Dhara mendengkus, menarik napas panjang dan menatap pantulan dirinya di cermin toilet. Sudah tiga kali ia ke toilet untuk menahan emosinya. Setiap berbincang dengan konglomerat satu dan konglomerat lainnya, emosi Dhara terpicu. Bukan karena konglomerat lain, tetapi karena Shaka yang setiap tak ada orang mendengar akan mengajak Dhara berkelahi.
Asshole!
Dhara mengerutkan keningnya, keluar dari toilet setelah mengambil napas panjang dan memasang wajah penuh senyumnya. Uh, lama-lama Dhara bisa sakit mental kalau begini terus. Sebelum Dhara sempat mencapai ruang pesta, ia bertemu dengan Anindita yang memasang wajah muram. Dhara menarik napas panjang sebelum memutuskan untuk menyapanya.
"Anin."
Anindita melirik Dhara dengan tatapan seolah terkhianati. Ia mengabaikan sapaan Dhara, mencoba melewatinya yang membuat Dhara meraih lengannya dan menatapnya lekat.
"Gue nggak bermaksud ngerahasiaiin ini dari lo," kata Dhara datar. "Shits happen and Shaka is my only option."
Anindita menarik tangannya dengan wajah marah. "Gue nggak ngerti, Ra! Kenapa lo selalu menolak bantuan gue, tapi malah minta tolong ke bajingan itu! Lo temen gue! Lo kenal gue lebih dulu dibanding dia, tapi kenapa malah minta tolong ke dia, Ra?"
Tentu saja Anindita bisa menebak apa yang mungkin terjadi. Perempuan itu pintar, punya banyak pegawai yang bersedia mencari tahu persoalan apapun untuknya. Sama seperti Shaka. Dhara memasang wajah masam.
"Gue nggak mau berurusan sama orang tua lo. Mereka nggak suka kalau lo bantu gue." Dhara menatap Anindita dengan wajah datarnya. Ia menyukai Anindita sebagai teman, tetapi membenci orang tuanya. "Gue nggak ada maksud mau nusuk lo dari belakang atau ngekhianatin lo. Buat gue, lo tetep temen gue."
Anindita menghela napas dan menggeleng. "Nggak bisa, Ra. Gue bakalan rela kalau lo sama laki-laki yang emang lo cinta, bukan karena dia opsi terbaik lo!"
"Gue nggak jatuh cinta, Nin. Lo tahu gue sibuk-"
"Gue tahu, ra! Gue paham! Lo sibuk kerja dan mikirin duit buat ngidupin diri lo, makanya lo nggak jatuh cinta. Masalahnya, gue cinta sama lo, Ra!" Anindita menatap Dhara dengan mata berapi-api.
Dhara mengerjap, menatap Anindita dengan tatapan yang seolah bertanya apakah ia salah dengar atau ia sudah gila. Anindita menarik napas panjang.
"Gue nggak melihat lo sebagai sahabat, tapi sebagai love interest. Gue tahu lo normal, lo suka cowok. Gue nggak bisa maksa lo buat suka gue balik. Gue tahu itu semua, tapi gue cuma mau tetep sama lo tanpa ada satu pun di antara kita yang terikat hubungan," kata Anindita lirih. "Tapi, lo malah sama Shaka Alastair, musuh gue. Orang yang paling gue benci. Gue bisa tahan cemburu kalau lo nikah sama laki-laki baik yang memang lo cinta, tapi nggak untuk Shaka Alastair."
"Nin ..." Dhara membuka mulut ingin membalas, tetapi kehabisan kata-kata.
Kepalanya masih memproses semua ini. Anindita Permana mencintainya? Cinta seperti seorang kekasih? Dunia memang sudah gila, tapi Dhara tak pernah tahu jika kegilaan itu sedekat ini dengannya. Kepalanya tiba-tiba pusing. Dhara menarik napas dan menatap Anindita.
"Gue nggak tahu lo punya perasaan seperti itu ke gue, Nin," kata Dhara dengan nada setenang mungkin. "Makasih, tapi maaf-"
"Jadi, kalian punya affair?"
Dhara mengerjap ketika melihat Jack yang entah muncul dari mana. Oh, sial. Dhara tahu ia bisa kena masalah jika Jack buka mulut dan menyebarkan gosip ke mana-mana.
"Nggak," kata Dhara mencoba menjelaskan. "Cuma salah paham."
"Bukan salah paham, Dhara!" Anindita mencengkeram bahu Dhara lembut dan mengguncangnya. "Gue tulus banget sama lo, bahkan bisa ngalahin Shaka Alastair yang mau lo nikahin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rented Wife
General FictionShaka Alastair bersedia membayar Dhara untuk menjadi istrinya. Bayarannya tinggi, dengan kontrak yang jelas dan Dhara juga tak perlu melayani Shaka karena laki-laki itu terduga hompimpa alaihum gambreng alias penyuka sesama jenis. Masalahnya, Shaka...