05. Keluarga Benedict
Suara rintihan keluar dari bibir pucat seorang pemuda yang tengah berbaring lemah dilantai yang dingin.
Dengan sekuat tenaga Arthur mencoba bangkit dari posisinya, walau sakit terus menghantam dirinya seiring dengan dia bergerak Arthur tetap memaksakan diri.
"Sakit sekali" desis Arthur seraya memegang kedua sisi kepalanya yang terasa sangat sakit.
Ah dia ingat, terakhir kali sebelum kesadarannya terenggut kepalanya menghantam sesuatu yang sangat keras. Wanita gila itu membenturkan kepala Arthur kedinding, terbukti dari adanya bercak darah yang lumayan banyak tercetak jelas di dinding yang tak jauh dari tempat pertama kali dia sadar.
Cukup lama Arthur diam dengan nafas yang terdengar berat sambil bersandar di dinding kamar sampai akhirnya dia dengan perlahan berdiri sambil memegang sesuatu untuk menopang tubuhnya.
Langkahnya gontai, sesekali Arthur berhenti karena rasa sakit yang sangat dia rasanya disekujur tubuh.
Ceklek
Cahaya yang berasal dari lampu mulai menerangi kamar tersebut dan kini terlihatlah kamar yang sangat berantakan, barang ada dimana-mana dan sebagian lantai ada yang terkena noda merah darah yang sudah mengering.
Tak berbeda jauh, penampilan Arthur pun sangat berantakan. Rambut yang acak-acakan, wajah tirusnya pucat dengan noda darah yang terus menetes dari dahinya, dan baju yang tadinya putih sekarang sudah bercampur dengan warna merah darah.
Arthur menatap datar pantulan dirinya dicermin. Tidak ada sorot sedih maupun marah dibola mata biru itu, yang ada hanya kekosongan yang tak berujung didalamnya.
Tanpa kata Arthur membuka baju atasannya membuat tubuh penuh luka dia kini terlihat dengan jelas, dengan kasar Arthur menggosok dahinya yang berdarah menggunakan baju tadi.
Pada kenyataannya Arthur sudah mengalami ini berulang kali dan selama bertahun-tahun, maka dari itu tak ada rintihan ataupun raut kesakitan yang dia tunjukan. Bukan karena dia memiliki penyakit yang membuatnya tidak bisa merasakan sakit, hanya saja Arthur sudah terbiasa akan rasa sakit.
•••
"Pagi" sapa seorang pemuda yang dibalas oleh orang yang berada dimeja makan.
"Kau mau makan apa?" tanya wanita paruh baya dengan nada lembut khas seorang Ibu.
"Apa saja asalkan masakan Ibu."
Wanita itu terkekeh geli mendengar ucapan putranya yang manis, sangat tidak cocok dengan rautnya yang terkesan datar, "Tidak bisa kah kau mengucapkannya sambil tersenyum El."
"Ini makanlah" imbuhnya dengan menaruh piring yang sudah diisi dengan beberapa lauk.
"Itu-Kakak dimana?" tanya El atau lebih lengkapnya, Gabriel Eletheur.
"Apa kau tidak melihatnya? dia ada tepat di sampingmu" ucap wanita selaku Ibu dari Gabriel bernama Nathalie Patricia Benedict.
"Bukan—"
"Jika yang kau maksud dia, aku tidak tahu" sela Nathalie datar.
Gabriel terdiam mendengar jawaban sang Ibu.
"Kak, ada apa dengan wajahmu itu?" ucap Gabriel baru menyadari ketika melihat wajah sang Kakak yang lesu.
"Ada apa?! Aku sudah mengoleskan beda beberapa kali, apa wajahku masih terlihat kusam?!" ucap seorang wanita yang lebih muda dengan nada tergesa-gesa sambil memegangi wajahnya.
"Tidak, hanya saja kau terlihat lesu. Apa kau tidak tidur semalam?" ujar Gabriel membuat wanita yang bernama Madonna Janice Benedict kesal seketika karena mengingat kejadian semalam.
"Memang! Dan itu semua karena bajingan itu yang membuatku tidak bisa tidur semalaman" geram Donna mengingat penolakan Arthur membuat dia naik pitam dan akhirnya memukul pemuda itu tanpa ampun sampai jam tiga pagi.
Nathalie mengerutkan kening, "Apa lagi yang dia lakukan?!" ujarnya terdengar kesal dan muak.
"Hanya menumpahkan kopi ke bajuku" ucap Donna tentu berbohong.
"Ibu tidak perlu menghukumnya karena aku sudah menghukum dia habis-habisan tadi malam" lanjut Donna guna mencegah perbuatan sang Ibu yang pasti tidak akan baik untuk Arthur.
Luka pukulan Donna semalam bukanlah pukulan biasa, jika Arthur mendapatkan hukuman lagi dari Nathalie dia ragu jika Arthur masih bisa bernafas lagi nantinya, maka dari itu dia mencegah sang Ibu untuk kelangsungan hidup Arthur. Tentu saja itu dia lakukan bukan karena rasa kasihan, tetapi untuk kesenangannya sendiri.
"Apa yang Kakak lakukan pada Kak Arthur?" entah kenapa Gabriel merasa cemas, dia tahu Ibu dan saudarinya tidak begitu memiliki hubungan baik dengan saudara tirinya—Arthur.
"Kau masih kecil untuk tahu urusan orang dewasa" ucap Donna membuat Gabriel sangat kesal.
Selalu saja seperti itu setiap kali Gabriel menanyakan apa yang mereka lakukan kepada saudara tirinya, Donna akan menyaut dengan mengatakan dirinya masih kecil.
"Kak aku sudah dewasa!" tegas Gabriel.
Sebelum kemarahan Gabriel meledak, Nathalie berucap, "Gabriel, apa kau tidak akan sekolah hari ini?" ucap Nathalie mengingatkan.
Gabriel melihat kearah jam yang menunjukan pukul tujuh lewat lima belas menit, akhirnya dengan perasaan kesal Gabriel pergi tanpa berpamitan.
"Hahh, Donna kau seharusnya tidak mengucapkan hal itu kepadanya. Kau tahu kan dia paling tidak suka perkataan mu yang satu itu" ujar Nathalie.
"Ayah dimana?" Nathalie yang tahu putrinya berusaha mengalihkan pembicaraan hanya bisa menghela nafas.
"Dia pergi pagi-pagi sekali karena urusan pekerjaan."
"Apa ada masalah?"
"Itu bukan urusanmu."
Donna mengernyit tidak suka, "Apa maksud Ibu, tentu itu urusanku. Aku pewaris keluarga Benedict jadi aku berhak tahu apa saja yang terjadi dikantor yang nantinya akan ku pimpin" ucap Donna bangga.
"Kau mungkin tidak akan bisa sepercaya diri itu nantinya jika Ayahmu sudah mengetahui apa saja yang kau lakukan diluar sana."
Donna membelalakkan matanya terkejut, "I-ibu tahu?"
"Donna, kau adalah putriku tidak ada hal yang aku tidak tahu tentangmu. Jadi sebelum Ayahmu tahu semuanya maka cepat hilangkan lah kelakuan burukmu itu, jika kau tak ingin status pewaris berpindah tangan" ucap Nathalie dengan menatap penuh kearah mata Donna.
Donna mengeratkan kepalan tangannya. Tidak, dia tidak akan membiarkan status pewaris yang sekarang dia pegang berpindah tangan.
Melihat raut wajah Donna yang tengah menahan emosi tak membuat Nathalie merubah ekspresinya, dia tetap duduk dengan tenang sambil meminum tehnya.
Sekalipun bukan Donna yang akan menjadi ahli waris masih ada putranya Gabriel, maka dari itu tidak ada yang membuatnya khawatir perihal siapa pewaris keluarga. Arthur? Nathalie sendiri ragu bahwa suaminya akan sudi walau hanya memberikan seperak dari kekayaan Benedict kepada bocah itu.
Donna pergi tanpa kata meninggalkan Nathalie sendiri diruang tamu tersebut.
•••
Hai semuaa...
Aku mau jelasin satu hal tentang kenapa Gabriel gak pake nama keluarga sedangkan Donna pake, jadi di 'dunia' novel With You hanya seorang pewaris lah yang memakai nama belakang keluarga, kaya Kalysta dia anak satu-satunya dikeluarga alhasil dia lah pewaris satu-satunya maka dari itu dia memakai nama belakang Lynne. Paham sampai sini? Sebenernya aku mau jelasin ini nanti di next chapter tapi takut kelamaan dan dari pada buat orang-orang bingung mending aku jelasin aja sekarang.
Tentang kesalahan yang kemaren untungnya gak banyak ya hehehe, sebenernya sehari juga bisa diperbaiki tapi entah kenapa waktu kemaren otak aku benar-benar gak bisa berpikir alhasil aku hapus-hapus terus kalimatnya. Oke sampai disini dulu maaf kalo part kali ini kependekan.
Btw masih ada yang nungguin cerita ini? Komen dongg...
-See you in the next chapter-
KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved Antagonist
Fantasy"Bahkan jika bukan semua orang, aku akan menjadi satu-satunya yang mencintaimu." ••• Arthur Sebastian merupakan nama Antagonis dari novel 'With You' yang berakhir mengenaskan setelah berulangkali berusaha memisahkan kedua Protagonis. Perilakunya yan...