Dylan pergi kearah klub dengan ragu ragu. Ada rasa bersalah dan tak tega meninggalkan gadis muda itu sendirian malam malam begini. Walaupun Paris kota yang indah belum tentu aman dari kejahatan.
Tapi lebih tidak aman lagi kalau mereka terus bersama. Karena bisa jadi dia yang jadi penjahatnya. Melihat gadis itu sisi kelaki lakiannya terus bangkit dan berontak minta dibebaskan.
Entah apa yang terjadi padanya. Dia tidak pernah memiliki keinginan begini sebelumnya pada seorang wanita selain pada cinta pertamanya. Apalagi pada gadis asing yang baru dia temui dijalan. Dylan bukan type F*ck boy yang suka celap celup sembarangan.
Lupakan saja. Gadis itu bukan siapa siapa yang harus ia khawatirkan. Dylan hanya terkesima. Wajah polos gadis itu mengingatkan dia pada Mi Yeon saat masih muda. Tubuhnya juga sama sama mungil. Lucu. Untung dia masih bisa mengendalikan diri, kalau tidak, pasti sudah ia terkam. Eh?
Sadarrr Dylaaann!!!
Ciuman saja belum pernah sudah mau main terkam. IshhhAarrgggghhh.... Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa pikirannya berjalan diluar kendali?
Di tengah perdebatan antara hasrat dan logika, Dylan merasa ada kehadiran sosok lain disekitarnya. Sambil terus berjalan ia melirik kebelakang bahu lebarnya. Seketika sudut bibir Dylan naik tanpa alasan.
"Kalau mau bantu bukan begitu caranya. Kau terlihat seperti penguntit."
Gadis itu langsung berhenti ketika Dylan tiba tiba membalikan tubuh dan memergokinya. Dia menggelengkan kepala dengan panik.
"Sa-saya tidak menguntit. Hanya saja arah tujuan kita sama." elaknya.
Dylan mengangguk mengerti lalu menggeser tubuhnya untuk memberi gadis itu jalan.
"Baiklah. Silakan duluan!"
Gadis itu tertegun kemudian melangkahkan kakinya dengan kikuk dan tergesa gesa. Hampir ia menabrak tiang listrik kalau saja Dylan tidak segera menarik tangannya.
"Aku tau aku tampan. Dan ketampananku tidak akan hilang walaupun kau lebih memperhatikan jalan daripada aku."
Gadis itu terlihat kaget lalu segera menarik tangannya dari genggaman Dylan seolah Dylan adalah ahjussi ahjussi cabul yang menyukai anak gadis dibawah umur.
Dylan tersenyum geli sambil menatap tangannya yang baru saja dihempaskan. Entah kenapa ia merasa Dejavu, ia merasa pernah menyentuh tangan mungil itu dan ditolak dengan cara yang sama. Tapi dimana?
"Sa-saya tidak bisa melihat dengan jelas tanpa kacamata."
Gadis ini pintar sekali cari alasan.
"Memangnya kemana kacamatamu?" tanya Dylan.
"Hilang saat jatuh tadi." jawabnya pelan.
Ya Tuhan, Dylan kembali dirundung rasa bersalah.
"Wah, banyak juga ya kerugian yang kau alami. Selain ponsel dan kacamata, apalagi yang hilang?" Dylan berniat untuk menggantinya setelah urusan dengan dua wartawan itu selesai. Tapi jawaban yang Dylan dengar diluar dugaan.
"Kewarasan."
Eh?
Gadis itu keceplosan. Terlihat dari wajahnya yang menyentak setelah mengatakannya.
Dylan sampai menggigit bibir dalamnya menahan tawa.
Mau menolak sampai jungkir balikpun, hati tetap tidak bisa berbohong. Sepertinya gadis itu adalah penggemar beratnya. Dan dia sedang menggila sekarang.
"Kau mau kembali kehotel?" Dylan terus bertanya. Macam wartawan saja. Dan gadis itu artisnya.
"Ya."
"Hotel mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Perfection [JINRENE]
PoetryOne night stand dengan selebriti. Lalu hamil. "Aku tidak percaya ini. Kau tidak punya pacar ataupun sedang dekat dengan pria manapun. Bagaimana bisa hamil? Siapa ayah bayi itu?" cecar Seung Wan. "Kalau aku bilang ini adalah anak Dylan Kim, apa kau a...