Abu-abu

511 97 8
                                    

Mars 🍉

"Aku tunggu di luar."

Vanessa berbalik pergi tanpa menoleh padaku lagi. Padahal aku berharap Vanessa mengamuk dan mempermalukan Jonathan. Setidaknya bajingan sialan itu harus hancur sehancur-hancurnya, okay? Enak saja dia pura-pura nggak kenal Vanessa dan bertingkah jadi pacar yang baik di depan Rachel. Aku bersumpah akan menghajar Jonathan kalo dia masih berani mendekati Vanessa setelah hari ini.

"Dia marah?" Rachel berseru bingung.

"Ya, dia marah." Jujurku.

"Kenapa? Jangan bilang karna aku bawa-bawa nama Amber. Ya ampun... pacar kamu cemburuan banget..."

Gadis itu terkikik geli. Kalo aku mengatakan yang sebenarnya, apa Rachel masih bisa memasang ekspresi mengejek seperti saat ini? Aku yakin tidak.

"Amber sama sekali nggak berarti apa-apa sampai Vanessa bisa marah besar. Kalo kamu pengen tau, kenapa nggak tanya aja sama pacar anjing kamu itu?!"

Dua orang didepanku memasang ekspresi yang berbeda. Yang satu tampak bingung, sedangkan yang satunya tampak murka. Dia pikir aku takut? Aku sudah mengalah selama ini. Aku pikir Jonathan benar-benar sudah putus dari Rachel karena begitulah ucapannya tempo hari. Dasar bajingan rakus. Like Father like son, bisa-bisanya Jonathan mengikuti jejak Ayah-nya yang hidup dengan dua wanita.

"Maksud kamu?"

"Rachel, ayo balik." Jonathan mencoba mengambil alih keadaan. See? Dia hanya pengecut ulung.

"Bilang sama cowok anjing ini-"

"Jo!"

Kalimatku terputus kala Jonathan menepis kasar tanganku. Well, entah bisikan dari mana sampai aku berani menunjuk-nunjuk wajah Jonathan saat berbicara dengan Rachel. Aku sama sekali nggak gentar. Mataku memaku manik kelam Jonathan- memberi tahu kalo bendera perang baru saja kukibarkan.

"Jauhi Vanessa. She. Is. Mine. And you, don't deserve her!" Kata-kataku begitu menusuk. Aku bisa menangkap raut nggak rela di wajah keruh Jonathan. Jadi setelah semua ini, bajingan sialan itu masih bertekat untuk mendapatkan Vanessa kembali? Goddamn it!

"Jo? Tolong jelasin ke aku... Mars! Kalian ngomongin apa sih?!" Rachel sama sekali terabaikan. Baik aku mau pun Jonathan sama-sama nggak mau mengalah.

"Jangan ikut campur." Jonathan berucap rendah dan aku nggak bisa menahan mulutku untuk meloloskan tawa mengejek.

Tebakanku sepenuhnya benar. Jonathan sama sekali nggak berniat untuk melepaskan Vanessa. Dari mana datangnya kepercayaan diri itu? Sialan Jontahan. Apa dia pikir Vanessa masih mau menerimanya? Aku sangat ingin memamerkan kedekatanku dengan Vanessa. Jonathan harus sadar diri. Dia nggak sehebat itu sampai mampu mengacaukan hidup Vanessa, okay? Lagi pula cinta Vanessa sudah terbagi kepadaku, lalu apanya yang harus dipertahankan?

"Rachel, bilangin ke cowok anjing ini... jangan ganggu Vanessa lagi. Gitu doang, permisi." Aku segera berlalu dari hadapan Rachel dan Jonathan.

Langkahku sangat besar dan terburu-buru. Aku tiba-tiba teringat pada Vanessa. Gadis itu sedang sendirian di luar sana, aku nggak mungkin berlama-lama meladeni si bajingan Jonathan dan kekasih nomor duanya. Pupilku membesar saat menangkap sosok yang sedang kucari. Vanessa berdiri di pinggir trotoar sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tubuh gadis itu bergetar hebat- menandakan bahwa dia sangat jauh dari kata baik. Jujur saja aku sangat senang karena akhirnya Vanessa mengetahui kebusukan Jonathan. Tapi demi Tuhan, aku nggak pernah ingin melihatnya seperti sekarang.

"Caca... hei." Aku menarik tubuh Vanessa masuk kepelukanku.

"Nathan- Na- Nathan... dia..."

"Caca tenang! Caca... liat aku, inhale... exhale..."

MARS & VENUS (Gara-gara donat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang