Dua Puluh

34 9 0
                                    

Hadinata mondar mandir di teras rumahnya dengan kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celana. Menunggu kedatangan putrinya yang hari ini melakukan terapi dan untuk kali pertama diantar oleh Jefri. Tentu saja sedikit rasa cemas mengkhawatirkan putrinya yang tak kunjung pulang juga padahal hari sudah menjelang malam.

Setelah menunggu sekian detik tapi tak juga muncul seseorang yang dinantikan, Hadinata kembali masuk ke dalam rumah. Ingin makan malam sendirian juga tak dapat dia lakukan.

Sebaiknya menunggu Cia saja. Begitu batinnya berucap.

Duduk di kursi yang ada di dalam ruang keluarga, Hadinata mulai membuka ponsel ingin menelepon Cia sudah sampai di mana. Apakah masih berada di tempat terapi ataukah sudah dalam perjalanan pulang.

Deru mesin mobil yang terdengar samar di telinga, mengurungkan niat Hadinata yang langsung memasukkan kembali ponsel tersebut ke dalam saku celananya. Gegas beranjak berdiri dan berjalan cepat menuju halaman depan.

Jeff Nathan, pria begitu menghentikan mobil tepat di depan teras gegas keluar dan membuka pintu bagasi untuk mengeluarkan kursi roda milik Cia. Nampak olehnya jika suster berusaha membangunkan gadis itu.

"Nona Cia. Ayo, bangun. Kita sudah sampai di rumah."

Mata Cia mengerjab pelan lalu menelisik keberadaannya di mana sekarang. Rumah mewah dengan lampu yang silau oleh matanya, meyakinkan Cia bahwa memang benar mereka sudah sampai di rumah kembali.

Pintu samping terdengar diketuk dari luar dan itu Jeff yang melakukan. Cia membukanya mendapati Jeff berdiri di sisi mobil. "Mari saya bantu turun Nona!"

Inginnya Cia menolak. Tapi tak ada cara agar dia bisa keluar dan kembali duduk di kursi roda jika tidak Jeff yang membantunya. Sejujurnya, Cia merasa ragu apakah sopir barunya ini tidak bau badan seperti sopir lamanya yang dulu.

Dan yah, Jeff memasukkan sedikit badan sembari menunduk karena tingginya pria itu yang membuat sedikit kesusahan.

Cia pejamkan mata ketika Jeff mengangkat tubuhnya dengan sangat mudah. Aroma parfum yang menguar di indera penciuman Cia, justru membuat gadis itu bertanya-tanya. Kenapa Jeff terendus olehnya sangat wangi. Padahal penampilan pria itu jauh sekali dari kata tapi. Dan bukankah Jeff seharian ini beraktivitas di luaran. Kenapa dia juga tidak bau badan?

Segala macam pertanyaan itu terpaksa Cia telan ketika Jeff telah berhasil mendudukkan dia di atas kursi roda lalu mulai menjauhkan kembali tubuhnya. Digantikan oleh suster yang mengambil alih kursi rodanya sementara Jeff menutup pintu mobil.

"Cia!" Teriakan lantang Hadinata mengulas senyuman di bibir tipis gadis itu.

Jeff tak sengaja melihatnya. Senyuman manis yang sejak pertama jumpa belum ia lihat sama sekali. Sejak tadi Cia terus saja memberenggut dengan berkata ketus padanya. Ternyata jika sedang tersenyum begitu, manis juga.

"Papa!"

"Baru pulang? Kamu pasti capek sayang. Ayo lekas masuk. Suster bawa Cia masuk dan bantu ganti baju. Setelahnya bawa lagi ke ruang makan karena aku ingin makan malam bersamanya."

"Baik, Tuan. Ayo, Nona." Suster meninggalkan Hadinata dengan mendorong kursi roda Cia membawanya masuk ke dalam rumah. Mematuhi apa yang majikannya perintahkan.

Tinggal Jeff dan Hadinata berdua di luar.

"Jeff!"

"Selamat malam Pak Hadi!" Sapa Jeff sopan dengan mengangukkan kepala.

"Masuk dulu, Jeff!" Pinta Hadinata. Namun, rasanya Jeff sangat enghan untuk kembali masuk ke dalam rumah mewah milik Hadinata.

"Eum, ini sudah malam Pak. Sebaiknya saya langsung pulang saja setelah membersihkan mobil Nona Cia."

"Kamu tidak perlu membersihkannya, Jeff. Tugasmu hanya menjadi sopir pribadi yang mengantar Cia ke mana pun dia pergi. Mengenai mobil, aku sudah pekerjakan orang lain untuk membersihkan dan merawatnya."

"Oh, seperti itu. Maaf saya tidak tahu." Sepemahaman Jeff, di mana-mana yang namanya sopir itu ya membersihkan mobil salah satunya. Namun, rupanya jika di rumah ini lain perlakuannya.

"Kamu masukkan saja ke dalam garasi. Setelah itu kamu masuklah ke dalam. Saya tunggu di ruang makan."

"Tapi, Pak!"

Memberi kode dengan tangannya dengan maksud bahwa apa yang dia perintahkan tak boleh ditolak.

Jeff menganggukkan kepala. Hadinata berlalu masuk ke dalam rumah. Sementara itu Jeff kembali memasuki mobil dan membawanya ke dalam garasi di mana tadi saat berangkat dia mengambilnya.

Menimbang-nimbang antara pulang saja atau menurut dengan apa yang Hadianta inginkan. Jeff sungguh bimbang. Dia merasa tidak enak hati jika harus kembali menemui sang majikan. Ketika pria itu berbalik badan hendak mengambil motor besarnya, ternyata seorang wanita yang merupakan salah satu pelayan di rumah ini memanggilnya.

"Bang Jefri!"

Jefri seketika menolehkan kepalanya.

"Bang Jefri dipanggil bapak dan diminta masuk ke dalam."

Jeff bungkam, gugup serta ragu. "Oh, iya. Saya ... Baiklah. Saya akan masuk."

"Mari saya antar."

"Terima kasih."

Langkah kaki Jeff yang tegap menapaki lantai rumah mewah yang sore tadi dia masuki. Namun, bedanya kali ini pelayan tidak berhenti di ruang keluarga dan hanya melaluinya saja. Jeff pun masih setia mengekor semakin masuk ke dalam hingga terlihat oleh netra Jeff keberadaan Hadinata yang duduk di meja makan. Hanya seorang diri. Tak ada Cia bersama pria berumur itu.

"Jefri, duduklah!" Pinta Hadinata ketika melihat kedatangan Jeff bersama pelayannya.

"Terima kasih, Pak."

"Bik, bawakan kopi hangat untuk Jefri."

"Baik, Pak."

Namun, Jeff yang tidak enak hati berucap. "Pak Hadi tidak perlu repot-repot. Saya bisa ngopi nanti di rumah saja."

"Hanya kopi Jeff. Lagipula kita belum pernah ngopi bersama kan?"

Jeff memaksakan senyuman. Melirik di atas meja makan sudah terhidang banyak makanan. Apakah orang kaya selalu seperti ini? Berlimpah ruah makanan meski nantinya tak dimakan semua. Berbanding terbalik dengan kehidupan anak-anak panti juga anak jalanan yang bisa makan nasi bungkus sehari satu kali saja sudah sangat bersyukur.

Lamunan Jeff buyar karena Hadinata melempar tanya padanya. "Bagaimana hari pertama bekerja dengan putri saya? Saya harap kamu betah menghadapi sikap Cia yang kadang sesuka hatinya. Tapi percaya lah Jeff. Sebenarnya Alicia adalah gadis yang baik dan ramah. Hanya saja ... dia sedikit depresi akibat kondisi yang sekarang ini. Pasti kamu tadi terkejut ketika bertemu Cia pertama kalinya."

Dugaan Hadinata tidak salah. Jeff tersenyum sembari menganggukkan kepalanya.

Hadinata kembali berucap. "Saya memang sengaja tidak mengatakan di awal padamu mengenai keadaan Cia. Takutnya kamu menolaknya."

"Kenapa Bapak berkata seperti itu? Apakah saya ini terlihat tulang pilih pilih pekerjaan?"

"Bukan seperti itu, Jeff. Tapi mungkin jika kamu tahu sejak awal jika Cia lumpuh, maka tidak akan menjadi kejutan lagi buatmu, kan?"

"Ah, bapak bisa saja memberikan kejutan untuk saya."

Keduanya terkekeh bersama.

JEFF DAN ALICIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang