Sepuluh

46 9 0
                                    

"Baik dokter. Saya akan ke rumah sakit sore nanti begitu pulang bekerja," ucap Jeff, setelahnya dia mengakhiri panggilan teleponnya.

Saat ini pria itu sedang berada di dekat tangga darurat, menerima panggilan telepon dari dokter yang menangani Adinda.

Jeff mengusap wajahnya gelisah. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

Gajian kurang satu minggu lagi dan ini merupakan gaji pertamanya setelah tiga minggu bekerja. Namun, mendadak dokter mengabarkan jika Adinda sudah siap untuk dioperasi karena telah mendapat pendonor ginjal yang sesuai. Mana mungkin Jeff mengulur waktu jika saat ini adalah waktu yang sejak lama sudah dia nantikan.

Di tengah kekalutan sebenarnya pria itu ingin sekali meminta bantuan pada Hadinata. Tapi tidak dia lakukan. Mengecek kembali sisa uang tabungannya melakui mobile banking, dan ternyata masih kurang banyak jika dipakai sampai nanti biaya pasca operasi.

Karena permasalahan itupula yang menyebabkannya Jeff kurang konsentrasi dalam bekerja. Banyak melamun karena pikirannya sedang penuh ke mana dia akan mencari biaya. Mungkin dengan menerima tawaran taruhan balap liar lagi akan dia lakukan. Siapa tahu hasilnya bisa menambah isi uang tabungannya.

"Jeff!" Panggil Hadinata yang siang ini baru saja sampai di kantornya.

Namun, tak ada sahutan dari pria bertato itu. Sampai Hadinata harus mengulang kembali panggilannya.

"Jefri!"

Lelaki yang baru saja dusebut namanya tersentak kaget, refleks menolehkan kepalanya. Lebih terkejut lagi ketika mendapati keberadaan Hadinata yang berdiri di belakang tubuhnya.

"Pak Hadi," ucap Jeff lirih.

Hadinata menelisik wajah Jeff yang lain dari biasanya. "Jeff, ikut saya ke ruangan."

Jeff mengernyitkan keningnya. "Ada apa ya, Pak?"

Semenjak dirinya bekerja di kantor ini, jarang-jarang Jeff bertemu dengan Hadinata di kantor. Pasalnya atasannya itu sangatlah sibuk jika Jeff lihat. Dia pun tidak mendapat perlakuan spesial dan mungkin itu semua Hadinata lakukan karena tidak ingin ada karyawan lain yang iri dengannya.

"Hanya ingin ngobrol sebentar denganmu," jawab Hadinata yang menimbulkan tanda tanya bagi seorang Jefri Natanael.

"Tapi saya masih ada pekerjaan, Pak."

"Tinggalkan saja sebentar. Ayo!"

Tak lagi bisa Jeff membantah. Mengekori Hadinata setelah sebelumnya ia sisihkan alat kebersihan yang tadi dia gunakan.

Sejujurnya, dalam benak Jeff saat ini banyak sekali tersimpan tanya. Khususnya mengenai kinerjanya selama hampir satu bulan bekerja.

Apakah Hadinata puas dengan perkejaan yang dia lakukan? Atau justru sebaliknya?

Ah, entahlah. Jeff tetap berjalan di belakang si pemilik perusahaan. Hadinata sendiri tak ada kata yang dikeluarkan dan hanya fokus berjalan menuju ruang kerjanya.

Peter yang memiliki ruang kerja yang tak jauh dari ruangan Hadinata, menganggukkan kepala ketika sang atasan melewatinya. Namun, asisten pribadi Hadinata tersebut terkejut melihat ada Jeff bersama atasannya. Karena Hadinata tidak meminta padanya agar ikut masuk ke dalam ruangan, maka Peter kembali duduk di kursi kerjanya.

Hadinata membuka pintu ruang kerjanya lebih lebar. Memberikan akses pada Jeff agar bisa masuk ke dalam. "Masuk, Jeff."

"Baik, Pak."

Hadinata melangkah masuk begitu Jeff sudah ada di dalam ruang kerjanya.

"Silahkan duduk!" Titahnya.

Hadinata sendiri sudah duduk di kursi kebesaran miliknya sementara Jeff duduk di hadapannya yang hanya dipisahkan oleh meja kerja.

Jeff masih membungkam mulut tak berani banyak bertanya dan hanya menunggu Hadinata buka suara.

"Jeff, apa kamu sedang ada masalah?" Tebak Hadinata mengawali pembicaraan mereka.

Jujur, Jeff terkejut. Bagaimana Hadinata bisa tahu jika dia tengah dirundung masalah besar seputar Adinda.

"Bagaimana bapak bisa tahu?" Dengan polosnya Jeff bertanya.

Hadinata terkekeh. "Wajahmu itu tak mampu membohongi siapa saja yang melihat."

Jeff meraba wajah dengan kedua telapak tangan. Benarkah sangat kentara terlihat jika dirinya sedang susah. "Iyakah wajah saya ini tampak menyedihkan?"

Lagi-lagi Hadinata hanya mengulas senyuman. Pria itu mencondongkan tubuh ke depan. "Apa yang sedang menjadi kesulitanmu, Jeff? Katakan saja. Bukankah aku pernah mengatakannya padamu. Jika kau sedang membutuhkan bantuan, jangan segan untuk memberitahuku."

Jeff diam untuk sesaat. Lalu helaan napas berat keluar dari sela bibirnya. "Begini, Pak."

Jeff mulai menceritakan seputar Adinda beserta penyakit yang diderita gadis kecil itu. Namun, Jeff tak mengatakan dengan sesungguhnya siapa sebenarnya Adinda. Jeff hanya mengatakan bahwa Adinda adalah adiknya. Ya, memang benar adiknya, meski bukan adik kandung. Adinda hanyalah anak asuh di rumah singgah yang diurus oleh Bunda atas bantuan Jeff.

Hadinata mendengar semua penuturan Jeff, lalu beliau bertanya, "Jadi, berapa banyak biaya yang kamu butuhkan untuk operasi adikmu?"

"Mengenai biaya, uang saya masih kurang sekitar dua puluh lima persennya lagi. Belum ditambah dengan biaya-biaya yang lain pasca Adinda operasi.

"Saya akan membantumu, Jeff. Kau jangan khawatir."

"Begini saja. Saya akan meminjam pada Anda. Nanti saya akan bayar dengan potongan gaji. Bagaimana?"

"Kenapa harus begitu? Saya ikhlas membantumu tanpa harus kamu bayar dengan potongan gaji."

"Tapi saya tidak mau, Pak. Saya tidak ingin memiliki hutang budi pada siapa pun."

"Justru aku berhutang nyawa padamu. Apa kamu lupa, Jeff?"

"Saya sendiri ikhlas menolong Anda, Pak."

"Jeff ... terima bantuanku."

Jeff diam. Sungguh dia tidak ingin menerima dengan cuma-cuma bantuan orang lain.

"Jeff!"

"Saya tidak ingin menerima bantuan Anda secara cuma-cuma."

"Baiklah jika itu yang kamu inginkan, Jeff. Saya ada penawaran lain buatmu."

"Apa itu? Jangan katakan jika bapak ingin menawarkan jabatan CEO pada saya. Karena jujur saya tidak akan mampu. Saya sendiri tahu jika gaji saya sebagai seorang office boy tidak seberapa besar. Tapi Bapak jangan khawatir. Saya tidak keberatan potong gaji dan saya akan tetap bekerja di sini sampai hutang saya lunas nanti. Bagaimana, Pak? Apakah bapak masih ada keinginan untuk membantu saya?"

Perkataan Jeff yang panjang lebar membuat Hadinata tertawa. Tapi setelahnya dia mempunyai ide untuk membantu Jeff tanpa membebani pemuda itu dengan hutang budi.

"Begini saja. Saya ada solusi buat kamu. Saya akan membantu biaya operasi Adinda sampai dia sembuh nanti. Semua biaya saya yang akan menanggung. Dan kamu ... silahkan jika ingin dipotong dari gaji jika menganggap bantuan yang saya berikan adalah sebuah hutang."

"Terima kasih karena Anda sudah mengerti saya."

"Satu lagi. Demi mempercepat pelunasan semua hutang-hutangmu nanti, bagaimana jika saya tawarkan satu pekerjaan lagi untukmu? Tenang saja. Ini bukan lagi untuk menjadi seorang CEO. Tapi sebagai ...."

Hadinata menjeda ucapannya membuat Jeff penasaran saja. "Apa itu, Pak?"

"Sebagai sopir pribadi sekaligus pengawal anak saya. Bagaimana?"

Jeff tengah berpikir akankah dia menerima atau tidak.

Lalu Hadinata kembali melanjutkan. "Tenang saja. Pekerjaan ini tidak berat dan kamu bisa melakukannya di luar dari jam kerjamu di kantor ini. Bagaimana? Satu lagi. Tidak setiap hari juga kamu menjadi sopir pribadi anak saya. Hanya jika sedang membutuhkanmu saja. Bagaimana?"

Ya, tawaran yang bagus dan Jeff pun mengangguk setuju. Demi mendapat uang untuk Adinda. "Baiklah, Pak. Saya terima tawaran Anda."

JEFF DAN ALICIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang