24. Perfect Ego

951 78 65
                                    

Tok tok tok...

Ye Won mengangkat kepalanya yang terbenam diantara lutut dan menatap pintu kamar yang diketuk dari luar.

Jantungnya berdegup kencang menebak siapa yang ada dibalik pintu. Ye Won tidak ingin membukanya karena sudah pasti disana ada Dylan. Dia belum siap menghadapi pria itu.

Tok tok tok...

Ye Won berdiri, merapikan penampilannya yang sedikit kusut setelah menangis sampai ketiduran. Ia menghela napas panjang dari hidung lalu mengeluarkannya pelan pelan dari mulut sebelum membuka pintu dengan ragu ragu.

"Y-ye?" Ye Won hanya mengeluarkan kepalanya. Bola matanya berkeliling menghindari kontak mata dengan Dylan.

"Makan siang sudah siap." Kata Dylan dengan lembut selembut tatapannya.

"A-aku belum lapar." Balas Ye Won dusta. Ia sudah sangat lapar semenjak Dylan membuang ramyeonnya.

"Aku ingin bicara setelah makan. Bisakah kau keluar sebentar?"

Ye Won tak punya pilihan lain selain mengangguk. Mereka memang harus bicara dan membuat keputusan secepat mungkin sebelum semuanya semakin rumit.

Ye Won mengekor menuju meja makan dengan empat kursi minimalis namun tetap memancarkan kemewahan.

Diatas meja sudah tersedia berbagai hidangan khas Eropa yang kerap Ye Won jumpai direstoran dan hotel berbintang.

Ye Won duduk disebrang Dylan dengan canggung. Ia tak berani menatap pria itu kendati mereka duduk berhadapan.

"Maaf, aku memesan delivery. Aku tidak bisa lanjut memasak dengan baik." Ucap Dylan dengan senyum tipis. Pria itu benar benar pantas mendapatkan penghargaan aktor terbaik karena ia sangat pandai mengendalikan emosi dan situasi dengan baik.

"Tak apa. Saya bisa makan apapun." Jawab Ye Won lirih. Dia memegang sumpitnya lalu mengucapkan 'selamat makan' sebelum memindahkan beberapa Ratatouille kemangkuk nasi miliknya.

Mereka makan dengan hening. Hanya sesekali terdengar dentingan alat makan yang beradu. Keduanya selesai bersamaan. Ye Won berdiri membawa alat makan kotor kewastafel disusul Dylan membawa alat makan miliknya dan juga menaruhnya ditempat yang sama.

"Biar aku saja." Kata Dylan ketika melihat Ye Won bersiap untuk cuci piring.

"Tak apa. Saya memang tidak bisa memasak tapi saya bisa cuci piring." Ye Won kembali ke bahasa formalnya. Dia berpikir Dylan tidak mungkin menghukumnya kali ini.

Ye Won memasang sarung tangan karet ditangannya lalu membasahi spons dengan sabun. Dia mencuci peralatan makan ditemani Dylan yang berdiri disamping sambil menatapnya sayu.

Ye Won terus mengumpat dalam hati. Mengutuk Dylan yang seperti tak ada pekerjaan lain yang lebih bermanfaat dari sekedar memperhatikan orang lain mencuci piring.

Ye Won takut tiba tiba memecahkan mangkuk karena gugup. Apalagi harga mangkuk porselen itu cukup tidak masuk akal untuk sebuah alat makan.

Selesai cuci piring, Ye Won pergi untuk membereskan sisa makanan di meja. Tapi Dylan menarik tangannya menuju sofa diruang keluarga. Dylan melepaskan genggaman tangannya setelah Ye Won duduk, ia lalu menjatuhlan dirinya berlutut didepan kaki Ye Won.

Wanita itu terkejut tapi dia tetap diam menunggu apa yang akan dikatakan Dylan padanya.

Dylan menggenggam kedua tangan Ye Won diatas pangkuan wanita itu. Matanya sayu menatap ibu dari putera semata wayangnya yang juga tengah menatapnya dengan sorot tak terbaca.

"Katakan, Won-ah! Katakan apa yang harus aku lakukan untuk menebus semua dosaku padamu!" Ucap Dylan dengan suara lemah dan putus asa.

"Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan sekalipun itu nyawaku... " Jakun dileher Dylan bergulir bersamaan dengan tatapannya yang melemah dan menunduk. "... dan selama yang kau minta itu bukan cintaku."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Behind The Perfection [JINRENE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang