Empat

72 12 1
                                    

"Selamat sore, Pak!" Suster menyapa begitu memasuki ruangan, mengalihkan tatapan pasien. Lelaki paruh baya itu mengulas senyuman.

"Sore suster," jawabnya, lalu mengernyitkan kening melihat adanya sosok lain yang berdiri di belakang si perawat.

Seseorang dengan penampilan sangar, di mana beberapa bagian tubuhnya terdapat tato besar yang sangat nampak oleh mata.

"Ohya, Pak Hadi. Ada yang ingin bertemu dengan Anda," ucap suster membuat mata Jeff mendelik.

"Siapa dia?"

"Bukankah Pak Hadi bertanya-tanya siapa yang menolong Anda, kan?"

Suster menoleh ke belakang di mana Jeff dengan kikuk dan sungkan.

"Masnya inilah yang telah membawa Pak Hadi ke rumah sakit ini semalam," jelas Suster selanjutnya sembari mengulas senyuman.

Hadinata tampak terkejut. Jadi yang menolong dan membawanya ke rumah sakit adalah pemuda tatoan itu. Sungguh, Hadinata tak menyangka jika masih ada pemuda baik yang sigap menolongnya. Jika tidak ... entahlah. Mungkin Hadinata tak lagi bisa melihat indahnya dunia.

Hadinata melebarkan senyumannya. "Terima kasih karena kamu tah menolongku anak muda. Kemarilah," pinta lelaki paruh baya itu.

Jeff yang kebingungan, menoleh pada suster meminta persetujuan. Jeff sadar diri siapa dirinya. Dari penampilan saja pasti orang lain sudah berpikir negatif tentangnya. Hal itu pula yang membuat Jeff enggan menunjukkan sisi baiknya du hadapan orang lain karena sebaik apapun perilakunya, orang lain akan menilainya berbeda. Dan karena alasan itu pula, Jeff masa bodoh dengan orang lain. Tak peduli dengan penilaian ataupun komentar buruk yang ditujukan untuknya. Yang penting, dia masih bisa menolong banyak orang yang membutuhkan, sudah cukup membuat Jeff bersyukur bisa diberikan kesempatan hidup di dunia yang kejam dan penuh lika liku.

Suster memberikan anggukan kepala, seolah mengatakan bahwa Jeff sebaiknya memang mendekat dan berbicara dengan Hadinata. Niat suster yang akan memeriksa pasiennya ini pun harus diurungkan dan dia jeda demi bisa memberikan kesempatan bagi Hadinata mengucap kata terima kasih pada pemuda sangar yang Jeff tahu sebenarnya adalah orang baik.

Jeff melangkah mendekati ranjang. Sedikit menarik ujung bibirnya untuk tersenyum meski samar.

"Siapa namamu anak muda?" Hadinata bertanya.

"Saya ... nama saya Jefri. Tapi biasa dipanggil Jeff."

"Nama Om Hadinata. Kamu bisa memanggilnya Om Hadi. Jeff, terima kasih karena kamu telah menolong Om."

"Apa yang saya lakukan ini memang sudah menjadi tanggung jawab saya untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Oh ya, Om. Eum ... saya ke sini karena ingin mengembalikan kunci mobil Om Hadi yang semalam terbawa oleh saya. Maaf," ucap Jeff seraya merogoh saku celananya dan meletakkan kunci mobil milik Hadinata di atas nakas samping ranjang.

"Kenapa kamu harus minta maaf, Jeff. Harusnya Om yang mengucap banyak-banyak terima kasih padamu. Bahkan kamu juga sudah mau repot-repot kembali ke sini demi mengembalikan kunci mobil saya."

"Bagaimana kabar Om?"

"Alhamdulillah saya sudah jauh lebih baik."

"Sebaiknya jika Om sedang tidak sehat, jangan membawa mobil sendirian karena hal itu akan sangat membahayakan diri Om. Kebetulan sekali saya sedang ada di jalan yang sama dengan Om waktu itu. Jadi saya bisa segera memberikan pertolongan pertama."

"Iya, Jeff. Om kecapekan sebenarnya. Om sungguh sangat bersyukur karena bisa dipertemukan denganmu." Hadinata mencoba meraih dompet yang ada di dalam laci nakas. Sigap Jeff membantu meraih benda persegi berwarna hitam lalu menyerahkan pada Hadinata.

Pria paruh baya itu membukanya dan mengambil sebuah kartu nama yang disodorkan pada Jeff.

"Jeff, Om tidak tahu harus mengucap terima kasih denganmu dengan cara apa. Ini adalah kartu nama Om. Kamu bisa temui Om atau menghubungi Om jika sedang membutuhkan bantuan atau mungkin Jeff membutuhkan pekerjaan."

Tangan Jeff terulur menerima kartu nama dan membacanya. Rupanya tebakan Jeff benar jika Hadinata adalah orang kaya. Meski demikian tak ada sama sekali niat Jeff untuk memanfaatkan atau ingin berbuat jahat pada pria itu. Preman adalah julukannya. Namun, Jeff adalah preman berperasaan yang tidak akan mau membuat orang lain sengsara jika tidak membuat masalah dengannya.

"Baik, Om. Terima kasih. Saya harus pergi sekarang. Semoga Om Hadi segera sembuh."

Jeff tak bisa berlama-lama di sini karena ada banyak hal yang harus dia lakukan. Berpamitan juga pada suster yang bersiap melakukan pemeriksaan pada pasien.

•••

Malam ini Jeff selesai menghitung semua uang setoran dari para anak buahnya. Uang yang didapat dari setoran keamanan para pedagang kaki lima pinggir jalan, pedagang sayur, hasil ngamen para anak jalanan dan masih banyak yang lainnya. Yang pasti bukan dari hasil merampok atau tindak kejahatan yang lainnya. Jeff selalu mewanti-wanti pada semua anak buah yang ada di bawah naungannya untuk tidak melakukan perbuatan di luar dari batas kemanusiaan. Jika sampai ada yang berurusan dengan kepolisian sebab tindak kejahatan, maka Jeff tak akan segan untuk memberikan hukuman dengan tidak mau menebus atau membantu.

Semua kebutuhan para anak buahnya juga Jeff yang mencukupinya. Jadi, pria itu tak hanya mau mengambil semua setoran karena ada juga yang menjadi bagian mereka masing-masing.

Duduk di kursi malas dengan sebatang rokok terselip di bibir. Pria itu menikmati malamnya tidak seorang diri karena di markas ini ada banyak anak buahnya yang berkumpul. Jeff biarkan saja mereka menenggak minuman karas, asalkan tidak membuat onar dan keributan di tengah malam. Jeff masih ada rasa sungkan pada masyarakat sekitar juga pemuka agama yang memberikan mereka ijin tinggal mendirikan markas di kawasan sekitar mereka. Jadi, jangan sampai mereka diusir dan tak lagi ada tempat tinggal. Karena markas ini juga digunakan sebagai tempat berteduh bagi mereka yang bergelar tuna wisma.

Asap mengepul di udara berasal dari rokok yang masih menyala. Jeff tengah berpikir panjang akan jalan hidup serta masa depan semua orang. Salah satunya adalah Adinda. Salah satu anak asuh yang kini sedang menderita sakit dan memerlukan banyak biaya. Sebenarnya, sebagian biaya perawatan Adinda sudah ditanggung oleh pemerintah atas bantuan erte setempat. Namun, masih saja untuk melakukan operasi itu membutuhkan banyak biaya. Mampukah Jeff terus bergantung pada pendapatan dan penghasilan dari jalanan?

Hasil taruhan yang biasa dia dapat lumayan juga jumlahnya. Hanya saja tak melulu Jeff melakukan itu semua dan menerima tantangan dari para musuh bebuyutan. Paling tidak Jeff harus pandai-pandai memilih lawan karena keselamatan dan keberadaannya di sini lebih penting dari apapun juga. Banyak orang yang juga membutuhkan kehadirannya sehingga Jeff mulai berpikir bahwa tidak mungkin selamanya dia akan menjadi preman jalanan mengingat usia pun semakin bertambah setiap harinya.


JEFF DAN ALICIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang