Tujuh

51 8 1
                                    

Jeff tertawa sumbang. Penawaran macam apa yang Hadinata berikan. Apakah lelaki itu sedang bercanda dan tengah mengujinya?

"Pak Hadi jangan bercanda?"

"Apakah terlihat jika saya sedang bercanda, Jeff?"

"Tawaran macam apa yang Pak Hadi berikan pada saya. CEO?"

"Iya, CEO. Apanya yang salah dengan tawaran CEO yang sama berikan untukmu, Jeff?"

"Bapak tidak melihat siapa saya?"

Kening Hadinata mengerut dalam. "Saya rasa tidak ada yang salah untuk tawaran itu. Bahkan jabatan CEO yang saya berikan untukmu tidak sebanding dengan pertolongan yang kamu berikan pada saya waktu itu. Berkat kamu, saya masih hidup saat ini." Mata Hadinata berkaca-kaca. Bagi pria itu, masih ada kesempatan baginya hidup di dunia adalah karunia yang terbesar dalam hidupnya. Karena Hadinata mempunyai banyak tanggungan dan juga anggota keluarga yang sangat bergantung padanya.

"Saya ini hanya seorang preman jalanan, Pak. Mana pantas jadi CEO."

Hadinata tertawa. "Siapa bilang tidak pantas? Hanya perlu mengubah penampilanmu saja, Jeff. Maka semua akan beres."

"Tapi mohon maaf, Pak. Otak saya ini cetek. Nggak akan nyampek jika harus menjadi CEO. Bisa-bisanya perusahaan Pak Hadi bangkrut di tangan saya. Tujuan saya ke sini memang ingin mencari pekerjaan demi bisa mendapat gaji, Pak. Saya membutuhkan banyak duit. Jadi, tolong berikan saya perkejaan yang biasa saja yang layak untuk saya kerjakan. Jangan memberikan saya pekerjaan dengan kepercayaan tinggi sebab saya tidak akan mampu nantinya."

Hadinata mengulas senyuman. Jika orang lain pasti akan senang, Jefri ini berbeda. Pemuda itu tidak akan memanfaatkan kesempatan yang ada. Sebenarnya tidak ada maksud Hadinata untuk mengetes Jefri. Memang pria itu serius ingin menjadikan Jeff sebagai pemimpin perusahaan ini.

"Jeff, kamu bisa banyak belajar nanti untuk menjadi seorang CEO."

"Tapi saya tidak mampu, Pak. Maafkan saya."

"Baiklah. Sekarang kamu inginnya bekerja di bagian apa? Staff adminitrasi atau bagian yang lainnya?"

"Saya ... saya ini cocoknya jadi petugas kebersihan atau keamanan saja, Pak. Yang pasti bisa saya lakukan dan kerjakan."

"Baiklah. Saya tidak akan memaksamu. Yang penting, kamu jangan pernah berhenti belajar karena saya akan tetap memberikan kesempatan itu buatmu."

"Kenapa bapak ini ngotot sekali ingin menjadikan saya bagian dari perusahaan besar yang sudah berhasil bapak rintis?"

"Jeff, saya bisa melihat jika sebenarnya kamu itu adalah pria baik dan bertanggung jawab. Hanya penampilanmu saja yang menakutkan. Tapi sebenarnya hatimu sangat baik."

"Bapak jangan memuji saya berlebihan. Nanti saya bisa besar kepala. Satu hal lagi. Bapak dan saya sepertinya belum pernah dipertemukan sebelumnya. Tapi bapak sudah begitu percaya dan yakin jika saya orang baik. Hal itulah yang membuat saya cemas. Karena saya takut apa yang ada dalam diri saya justru tidak sesuai dengan harapan bapak. Dan jika bapak berkenan, tolong berikan saya pekerjaan sebagai petugas kebersihan saja."

Hadinata tersenyum. "Tentu saja saya tidak keberatan Jeff. Kapan kamu bisa mulai bekerja?"

"Besok?"

"Baiklah. Besok datanglah lagi kamu ke sini dan temui bagian personalia. Katakan jika kamu Jefri karyawan office boy rekomendasi dari saya."

"Jadi ... saya sudah bisa mulai bekerjasama besok?"

"Iya."

"Saya tidak perlu membuat surat lamaran pekerjaan atau daftar riwayat hidup?"

"Tidak perlu, Jeff."

"Bapak sepercaya itu pada saya?"

Hadinata menghela nafasnya. "Seperti yang tadi aku katakan padamu, Jeff. Kamu itu adalah orang baik. Feeling saya tidak pernah salah dalam menilai seseorang."

Jeff tak tahu harus berkata apalagi. Kenapa dia bisa dipertemukan dengan orang sebaik ini. Hadinata adalah orang kaya, dan dia hanya menolong saja tanpa sengaja waktu itu. Entah, ini adalah jebakan untuknya ataukah memang Hadinata benar-benar orang baik. Jeff tak tahu. Yang penting dia mendapat pekerjaan dan gaji untuk menyelamatkan Adinda.

"Baiklah Psk Hadinata. Terima kasih atas kepercayaan dan pekerjaan yang Anda berikan untuk saya. Jika seperti itu ... saya permisi dulu.

Jeff beranjak dari duduknya. Menyalami Hadinata sebelum dia pergi meninggalkan perusahaan tersebut.

Jeff masih mengingat di mana pintu keluarnya dan pemuda itu tidak peduli akan tatapan penuh selidik dari orang-orang yang berpapasan dengannya.

••••

Motor besar milik Jeff meraung-raung membelah padatnya jalanan memasuki markas gengnya. Para anak buah yang sejak pagi tak melihat keberadaannya, kompal berdiri menyambut kedatangan bos besar mereka.

"Selamat sore, Bos!"

"Rembo! Ikut aku!"

Sosok pria jangkung dengan rambut gondrong itu pun menjawab. "Siap, Bos!" Lalu gegas mengekor di belakang Jeff. Masuk ke dalam ruangan pribadi Jeff.

"Rembo! Mulai besok, aku akan bekerja. Semua urusan aku serahkan padamu."

"Bos mau kerja?"

"Ya. Aku butuh banyak uang untuk biaya operasi Adinda. Jika hanya mengandalkan setoran rasanya tidak memungkinkan. Kasihan Adinda akan semakin lama tersiksa jika tidak segera di operasi nantinya."

Rembo sangat paham akan sepak terjang seorang Jeff. Kepala preman yang memang mekiliki hati bak malaikat. Mereka hanyalah preman jalanan. Bukan mafia yang suka melakukan bisnis gelap bawah tanah sehingga uang yang Jeff miliki pun tak seberapa banyak. Para anak buah yang bekerja untuknya pun dengan sukarela menjadi tenaga pencari uang untuknya. Selain mereka mendapatkan uang dari hasil memalak para penjual kaki lima dan para pedagang pasar, Jeff sendiri memiliki sebuah bengkel motor dan modifikasi. Terkesan nanggung sekali memang bisnis yang dia jalani. Namun, itulah Jeff yang tak mau ambil resiko akan apa yang dia lakukan selama ini. Malas sekali jika sampai berurusan dengan pihak keamanan dan kepolisian. Oleh sebab itulah, meski pun statusnya preman, tapi bukan preman kaya yang banyak harta. Hanyalah preman biasa yang mendekati masa pensiun.

"Memangnya Bos mau kerja di mana?"

"Adalah. Nanti kamu juga akan tahu sendiri. Tapi ingat pesanku. Jangan sampai kalian jadi berandal atau merampok orang. Carilah uang dengan jalan yang benar. Kelola juga bengkel dengan sebaik-baiknya karena setelah ini mungkin aku akan disibukan dengan pekerjaan baruku."

Ya, Jeff sengaja mengingatkan semua itu sebab dia tahu. Memutuskan menjadi seorang karyawan otomatis akan terikat jam kerja sesuai dengan peraturan perusahaan. Berangkat pagi pulang sore hari. Dan waktunya pasti akan habis tersita di sana sehingga untuk mengurus pekerjaan bersama anak buahnya tak lagi mampu Jeff lakukan.

"Baiklah, Bos. Semoga pekerjaan baru bos ini mempunyai banyak manfaat buat semua."

"Terima kasih, Rembo. Kau bisa keluar sekarang."

Rembo beranjak berdiri dan meninggalkan ruangan Jeff.

Pria itu kini seorang diri di dalam ruang pribadinya. Sebenarnya tujuan Jeff bekerja bukan semata-mata demi Adinda seorang. Namun, ada keinginan dalam dirinya ingin mengubah diri menjadi lebih baik lagi. Usianya tak lagi muda. Mau sampai kapan dia akan terus begini? Kata-kata Bunda tempo hari masih saja terngiang dalam ingatan. Dan saat inilah langkah awal yang tengah Jeff lakukan.

JEFF DAN ALICIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang