Dua Puluh Delapan

34 7 0
                                    

Cia kesal. Gadis itu uring-uringan tidak jelas hanya karena Jeff. Bagaimana mungkin papanya sangat mempercayai pemuda urakan itu. Tak Cia pungkiri jika selama bekerja dengannya Jeff tak pernah berulah dan selalu menjalankan tugasnya dengan baik. Namun, itu belum cukup untuk membuat Cia percaya bahwa seorang Jeff tidak mengincar harta papanya.

Orang-orang seperti Jeff tentu saja sangat mencintai uang. Dan satu hal lagi yang tak bisa Cia lupa begitu saja sebab dia sangat yakin jika sosok lelaki yang malam itu dia jumpai adalah Jeff. Dari postur tubuh juga wajah yang meskipun malam itu remang-remang dan Cia melihatnya dari lantai atas, tetap saja dia bukan orang rabun. Ah, entahlah. Cia tetap harus waspada pada sosok Jeff. Jika papanya dengan mudah diperdaya oleh pria itu, tapi tidak dengannya. Lihat saja jika sampai Jeff berani macam-macam pada keluarganya, dia tak akan tinggal diam.

"Nona!" Panggilan dari perawat mengagetkannya. Sore ini dia memang harus pergi terapi dan entah tak bersemangat begitu tahu bukan Jeff yang mengantarkannya.

"Ya."

"Nona Cia sudah siap?"

"Harus ya, sus, kita berangkat?" Pertanyaan macam apa yang Cia lontarkan.

Suster tersenyum. "Bukankah Nona Cia ingin lekas sembuh lalu dapat berjalan lagi? Jadi kita tetap harus berangkat."

"Baiklah."

Dengan malas Cia membiarkan suster mendorong kursi rodanya. Tak ada semangat sekali terlebih ketika tahu sopir Megan yang akan mengantarkannya.

"Suster bantu aku!" Pintanya pada sang perawat ketika dia akan memasuki mobil.

Pengasuh Cia bukan tidak merasa jika kehadiran Jeff yang hanya sesaat mampu mengubah hidup gadis itu. Buktinya jika sedang bersama Jeff maka Cia akan bersemangat sekali dan juga membiarkan Jeff menggendongnya ketika masuk dan keluar dari mobil seperti ini. Namun, dengan orang lain Cia tak pernah membiarkan hal demikian terjadi.

"Silahkan Nona!" Meski dengan kesusahan pada akhirnya bisa juga Cia masuk ke dalam mobil.

•••

Belum terlalu malam saat Jeff pulang. Peter sangat baik sehingga memberikan dia kesempatan pulang lebih cepat karena mungkin kasihan melihatnya yang sudah bermuka masam dan tampak kelelahan.

Karena sudah lama sekali dia tidak terjun ke jalanan, ada baiknya Jeff mengunjungi para anak jalanan yang biasanya di malam hari mereka masih juga berkeliaran. Entah mengamen atau menjual air mineral di perempatan lampu merah.

Jeff memperhatikan dari kejauhan mereka yang bergerombol sedang mencari nafkah. Jeff tersenyum miris. Bertahun-tahun dia hidup dalam garis kemiskinan sampai akhirnya perlahan keuangannya mulai membaik seiring berjalannya waktu. Bukan murni uang halal yang Jeff terima karena dia sendiri mencarinya dengan banyak macam cara. Kecuali satu. Mencuri atau merampok. Jeff selalu menghindari hal itu. Dia pun selalu mewanti-wanti anak buahnya untuk tidak melakukan hal demikian. Karena meski hasilnya besar tapi sepadan dengan resikonya. Jadi biarlah dia mengumpulkan rupiah demi rupiah toh jika dikumpulkan jumlahnya banyak juga. Lumayan sebagai penopang hidup di kerasnya ibukota.

Jeff membulatkan mata ketika melihat seorang copet berlarian dikejar masa. Dan bisa-bisanya dompet yang telah dicopet dilempar pada salah satu anak jalanan yang tidak tahu apa. Sial! Jeff tak mungkin tinggal diam karena dia tak ingin para anak-anak didiknya mendapat masalah.

Ya, keributan pun muncul. Jeff yang mencoba menolong harus menghadapi masa yang mengira mereka lah yang telah mencuri.

Cia yang saat itu sedang dalam perjalanan dan berhenti di lampu merah, tanpa sengaja melihat keributan itu. Matanya terbelalak melihat Jeff ada di tengah-tengah mereka. Tak hanya mulut tapi juga adu jotos. Samai dia menutup mulutnya takut jika sampai berteriak. Beruntung mobil segera melaju meninggalkan tempat. Hanya saja bayangan Jeff masih terekam jelas di ingatan Cia.

'Dasar preman! Mau serapi apapun tampilanmu, tetap saja kamu adalah preman!' maki Cia dalam hati untuk Jeff. Sungguh gadis itu benar-benar takut andai saja Jeff semakin mempengaruhi papanya dan papanya yang baik itu akan percaya begitu saja sampai rela memberikan harta bendanya.

'Aku harus sembuh. Demi papa!' Cia mencoba menyemangati dirinya sendiri karena hanya dia dan Megan lah keluarga yang masih dimiliki oleh papanya.

'Pa. Aku tidak akan diam saja mengetahui Jeff ada maksud tidak baik dengan Papa.' Cia berperang melawan batinnya.

Sampai di rumah, sang papa menyambut kedatangannya dengan ceria seperti biasanya. Seolah tidak ada yang menjadi beban pikiran. Padahal tanpa papanya tahu jika ada orang sok baik yang sedang mengincar harta mereka.

"Akhirnya pulang juga kamu, sayang. Kenapa ini wajahnya cemberut begitu?" Hadinata yang menyambut kedatangan putrinya, tentu lah bisa menilai dengan hanya melihat raut wajah Alicia.

"Aku hanya capek saja, Pa."

"Ya, sudah istirahat lah. Apa Cia mau makan di kamar saja?"

"Apakah tidak apa-apa jika aku tidak makan bersama papa?"

"Tenang saja. Ada Megan yang menemani Papa. Suster bawa Cia ke kamarnya. Nanti saya akan meminta pelayanan untuk membawakan makanan Cia ke kamar."

"Baik, Tuan."

Suster kembali mendorong kursi roda Cia meninggalkan Hadinata.

"Ada apa dengan anak itu!" Gumamnya lalu pergi ke ruang makan.

•••

Jeff kembali ke markas sudah dengan penampilan berantakan membuat Rembo membelalakkan mata tak percaya. "Bos kenapa?"

Kemeja yang tadi pagi sangat rapi, sekarang sudah kusut sekali.

"Ada masalah kecil tadi," ucap Jeff lalu menjatuhkan tubuhnya di atas kursi. Meluncurlah cerita dari mulut Jeff tentang apa yang baru saja terjadi.

"Oleh sebab itu lah kenapa aku melarang kalian berbuat hal yang tidak dibenarkan seperti mencopet, mencuri apalagi merampok. Karena aku tidak mau berurusan dengan pihak berwajib. Ribet urusannya. Belum lagi kita ini dianggap sebelah mata oleh mereka. Tukang bikin onar dan rusuh. Menganggap kita sampah yang layak dibasmi."

Rembo mendengar dengan seksama apa yang Jeff katakan. Sebagai sekarang anak buah, Rembo sudah pasti akan menurut saja pada Jeff. Yang penting perutnya tidak kelaparan dan dia ada sedikit uang untuk ia kirim secara rutin pada keluarga yang ada di kampung halaman. Bagi Rembo itu sudah lebih daripada cukup. Daripada dia lontang lantung tidak jelas di kota besar dan menjadi gembel, lebih baik dia menjadi preman jalanan saja.

"Itulah kenapa aku selalu mendidik kalian semua agar kita menjadi preman yang patut untuk diandalkan. Ya, meskipun kita harus meminta imbalan setidaknya apa yang kita lakukan sepadan. Kita menjaga keamanan pasar dari segala macam bentuk kejahatan seperti pencuri dan orang-orang yang berniat merampok para pedagang pasar. Dengan konsekuensi yang harus mereka bayarkan berupa sejumlah uang keamanan. Sudah impas."

"Aku mengerti, Bang."

"Bagus. Ya sudah aku ingin mandi badanku gerah sekali."

"Apa besok pagi Abang harus ke kantor lagi?"

"Memangnya kenapa?"

"Besok hari sabtu. Biasanya Abang libur. Ada Adinda yang mencari Abang. Juga Bunda yang katanya rindu karena Bang Jeff lama tidak datang," jelas Rembo mengurungkan niat Jeff yang sudah ingin masuk ke dalam kamar pribadinya.

"Aku sendiri juga ingin datang ke rumah singgah. Tapi kau tahu sendiri jika aku hampir tak cukup waktu untuk pergi ke sana. Dan besok pun sepertinya aku tetap harus bekerja lembur karena Peter tidak memberitahuku."

"Baiklah jika begitu. Jika sekiranya Bang Jeff bisa lembur, jangan lupa menyempatkan diri menjenguk anak-anak karena mereka sudah sangat merindukan Abang."

"Terima kasih, Rembo."

Dan Jeff berlalu meninggalkan Rembo.

JEFF DAN ALICIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang