Dua Belas

40 7 0
                                    

"Bagaimana? Sudah kamu beresi semuanya?" Hadinata bertanya pada asisten pribadinya.

Peter menganggukkan kepalanya. "Sudah, Pak. Semua biaya operasi pencangkokan ginjal atas nama Adinda sudah saya selesaikan semuanya. Bahkan sejumlah deposit juga saya tinggalkan jikalau ada biaya tambahan nantinya."

"Bagus. Terima kasih, Peter. Kamu memang bisa aku andalkan. Sayanganya, kamu sudah menikah dan punya anak."

Kening Peter mengernyit. "Apa hubungannya dengan status saya yang sudah menikah, Pak?"

"Andai kamu belum menikah, pasti saya akan menawarkan kamu untuk mau menjadi menantu saya," ucap Hadinata lalu terkekeh.

Peter mengulas senyuman. "Nona Cia sudah pasti menolak saya, Pak. Saya ini bukan tipenya dan terlalu tua juga. Pak Hadi ada-ada saja. Lagipula cinta saya dengan istri saya sudah mendalam dan tak teralihkan."

Mendengarnya, Hadinata tertawa. "Jujur Peter. Aku cemas dan khawatir. Bagaimana jika aku lebih dulu meninggalkan Cia nanti. Siapa yang akan mengurus dan merawatnya. Oleh karena itulah kenapa aku sangat bersyukur dihadirkan seorang Jeff dalam hidupku. Berkat dia juga, aku masih bisa menikmati hidup hingga detik ini. Aku pun masih bisa diberikan kesempatan untuk menjaga anak dan cucuku." Mata Hadinata berkaca-kaca mengatakan itu.

"Saya tahu itu, Pak. Dan saya sendiri salut dengan Jefri yang tidak memanfaatkan semua kesempatan yang telah bapak berikan. Bahkan dia sendiri tidak mau begitu saja menerima bantuan dari bapak."

"Jefri itu sebenarnya baik. Hanya mungkin saja pergaulan dan hidupnya salah selama ini. Sejak remaja sudah terjun ke jalanan. Jadi wajar jika dia menjadi seorang preman. Dan aku berharap dengan semua kesempatan hidup yang lebih layak membuatnya mau pensiun menjadi preman." Hadinata sedikit tahu mengenai seorang Jefri juga berkat Peter. Laporan terkait siapa sesungguhnya sosok Jeff, telah Peter dapatkan meski pun hanya sekilas. Setidaknya Hadinata tahu agat tidak salah langkah mengambil jalan, juga memberikan kepercayaan pada pria itu.

"Semoga saja, Pak. Saya sendiri juga tidak menyangka jika Jefri mau berkorban untuk adik angkatnya yang bernama Adinda."

"Benar kan apa yang aku katakan padamu jika sesungguhnya Jefri adalah orang berhati malaikat. Tak hanya menyelematkanku tapi juga menyelamatkan nyawa orang lain."

Peter tampak berpikir sejenak. "Kenapa Bapak tidak menjodohkan Non Cia dengan Jefri saja? Aduh maaf, Pak, jika saya lancang."

Ucapan Peter yang asal saj justru menarik minta Hadinata.

"Ide yang bagus, Peter. Kenapa aku tidak kepikiran ke arah sana."

"Tapi, Pak. Biasanya untuk mencari jodoh itu bukankah dinilai dari bibit, bebet, dan bobotnya."

"Kamu juga tidak salah. Hanya saja tiga kriteria itu juga tidak cukup, Peter. Yang penting bagiku untuk menjadi suami Cia adalah lelaki yang bertanggung jawab dan sayang dengan Cia. Karena aku tak bisa terlalu lama menjaganya. Kamu tahu sendiri jika penyakitku bisa kambuh kapan saja."

"Bapak jangan seperti itu. Saya yakin Bapak akan panjang umur dan selalu berada di sisi keluarga sampai kelak Pak Hadi memiliki cucu dan cicit."

"Amin. Terima kasih doanya, Peter."

"Sama-sama, Pak."

"Jadi, bagaimana dengan operasi Adinda? Jangan lupa kamu pantau dan berikan aku kabar selanjutnya. Hari ini Jeff tidak datang ke kantor. Semoga saja apa yang sudah aku lakukan tidak sia-sia."

Ya, Hadinata memang telah memberikan yang terbaik untuk Adinda. Tekat untuk menolong adik angkat Jeff memang sudah kuat dan Hadinata harap semua akan berjalan lancar sesuai dengan yang dia harapkan.

"Baik, Pak. Segera akan saya kabari bapak jika saya mendapat informasi terbaru soal Adinda."

"Terima kasih, Peter."

"Sama-sama, Pak. Adalagi yang bapak ingin sampaikan pada saya?"

"Tidak ada. Kamu boleh kembali ke ruangan."

"Baik, Pak. Saya permisi dulu."

Peter beranjak berdiri, membungkukkan badan pamit keluar dari ruang kerja sang atasan.

•••

Di rumah sakit sore harinya. Kelegaan nampak di wajah Jeff juga Bunda. Operasi Adinda berjalan dengan lancar meski pun gadis kecilnya belum siuman. Jeff juga belum diijinkan menemui Adinda hingga sore ini. Namun, mengetahui jika operas Adinda lancar, dia sudah lega.

Yang masih menjadi tanda tanya, benarkah Hadinata yang sudah membereskan semua biaya operasi dan semua perawatan Adinda? Mungkin besok Jeff akan pergi ke kantor lalu menanyakan semua ini pada atasannya itu. Lagi-lagi rasa syukur tak lupa Jeff ucapkan.

"Jeff!"

"Ya, Bunda."

"Karena kita juga belum diijinkan menemui Adinda, Bunda pulang dulu, ya? Kasihan adik-adikmu yang lain di rumah."

"Sebaiknya Bunda pulang saja. Aku yang akan menjaga Adinda di sini."

"Apa kamu yakin tidak apa-apa sendirian di sini?"

Bunda tentulah khawatir meski sebenarnya Jeff sangat bisa diandalkan. Selama ini, ketika Adinda di rawat di rumah sakit, hanya Jeff yang selalu Bunda andal untuk mengurusi setiap keperluan anak itu. Bunda hanya sesekali datang membawakan sesuatu yang Adinda inginkan. Karena beliau sendiri ads banyak anak asuh yang harus dijaga dan dirawat. Di panti yang sekaligus menjadi rumah singgah, tidak hanya Bunda saja sebenarnya yang menjadi pengurusnya. Bunda dibantu oleh dua orang perempuan dan juga dua orang lelaki sebagai pengurus segala macam operasional panti. Sementara Jeff, pria itulah yang menjadi founder atau lebih dikenal sebagai pendiri rumah singgah yang lambat laun karena banyaknya anak ysng ditampung maka menjadi sebuah panti asuhan. Beberapa pendonor tetap juga dijadikan sebagai biaya operasional dalam keseharian mereka. Sementara Jeff tetaplah sebagai penanggung jawab akan semua.

Termasuk Adinda. Sejak beberapa tahun lalu gadis kecil itu terdeteksi dengan penyakit ginjal. Sungguh miris sekali. Mantan anak jalanan yang suka mengamen di perempatan, Jeff pungut lalu dididik oleh Bunda sampai menjadi anak yang baik dan sangat cantik rupanya meski pun nasibnya tak sebaik anak-anak seumurannya.

"Di sini ada banyak perawat yang biasa aku mintai tolong nantinya. Bunda jangan khawatir."

"Baiklah, Jeff. Bunda pamit. Kabari jika ada perkembangan seputar Adinda."

"Baik, Bunda. Hati-hati di jalan."

Sepeninggalan Bunda, Jeff kembali mengusap wajahnya kasar. Dia lega setidaknya operasi itulah yang dapat menyelamatkan Adinda agar dapat menikmati hidup lebih lama lagi di dunia. Dan Jeff berjanji akan selalu ada untuk Adinda. Akan berjuang demi memulihkan Adinda seperti semula. Masa depan Adinda masih panjang. Entah ke mana orang tua kandung gadis itu. Jeff sendiri tidak tahu. Selama ini Bunda dan dia lah yang menjadi wali untuk anak-anak panti.

Pintu ruangan terbuka. Perawat keluar dari dalamnya. Jeff yang melihat gegas bangkit berdiri dengan panik bertanya, "Sus, bagaimana dengan Adinda?"

"Alhamdulillah. Adinda sudah sadar."

Betapa rasa syukur dan juga kebahagiaan yang Jeff tak sanggul ucapkan dengan kata-kata. Perjuangannya juga perjuangan Adinda tidak sia-sia. Adinda selamat dan mampu melalui masa kritisnya.

JEFF DAN ALICIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang