Jeff mengembuskan napas panjang. Dia sudah sampai sini juga. Nanggung jika tidak bisa bertemu dengan Hadinata.Ingat, Jeff. Apa tujuan utamamu datang ke tempat ini. Batin Jeff mengingatkan.
Setelah memantapkan hati dengan pengusiran yang bisa saja terjadi, Jeff kembali memacu motor sport miliknya menuju pos securuty di bagian gerbang depan. Seseorang berseragam khas petugas keamanan berdiri dari duduk ketika mendapati Jeff yang menghentikan laju motornya. Lalu membuka helm yang membungkus kepala.
"Selamat pagi, ada yang bisa kami bantu?" tanya dengan nada tegas tapi masih sopan.
Jeff menjawab, "Saya ingin bertemu dengan Pak Hadinata."
Tampak lawan bicara Jeff mengernyitkan keningnya. "Maaf sebelumnya. Jika boleh saya tahu, ada kepentingan apa Anda ingin bertemu dengan beliau?"
Jeff mencoba menahan diri untuk tetap sabar menghadapi orang di hadapannya ini karena bagaimana pun juga sebagai seorang petugas keamanan sudah menjadi tugas dan kewajiban untuk mengetahui kepentingan apa yang dia bawa sampai mendatangi seorang petinggi perusahaan seperti Hadinata.
Namun, Jeff juga tak akan mengatakan dengan gamblang mengenai tujuan utamanya menemui Hadinata. "Saya ada kepentingan dengan Pak Hadinata."
"Apakah sudah membuat janji sebelumnya?"
Kepala Jeff menggeleng. Astaga, sepenting apakah Hadinata sampai untuk bertemu saja harus mengadakan janji terlebih dahulu.
"Saya mohon maaf. Jika Anda belum memiliki janji temu, Anda tidak diperkenankan menemui Pak Hadinata."
"Tapi saya ada keperluan dengan beliau. Saya harus bertemu dengan Pak Hadinata sekarang."
"Tapi sudah menjadi peraturan di perusahaan ini jika untuk dapat bertemu dengan pemilik perusahaan, maka harus membuat janji."
Jeff kesal karena harus berdebat dengan orang tidak penting seperti ini. Bukan Jeff namanya jika menyerah begitu saja. Lelaki bertato itu membelalakkan matanya sembari berucap sedikit ngotot, "Jika seperti itu ... buatkan saya janji temu sekarang juga dengan Pak Hadinata."
"Saya akan menghubungi resepsionis untuk hal ini. Anda harap bersabar."
Jeff berdecak, tapi membirkan saja petugas keamanan menelepon entah siapa. Hingga lima menit berlalu, dengan perasaan tidak enak Jeff mendengar penjelasan yang dilontarkan oleh petugas tersebut. "Sekali lagi kami mohon maaf karena jadwal Pak Hadinata sangat padat. Lagipula saat ini Pak Hadinata juga sedang tidak ada di kantor."
Jeff benar-benar kesal. Di sini dia tidak akan membuat kerusuhan jika tidak ada yang memulainya. "Saya datang ke sini hanya ingin bertemu sebentar dengan beliau. Karena Pak Hadinata sendiri yang meminta saya menemui."
Di tengah keributan yang Jeff buat, sebuah mobil mewah yang mendekat dan bersiap memasuki gerbang, mengalihkan perhatian Satpam dan menunduk hormat seraya membuka pintu gerbang.
"Jefri!" panggil seseorang dari dalam mobil sembari membuka kaca jendela.
"Pak Hadinata," ucap Jeff tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Ya, dia lah pria paruh baya yang kapan hari sudah ditolongnya. Dan sekarang keluar dari dalam mobil mendekat padanya dengan senyuman lebar.
"Jefri, apa kabarmu?"
"Saya baik. Bapak sendiri?"
"Kamu bisa melihat sendiri jika aku sangat baik-baik sekarang. Ah, kamu ke sini juga pada akhirnya. Padahal aku sudah meminta karyawanku mencarimu. Tapi tidak ketemu. Ayo ikut Om masuk ke dalam. Ada banyak hal yang ingin Om bicarakan."
Melihat keakraban Hadinata si pemilik perusahaan, dengan seorang preman, mengejutkan petugas keamanan yang sejak tadi sudah berpikiran yang macam-macam.
Jeff kembali menjalankan motor menuju area parkiran. Pun halnya dengan Hadinata yang kembali masuk ke dalam mobil dan driver pribadinya menurunkan di depan lobi. Pria paruh baya itu menunggu Jeff di sana.
Kini keduanya memasuki lobi yang langsung mendapatkan tatapan penuh tanya siapa saja yang melihat. Atasan mereka yaitu sosok Hadinata yang rapi dengan setelan jas mahal, sedang berjalan bersisihan bersama seorang bernampilan berantakan layaknya preman.
Jika para karyawan yang tak sengaja berpapasan menunduk hormat pada Hadinata, aka tetapi jka melirik pada Jeff maka dalam hati mereka sudah dipenuhi kata tanya.
"Inilah perusahaan Om, Jeff," jelas Hadinata yang melihat Jeff tampak mengedarkan pandangan pada seisi kantornya.
"Perusahaan ini besar sekali. Tidak salah saya datang ke sini menemui Anda," ucap Jeff jujur sesuai dengan apa yang ada dalam pemikirannya.
"Kita bicara di dalam ruangan Om saja."
Jeff menganggukkan kepala menurut saja. "Baik." Pemuda itu mengekor di belakang Hadinata. Memasuli lift menuju di mana ruangan Hadinata berada.
***
Kini keduanya saling duduk berhadapan. Hadinata duduk dikursi kebesarannya sementara Jeff duduk di kursi depan meja kerja pria tersebut.
"Jadi, apa yang Om bisa bantu untukmu, Jeff. Om yakin sekali jika kamu menemui Om pasti ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan. Katakan saja tidak perlu canggung atau sungkan. Om berhutang nyawa padamu. Jadi, apa yang kamu butuhkan, selagi Om bisa membantu maka Om akan lakukan untukmu Jeff."
Duh, kenapa Jeff jadi gugup dan tidak enak hati begini. Ternyata Hadinata adalah orang yag sangat baik. Sepertinya kedatagannya ke sini adalah pilihan yang tepat.
"Begini, Pak. Maaf sebelumnya jika kedatangan saya ke sini karena ingin merepotkan Pak Hadi."
Hadinata tersenyum. Pemuda berandalan seperti Jeff ternyata bukan se bar-bar yang dia pikirkan karena sejak di pertemuan pertamanya dengan pemuda itu, Hadinata bisa tahu bahwa pemuda itu adalah orang baik dengan tutur bicara sopan kepada orang yang lebih tua seperti dirinya.
"Katakan saja Jeff. Kenapa? Apakah kamu membutuhkan pekerjaan?" tebak Hadinata yang meihat sorot mata Jeff.
Jeff berbinar senang tak menyangka jika tujuannya datang bisa diketahui dengan mudah oleh Hadinata.
"Kok Pak Hadinata bisa tahu?"
Hadinata terkekeh. "Saya hanya menebaknya."
"Jadi bagaiana, Pak? Apakah Pak Hadi bisa membnatu saya memberikan saya perkerjaan. Saat ini saya sedang kalut karena membutuhkan banyak uang. Sementara bapak tahu sendiri jika seorag preman seperti saya akan sangat susah mendapat pekerjaan di luar sana. Jika Pak Hadi tidak keberatan, tolong pekerjakan saya di mana saja. Saya juga tudak masalah menjadi apapun. Jadi tukang nyapu atau tukang bersih-bersih sekali pun."
Lagi-lagi Hadinata tertawa. "Jeff sama sekali Om tidak keberatan memberikanmu pekerjaan. bahkan sejak beberaapa hari yang lalu Om sengaja mencarimu karena Om ingin menawarkan pekerjaan untumu."
"Benarkah itu? Pak Hadi tidak takut kan menjadikan pemuda berandalan seperti saya sebagai karyawan?"
"Kenapa kamu menyebut diirmu sendiri sebagai pemdua berandalan. Di mata Om, kamu ini adalah pemuda yang baik, Jeff."
"Karena semua orang selalu mengatakan jika seorang preman seperti saya ini adalah berandaan. Bisa diterima hidup di masyarakat saja saya sudah bersyuur sekali apalagi jika Pak Hadi memercayakan pekerjaan untuk saya. Maka saya akan sangat beryukur sekali."
Hadinata mencondongkan tubuhnya ke depan. Lalu beliau berkata, "Bagaimana jika kamu Om angkat sebgaai CEO di perusahaan ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
JEFF DAN ALICIA
RomanceHidup lontang lantung di jalanan, selama ini dijalani oleh Jefri Nathanael. Lelaki berusia dua puluh lima tahun itu sudah kebal dengan kerasnya hidup sebagai seorang preman. Memalak para pedagang pasar, pedagang kaki lima, juga anak jalanan. Bertahu...