"Tomato, garlic, onion, leek, cabbage, carrot, broccoli, mushroom, chili. What else? Oh, we need protein." Nina mengabsen belanjaan kami agar nggak ada yang terlewati.
Aku, Nina, dan Marcel, sedang berada di pasar Geylang serai- salah satu pasar tradisional di Singapura. Sebagai anak rantau, sudah sepatutnya kami hidup hemat, benar? Oh, terkecuali untuk Marcel. Aku nggak paham mengapa ia ikut belanja mingguan. Demi Tuhan, Marcel adalah anak konglomerat pemilik perusahaan rokok gudang gula dan juga rumah sakit terbesar di Surabaya! Harta keluarganya nggak akan habis sampai 7 turunan. Aku yakin Nina dan Harry nggak mengetahui hal itu. Kalo mereka sudah tahu, mana mungkin Marcel berani menjadi benalu?
"Come on guys... chop chop kalipok!" Seru Nina di depan sana. Aku sedikit tercengang dengan kegesitan Nina saat berada di pasar.
"Dia ngomong apa, Sel?"
"Katanya cepetan."
Jawaban singkat Marcel kusambut dengan ekspresi cengo. Apa-apaan itu? Kenapa Nina jadi ikut-ikutan Harry? Selama ini ia nggak pernah mengucapkan kata yang sulit kupahami. Namun tampaknya ia akan bertingkah layaknya Singaporean ketika berada di tempat umum.
"Biasa aja dong... itu muka mau dilempar bola biliar?"
Bibirku kontan terkatup rapat. Oh my lord! Haruskah ia menggodaku dengan kata-kata seperti itu? Marcel dan kebiasaan julidnya memang sangat luar biasa. Aku curiga ia memiliki akun fake untuk menyerang selebritis yang sedang viral.
"Nggak! Aku nggak mau dilempar bola biliar. Maunya dilempar bola bowling."
"Hehe.. dikit lagi lucu. Ayo Caca... semangat!"
Sialan Marcel.
"Hey you! Don't talk shit right now! Wah lao eh... why so hot today?!"
Nina kembali meneriaki kami. Ia tampak kesusahan membawa barang belanjaannya. Bukannya aku nggak mau membantu, hanya saja kedua tanganku juga dipenuhi barang-barang milikku. Bahkan aku menitipkannya sebagian pada Marcel hingga laki-laki itu nggak berhenti mendumal.
Kami beristirahat sejenak di depan outlet es kelapa. Hampir 2 jam lamanya kami berputar-putar di pasar- sekedar menemukan harta karun berharga. Dan kami cukup senang karena berhasil menemukan petai dan buah manggis. Rupanya Nina dan Harry sangat menyukai petai. Marcel yang cukup membenci sayuran itu hanya bisa mengomel seperti Emak-emak nyinyir. Sebenarnya aku juga nggak menyukai petai. Namun sebuah ide tiba-tiba terlintas dikepalaku saat melihat wajah keruh Marcel.
Aku memutuskan untuk membeli 3 tangkai petai. Marcel sempat protes karena ia tahu kalo aku juga nggak suka petai. Tapi aku sepenuhnya abai. Sekaranglah waktu yang tepat untuk membalaskan dendamku pada Marcel. Lihat saja, cowok itu akan aku buat tersiksa selama 2 hari ke depan.
"Uncle, how much ah?"
"Tak mahal... only 3 dollar 20 sen."
"Eh, cheaper lah... 3 pieces 9 dollar, how?" Tawar Nina.
"Alamak... yeah lah yeah lah."
Nina tersenyum riang setelahnya. Ia sangat pandai menawar harga. "Thanks uncle. 3 pieces ice coconut, dabao!"
"Okay!" Balas si penjual seraya mengacungkan jari jempolnya.
Omong-omong, dabao artinya bungkus. Kata itu cukup sering kudengar hingga akhirnya menempel di otak lemotku. Nathan juga sering mengucapkannya kala kami blusukan mencari tempat makan. Well, sebenarnya aku sedang malas dengan pacar tampanku itu. Bukan karena ia kembali cuek. Hell no! Justru sikapnya berubah total hingga aku merasa kewalahan. Lihatlah, ponselku kembali bergetar untuk kesekian kalinya. Dan aku akan mengabaikannya, lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARS & VENUS (Gara-gara donat)
Teen FictionTeenegers world; apa hubungannya donat yang lezat dengan 3 remaja yang terlibat cinta segitiga? CW! • Markhyuck face claim • Genderswitch • 18+ • Romance • Semi baku • Lokal