Kutarik koper, menuruni eskalator sebelum menemukan seseorang yang sudah menunggu.
"Mr. Hilton," sambutnya.
"Soren—" Senyumanku merekah, lebih lebar dan semakin lebar. "Mana pesananku?"
Diulurkannya sebuah kunci mobil. Dia tersenyum kaku. "Aku bersumpah tidak mengemudikannya. Mereka yang langsung mengirimkannya kemari."
Aku mengangguk, senang menerimanya. Soren menawarkan diri untuk membawakan koperku, lalu kami pun keluar bandara bersama. Tepat saat melewati pintu keluar, aku tersentak kaget sampai menghentikan langkah. Bisa kulihat tiga mobil sedan yang berjajar, tampak sedang menungguku.
Terbukti saat pria-pria berperawakan kekar yang terbalut setelan serba hitam ala pengawal gedung putih, keluar dari mobil selagi melihat kemunculanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
William Hilton - Hot Player [Complete]
RomanceWILLIAM HILTON - HOT PLAYER - THE HIGH ROLLER SERIES #2 Hidupku dikelilingi wanita. Selalu. Bagiku. Hidup adalah kesenangan tanpa penyesalan meksi jauh dari kata sempurna. Selalu. Bagiku. Wanita memiliki satu warna sempurna untuk menerima dan member...