BAGIAN 21

14.6K 1.6K 53
                                    

21. Trauma

Arthur berjalan dengan langkah tidak sabaran karena rasa lengket di tubuhnya yang membuat pemuda itu sangat tidak nyaman.

Sesampainya ditempat tujuannya Arthur langsung membuka pakaian atasannya, dan hanya menyisakan kaos hitam yang sangat pas di tubuhnya, membuat bentuk tubuh pemuda itu tercetak jelas dari luar.

Dengan hati-hati namun telaten Arthur membersihkan pakaian miliknya yang terkena tumpahan. Sampai setelah di rasa sudah cukup ia pun mematikan keran di wastafel itu.

Pakaian sudah Arthur bersihkan, tetapi ia dibuat kebingungan bagaimana cara mengeringkannya, melihat pakaiannya kini sudah menjadi setengah basah.

Saat memikirkannya tiba-tiba saja lampu di dalam toilet mati. Mata Arthur menggulir melihat sekelilingnya yang sekarang hanya ada kegelapan.

Mata tajam yang biasanya menyorot dingin setiap orang kini terlihat sedikit bergetar. Tidak bisa berbohong di dalam bola mata hitam kelam itu tersirat sebuah kecemasan yang sangat ketara.

Arthur memegang dadanya yang mulai terasa sesak, nafas pemuda itu pun terdengar tidak beraturan. Seiring dengan itu keringat pun mulai membasahi dahinya.

'Kakak.'

'Kakak!'

"Kumohon, jangan" racau Arthur yang mulai kehilangan fokusnya.

Bruk!

Karena rasa sesak yang terus mengusiknya membuat kaki pemuda itu tidak bisa lagi menopang tubuhnya sendiri, dan berakhir jatuh dengan cukup keras ke lantai bersamaan dengan pakaian yang selalu ia pegang di tangannya.

'Kakak.'

Seorang anak kecil menangis sesenggukan sembari memandangi tubuh yang kini tidak lagi bernyawa itu.

Arthur menggelengkan kepalanya, berharap ingatan itu segera menghilang dari benaknya. Tetapi semakin ia berusaha, semakin suara anak kecil itu bertambah keras di gendang telinganya. Seakan hal itu nyata dan tengah terjadi sekarang.

'Kau tahu? Alasan dia mati itu karena mu!'

"Tidak!" Arthur semakin gelisah ketika mendengar suara itu.

'Kau alasan dirinya mati, Arthur.'

"Bukan. Kumohon, berhenti" Arthur menutup telinganya sendiri. Ia tak ingin mendengar suara itu lagi.

Arthur meremas dadanya yang semakin terasa sesak, seiring dengan ingatan itu kembali berputar di kepalanya membuat kepalanya pening.

'Kakak!'

'Kau alasan dia mati, Arthur.'

'Dia mati karena dirimu.'

'Kakak--'

"Arthur!"

'Kau juga harus mati, Arthur.'

"Tidak. Bukan" racau Arthur yang semakin tidak terkendali.

"Arthur sadar!"

Arthur terus menggelengkan kepalanya keras, tanpa sadar jika sekarang bukan hanya dirinya saja yang berada disana.

"Arthur."

"Arthur, kau kenapa?"

Kalysta terus berusaha menyadarkan Arthur dari halusinasinya. Gadis itu tidak tahu jelas alasan kenapa Arthur bisa seperti ini, tetapi jika melihat kondisi Arthur yang sekarang memungkinkan Kalysta berpikir jika pemuda itu memiliki sebuah trauma yang mendalam.

Beloved Antagonist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang