Calon Suami Your Ass!

567 101 14
                                    

"Papa!"

Langkahku memelan kala sosok paruh baya di depan sana menyadari kedatangan putri cantiknya. Perasaan malu tiba-tiba menyeruak saat mata bulatku mengedar di sekitar. Bisa-bisanya aku bertingkah norak di depan orang-orang asing. Sial. Jarum jam yang melingkar di pergelangan tanganku masih menunjukkan angka 05.11 waktu setempat. Aku hanya memiliki waktu kurang dari 10 menit sebelum Papa bergegas melewati petugas pemeriksaan bandara. Rasanya aku ingin memaki manusia yang sudah memaksa Papaku berangkat pagi-pagi buta.

"Onde mande... anak gadih sia ko?"

Mengabaikan pertanyaan retorika Papa, aku segera menubruk tubuh kekarnya lalu membenamkan wajah bantalku di dada bidang pria paruh baya itu. Meski sudah berkepala 5, namun tubuh Papa masih sama gagahnya seperti dulu.

"Sudah Papa bilang nggak usah datang... kasian Marcel mukanya masih ngantuk..." Ucap Papa seraya membalas pelukanku.

"Nggak apa-apa, Om. Saya sudah biasa bangun jam segini."

Licin sekali mulut Marcel berucap dusta. Aku terkikik geli memandang wajah sayu cowok itu. Sedikitnya aku merasa nggak enak karena merepotkan Marcel, tapi semalam Marcel sudah berjanji akan menemaniku ke bandara, jadi aku bangun lebih awal untuk menagih janji manisnya. Bersyukur pintu kamarnya nggak terkunci, sehingga aku nggak perlu menciptakan early morning drama.

"Kamu ini, sudah Om bilang jangan terlalu kaku begitu. Kayak sama siapa saja..."

Hatiku nyeri mendapati sikap ramah Papa pada Marcel. Kalo Nathan melihat ini, ia pasti akan sakit hati. Tapi aku nggak bisa berbuat apa-apa karena sejak awal hubunganku dan Nathan nggak pernah mendapat persetujuan. Masih untung Papa nggak memaksa kami putus.

"Iya, Om. Maaf. Marcel cuma belum terbiasa..." Marcel berkata sembari menggaruk tengkuknya yang nggak gatal. Ia pasti merasa canggung.

"Adiknya Kevin sudah besar ya, Pak?"

Seseorang menginterupsi obrolan kecil Papa dan Marcel. Papa berbalik tanpa melepaskan pelukannya ditubuhku. Dua orang pria sepantaran Papa berdiri nggak jauh dari posisi kami. Keduanya tersenyum ramah padaku dan aku membalas senyuman mereka nggak kalah ramah.

"Mana ada, masih bayi ini..." Sahut Papaku main-main. Aku melayangkan satu cubitan di perut Papa hingga ia meringis kesakitan setelahnya. Enak saja mengataiku bayi.

"Pak Andrew ada-ada saja. Anaknya sudah besar masih dianggap bayi. Nggak kasian sama calon mantu?" Celetuk Bapak-bapak berjaket biru.

Aku sedikit menegang mendengar ucapan Bapak itu. Andai saja mereka tahu kalo Papaku nggak pernah menyukai topik pembicaraan seputar hubungan percintaan anak gadisnya. Sial.

"Calon mantu yang mana?!" Papa membalas ketus celetukan rekannya.

"Loh? Itu si Mas-nya siapa?"

Papa reflek menoleh ke samping mengikuti arah pandang rekannya, dan menemukan sosok Marcel sedang berdiri malu-malu. Sialan Marcel.

"Oh! Iya, Marcel sini..." Marcel maju beberapa langkah lalu berhenti tepat disampingku.

"Lupa saya... haha... kenalin, Marcel Radhitya Pradipto, pewaris tunggal HR Group, calon mantu saya."

"Papa..." Ya Tuhan, aku sangat malu. Sebenarnya aku bisa saja menepis ucapan Papa, tapi aku nggak mau membuat Papaku malu di depan rekan-rekannya.

"Marcel, Om. Tunangannya Vanessa." Bukannya meluruskan, Marcel justru ikut mengambil peran dalam sandiwara Papa. Aku nggak bisa berkata-kata lagi.

"Benar kamu cucunya Haryono? Wahh... saya nggak nyangka bisa ketemu kamu. Padahal saya berencana mendekatkan putra saya dengan anak gadis Pak Andrew. Tapi karna saingannya kamu, saya mundur."

MARS & VENUS (Gara-gara donat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang