Sudden Visit

486 96 14
                                    

"Kalian sengaja mesra-mesraan depan aku?!"

Menghadapi kecemburuan Marcel pada Nathan, dan kecemburuan Nathan pada Marcel, sudah menjadi makanan sehari-hari bagiku. Keduanya sama-sama keras kepala dan sedikit bodoh dalam menempatkan diri. Aku sudah kehabisan cara untuk menolak Marcel karena cowok itu benar-benar nggak peduli dengan penolakanku. Sementara di sisi lain aku harus selalu meyakinkan Jonathan agar pacar tampanku itu nggak salah paham. Mungkin semuanya nggak akan serumit ini kalo Nathan masih sama cueknya seperti dulu.

Tapi apa boleh buat? Percuma mulutku mengomel sampai berbusa, karena di antara mereka nggak ada yang mau mengalah. Lagi pula aku cukup menikmati semua ini. I mean, kapan lagi jadi rebutan dua cowok ganteng dan kaya raya? Sialan aku.

"Nggak ada yang mesra-mesraan, Marcel... Ini namanya perhatian." Balasku seraya mengusap lembut sudut bibir Nathan yang belepotan.

"Mending lo abisin itu makanan, dari tadi cuma di aduk-aduk doang. Nggak tau diri banget." Nathan ikut menyahut.

"Eh eh... apanya yang nggak tau diri? Yang bantuin Caca masak siapa, bahlul?! Guoblok."

"Marcel..."

"Apa? Mau belain pacar, iya? Jahat kamu Ca. Nih liat! Tangan Masmu merah-merah gini, perih tau..."

"Jangan salahin Vanessa dong...!! Lo nya aja yang tolol, goreng ayam doang sampe segitunya." Cibir Nathan.

"What?! Goreng ayam doang? Sini tangan kowe tak cemplungin ke minyak panas."

"Ngadi-ngadi nih orang..."

"Bapak kao!! Tuh mulut jangan asal gerak makanya!"

"Heh anjing-"

"Stop!! Bisa diam nggak sih? Kalo mau berantem sana keluar! Jangan di depan makanan!"

Aku memelototi Marcel dan Nathan secara bergantian. Benar-benar melotot hingga rasanya bola mataku akan melompat keluar. Hidungku kembang-kempis, bibirku terkatup rapat, menjelaskan betapa murkanya aku sekarang. Belum sempat tanganku melayangkan pukulan di kepala Marcel dan Nathan, suara bel tiba-tiba terdengar dan mengambil alih keadaan. Marcel segera bangkit dari posisinya. Aku tahu kalo ia hanya sedang beralibi. Lagaknya saja ingin menyambut tamu, padahal ia hanya ingin kabur dari amukanku.

"Sayang, maaf. Jangan serem-serem banget..." Nathan mencicit kecil ditelingaku.

"Padahal aku selalu ingatin kamu untuk nggak terpengaruh sama tingkah Marcel. Omonganku kamu anggap apa sih, Yang??"

Bagaimana mungkin aku nggak kesal saat ucapanku nggak pernah didengarkan? Bukan sekali dua kali aku berkata pada Nathan agar nggak menggubris kelakuan minus Marcel. Tapi perkataanku hanya dianggap angin lalu. Hearing without listening. Masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Sial.

"Iya maaf... lain kali nggak lagi deh..." Melasnya.

"Maaf maaf terus, ntar lagi juga diulangin... nih, potong lidah aku kalo kamu benar-benar nggak terpengaruh sama Marcel." Aku menyahut ucapan Nathan lalu menjulurkan lidahku.

"Apaan potong lidah, enak aja." Padahal aku hanya berucap asal, tapi Nathan selalu menganggapnya serius.

"Emang kenapa kalo lidahku di potong?" Balasku main-main.

"Serius kamu tanya itu? Sini aku bisikin." Tubuhku kontan bergerak miring agar telingaku lebih dekat dengan wajah Jonathan.

"Kalo lidah kamu di potong, aku bisa gila Ven..."

"Kok gitu?" Aku menyahut bingung pernyataan Nathan. Siapa pula yang nggak bingung dengan kalimat rancu itu?

"Karna lidah kamu jago bikin aku merem-melek. Ahh... jadi pengen, abis ini nyepong ya?"

MARS & VENUS (Gara-gara donat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang