Nina's Party

518 87 9
                                    

Mars 🍉

"Sel, aku takut..."

Vanessa menatapku nanar, bibir ranumnya melengkung ke bawah- pertanda kalo ia sedang gelisah. Ia juga mengamit lenganku cukup kuat hingga aku harus menggigit bibir untuk melampiaskan rasa perih akibat cengkramannya. Aku tahu Vanessa belum pernah ke club malam. Gadis itu terbiasa menghabiskan waktu di dalam kamar sambil menggambar. Lantas ketika berada di tempat ramai nan berisik seperti sekarang, jelas membuatnya gugup bukan kepalang. Ia merasa seperti seseorang yang terdampar di dunia antah-berantah.

"Ada aku! Aku nggak akan ninggalin kamu kok."

Suaraku agak meninggi agar Vanessa bisa mendengarnya. Debuman musik di club malam selalu memekakkan telinga. Aku sangat jarang mengunjungi tempat seperti ini karena aku nggak menyukai suasananya. Bau alkohol di mana-mana, belum lagi mataku harus tercemar melihat cewek-cewek berpakaian minim. Setidaknya terhitung tiga kali aku datang ke tempat seperti ini. Pertama saat ulang tahun Harry, kedua ulang tahun Amber. Dan sekarang Nina juga ikut-ikutan merayakan hari jadinya di tempat yang serupa.

"Janji ya??" Mata bulat Vanessa berkaca-kaca. Aku terlalu gemas hingga nggak bisa menahan diri untuk mengecup pucuk hidungnya. Vanessa sempat menegang, namun setelahnya aku mendapat cubitan keras dipinggangku yang berharga.

"Dek Caca... Jangan kdrt sekarang dong..." Melasku.

"Siapa yang mulai duluan?!" Oh gosh, wajah sok galaknya itu justru membuatku semakin gemas.

"Iya iya maaf... mending kita temuin Nina sekarang, biar bisa pulang cepat."

"Emangnya nggak apa-apa kalo kita pulang sebelum acara selesai?"

Boleh, lah! Aturan dari mana tamu undangan nggak boleh pulang sebelum acara berakhir? Vanessa ini memang agak lain, ada tolol-tololnya. Sialan aku.

"Boleh Sayang... gitu aja pake nanya." Balasku. Vanessa mendengus kesal seraya memutar bola matanya. Gadis itu, makin hari makin kurang ajar saja.

"Ya udah, ayo cari Nina..."

Ia tanpa ragu menarik tanganku membelah lautan manusia yang sedang asik meliuk-liuk di lantai dansa. Aku sigap mengambil posisi dibelakangnya- melindungi gadis pujaanku itu dari tangan-tangan nakal yang mencoba melecehkannya. Nggak ada yang boleh menyentuh Vanessaku seujung jari pun, okay?

"Apa sih peluk-peluk?!" Vanessa menyikut perutku agar menjauh darinya.

"Bahaya Ca... Dari pada kamu di sentuh-sentuh orang asing mending gini kan? Lebih aman." Kilahku. Nggak ada yang bisa mengalahkan kemampuan cowok Leo perihal making excuse, benar?

"Lindungin sih lindungin, tapi nggak pake cium-cium juga kali..."

Tawa renyahku kontan meledak. Well, aku memang curi-curi kesempatan mengecup pundaknya yang terbuka. Ya Tuhan, aku sangat berharap Vanessa segera putus dari Jonathan karena aku sudah nggak tahan untuk memilikinya. Vanessa adalah gadis yang selama ini kuidam-idamkan. Perasaanku padanya sudah cukup dalam. Nggak ada kesempatan untuk mundur, aku harus maju sampai titik darah penghabisan.

"Kamu wangi banget soalnya... hehe." Sahutku cengengesan lalu kembali menjatuhkan shower kiss dipundaknya.

"Marcel! Kamu- ihh... Mama..."

Demi Tuhan, Vanessa sangat cantik. Aku sempat khawatir orang-orang akan menggodanya, namun siapa sangka kalo akulah yang tergoda? Ia sudah cantik dari dulu, aku sadar itu. Hanya saja kecantikannya saat ini membuatku hilang kendali. Nggak pernah terpikirkan Vanessa dua tahun lalu bisa berubah banyak seperti sekarang. Dulu aku selalu memandangnya sebagai adik perempuan yang harus dilindungi. Kala itu ia sangat imut dan tingkahnya nggak beda jauh dengan adikku, Marsha.

MARS & VENUS (Gara-gara donat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang