Dua Puluh Satu

33 8 0
                                    

"Cia kemarilah, Nak!" Panggil Hadinata ketika melihat kemunculan putri kesayangannya.

Cia yang didorong kursi rodanya oleh suster mendekati ruang makan. Mata Cia menyipit melihat keberadaan sosok Jeff yang justru duduk bersama sang papa.

"Kenapa dia masih di sini, Pa?" tanyanya sinis dengan nada ketus seperti saat tadi pertemuan pertamanya bersama pria itu.

"Cia, jangan berkata seperti itu. Jeff akan makan malam bersama kita. Papa yang memintanya."

"Apa?" Mata Cia membulat tak percaya dengan ucapan papanya. Memangnya siapa Jeff? Dia bukan anggota keluarga dan untuk apa harus ikut makan bersama segala?

Apakah pria itu tak sanggup membeli makanan untuk mengisi perutnya sampai harus meminta belas kasihan dari papanya.

Jeff sadar dengan tatapan aneh yang Cia tunjukkan. Merasa tidak enak hati menjadi orang ketiga di antara Hadinata dengan anak perempuannya. Lalu, pria itu memilih pamit undur diri daripada tetap di sini tapi tenggorokannya tidak mampu menerima makanan yang tidak diikhlaskan oleh Cia. "Pak Hadi, sepertinya saya harus pulang sekarang."

"Jeff, aku katakan padamu jika kita makan malam bersama. Kembalilah duduk di tempatmu," titah Hadinata yang melihat Jeff sudah beranjak berdiri dari duduknya.

"Tapi, Pak?"

"Kenapa? Tidak perlu kamu dengar ucapan Cia. Dia hanya terkejut saja karena selama ini memang tak ada orang lain di rumah ini. Jadi ya ... sudah jangan sungkan begitu."

Meski Hadinata membesarkan hatinya, tetap saja pria itu melirik pada Cia. Menelan ludah ketika Cia masih melotot padanya. Buru-buru Jeff membuang pandangannya. Tak mau lagi mencuri pandang pada gadis galak di sebelahnya.

Jeff pikir mereka hanya akan makan malam bertiga, tapi ternyata tidak karena Hadinata berkata, "Kita tunggu cucuku dulu ya, Jeff. Sebentar lagi pasti dia akan turun."

"Tidak masalah, Pak."

Tak lama yang ditunggu oleh Hadinata pun memasuki ruang makan. Bocah berusia enam tahun itu tidak sendiri melainkan bersama pengasuhnya.

"Selamat malam, Opa! Selamat malam, Aunty Cia!" Dengan penuh riang gembira Megantara menyapa.

Lalu ketika mata kecil bocah itu tertumbuk pada sosok lain yang ada di ruang makan, senyumnya mengembang sempurna. "Uncle Jeff!" Tak kalah lantang Megantara menyapa lalu gegas berlari kecil menghampiri pria itu.

Tak hanya Hadinata yang terkejut, tapi Cia juga. Bahkan gadis itu sampai mendelik tak percaya melihat keponakannya sudah mendekat dan tersenyum amat sangat lebar. Sebenarnya siapa sosok Jeff yang papanya katakan merupakan sopir pribadinya? Kenapa Megantara juga kenal?

"Megan! Kamu di sini?" Dengan tidak percaya Jeff bertanya. Kenapa dia bisa bertemu bocah ini di sini.

"Hai, Uncle. Kok Uncle Jeff juga ada di sini?"

Lucu memang karena mereka semua sama-sama saling bertanya dengan wajah penuh kebingungan.

Untung saja ada Hadinata yang lekas ambil suara. "Jadi Jeff dengan Megan sudah saling mengenal?"

Kepala Jeff mengangguk. Pengasuh Megan yang berdiri di sana ikut menimpali. "Pak Hadi, Bang Jeff inilah yang dulu telah menolong Megan."

"Oh, jadi saat Megan hampir celaka ... kamu penolongnya?"

Jeff tidak mau besar kepala dikira menjadi pahlawan untuk semua. Lalu dia berucap, "Hanya kebetulan saja saat kejadian saya ada di sana, Pak. Andai saja orang lain yang melihat ... pasti mereka juga akan melakukan hal yang sama seperti apa yang saya lakukan." Dengan tidak mau membanggakan diri Jeff mengatakan semua yang justru semakin membuat Hadinata kagum saja pada sosok pemuda tangguh yang mirip preman jalanan.

"Jeff, kamu memang pahlawan bagi keluarga Om. Om berhutang banyak padamu."

"Pak Hadi ini bicara apa. Tidak ada yang namanya hutang karena Bapak sendiri pun juga sudah menolong saya. Berkat bapak ... Adinda selamat dan kembali menjalani hidup yang normal tanpa takut lagi akan penyakit yang menggerogotinya."

Cia yang sejak tadi bungkam sebenarnya sedang mencoba menelaah dari setiap ucapan yang keluar dari mulut papanya juga Jeff. Jadi, Jeff inilah yang telah banyak menolong keluarganya. Pantas saja papanya mempercayakan dirinya pada lelaki ini. Meski demikian, Cia tak akan semudah itu percaya akan kebaikan dan ketulusan hati Jeff. Menilai seseorang dari penampilan luarnya masih juga Cia kedepankan. Mana bisa dia percaya jika pria itu sungguhan orang baik jika dia sendiri belum membuktikannya.

"Uncle Jeff belum jawab pertanyaanku. Kenapa Uncle ada di rumah opa? Apa Uncle mencariku?" Megan gang begitu pintar bertanya yang dijawab senyuman oleh Jeff.

"Mulai hari ini Uncle menjadi sopir pribadinya Aunty Cia."

"Oh, ya! Megan nggak terima. Opa, kenapa harus Uncle Jeff yang menjadi sopir pribadi Aunty. Kenapa bukan Megan saja. Ayolah Opa. Uncle Jeff jadi sopir pribadiku saja, ya?"

Hadinata tertawa. "Mana bisa begitu, Megan! Uncle Jeff itu jika pagi bekerja di kantornya Opa."

"Oh, ya. Kenapa pekerjaan Uncle Jeff banyak sekali. Pasti Uncle Jeff punya banyak uang nanti."

Jeff kembali dibuat terasa dengan ucapan polos Megan. Anak ini memang sangat pandai dan pemberani. Namun, ke mana orangtua Megantara? Kenapa Jeff tak melihatku. Andai saja Megan tak menyebut Cia dengan panggilan Aunty, Jeff pikir Megan pasti anaknya Cia.

Meski pun rasa penasaran Jeff membutuhkan jawaban, akan tetapi pria itu tak berani meski sekedar bertanya. Nanti saja jika sudah tiba waktunya, pasti Hadinata sendiri yang akan bercerita. Terkait kelumpuhan Cia pun seharusnya Jeff tak perlu ambil pusing dan ingin tahu kenapa gadis muda dan cantik wajahnya itu bisa lumpuh.

"Karena Megan sudah ada di sini ... ayo sekarang kita mulai saja makan malamnya."

Pengasuh Megan mulai membantu bocah itu mengisi piring makannya. "Sus, malam ini aku mau makan sendiri."

"Beneran?"

"Iya, Sus. Aku malu pada Uncle jika masih disuapi. Aku kan sudah besar. Iya, kan Uncle?" Megan mencari pembenaran pada seorang Jeff Nathan dan pria bertato itu mengangguk mantap.

Cia yang sejak tadi tak bisa jika tak ambil peduli, sedikit mengulum senyuman. Bagaimana mungkin keponakannya yang selama ini tak pernah bisa akrab dengan orang yang baru dikenal, justru terlihat akrab dan kompak dengan Jeff. Apakah tak ada rasa takut dalam diri Megan ketika melihat Jeff yang sangar. Pada umumnya anak kecil seumuran Megan, pasti takut jika melihat ada orang dengan tampilan sangar juga tatoan. Tapi ini Megan ... sungguh berbeda.

"Jeff, ayo makan yang banyak. Jangan sungkan. Anggap saja rumah sendiri." Hadinata berucap demikian pada Jeff. Namun, justru Cia yang terkejut sampai tersedak makanan yang sedang dia kunyah.

Gadis itu terbatuk-batuk dan dengan sigap Jeff mendekatkan minuman dalam gelas di hadapan Cia. "Pelan-pelan makannya."

Cia hanya mendelik tanpa berkata apapun juga. Memilih meneguk air putih yang disodorkan oleh Jeff. Hadinata yang memperhatikan interaksi keduanya, memilih berpura-pura tak melihat saja.

JEFF DAN ALICIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang