delapan belas

25.8K 1.9K 25
                                    

Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan. Sepuluh bulan sudah terlewati. Selama Sepuluh bulan pula, Dhara sudah menjadi istri Shaka.

Kondisi Wulan masih sama. Kemajuan yang ia alami setiap hari tidak serta merta membuatnya langsung sembuh. Namun, Wulan sudah bisa kembali pulang ke rumah. Dhara sebenarnya ingin tinggal bersama Wulan, tetapi Wulan menolak. Ia bersikras ingin tinggal sendirian. Akhirnya, Shaka memberikannya rumah yang dekat dengan mansion mereka, supaya Dhara bisa mengunjunginya setiap hari.

Hubungan pernikahan Dhara dan Shaka semakin mesra. Mereka masih sering bertengkar untuk hal-hal kecil, kadang beradu argumen juga. Namun, semua itu tak berlangsung lama. Shaka akan bicara dengan Dhara, menyelesaikan masalah mereka dan bercinta panas malam harinya. Pengantin baru.

Sama seperti malam ini. Dhara berbaring di ranjangnya dan Shaka. Setelah malam itu, Dhara pindah ke kamar Shaka. Mereka mulai hidup seperti pasangan suami-istri yang sesungguhnya. Dhara menatap Shaka yang sedang memeluknya, mengelus punggungnya lembut seolah sedang menidurkan bayi.

"Shaka," panggil Dhara lembut membuat Shaka menatapnya. Dhara tersenyum dan menyentuh wajah rupawan Shaka. "Kalau ada perempuan yang memberitahu ia hamil anakmu, apa yang akan kamu lakukan?"

"Aku akan mengusirnya," kata Shaka sambil mengecup kening Dhara. "Aku nggak menyentuh perempuan lain selain kamu, istriku."

Dhara tersenyum. "Kalau begitu, aku mau ganti pertanyaan. Kamu suka anak-anak?"

Shaka menatap Dhara sejenak dan menggeleng. "Aku nggak suka anak-anak. Mereka teror."

Dhara masih tersenyum. "Kamu nggak mau jadi orang tua?"

Shaka menarik Dhara dalam pelukannya, tidak menjawab. "Tidur, Sayang. Kamu kurang tidur beberapa hari ini."

Dhara menarik napas, melonggarkan pelukannya. Shaka mengerutkan kening.

"Kamu mau anak?" tanya Shaka lembut.

Dhara menggeleng. "Cuma membayangkan kalau kamu jadi Papa, kelihatannya mungkin menyenangkan."

"Kita bisa pikirin lagi soal itu nanti," kata Shaka sambil mengeratkan pelukannya. "Tidur, istriku."

Dhara menggumam, tidak menjawab dan tertidur. Ia tidak mengatakan apapun soal anak setelahnya.

Beberapa hari Dhara sedikit menghindari Shaka setiap kali ia mencoba mencumbunya. Dhara beralasan jika ia lelah. Shaka tidak memaksa walau ia tahu Dhara menyembunyikan hal lain. Hari-hari mereka masih berlalu seperti biasa. Shaka akan pergi bekerja, sementara Dhara akan mengunjungi Wulan untuk menemani kesehariannya di rumah baru yang Shaka berikan.

"Kamu nih, ke sini mulu kayak nggak punya suami aja!" omel Wulan.

Rambutnya masih menipis karena pengaruh obat, tetapi Wulan menutupinya dengan menggunakan rambut palsu. Kadang kalau malas, ia akan menggunakan topi rajut yang dibelikan oleh Dhara. Seringaian konyol tampil di wajah Dhara seraya ia mendudukkan diri di sofa Wulan. Tangannya bergerak mengelus perutnya secara refleks sambil mengamati Wulan.

"Tante sehat?" tanyanya membuat Wulan berdecih.

"Kamu tiap hari nanyain itu mulu! Padahal udah jelas-jelas ngejar kuda juga masih kuat!" jawab Wulan hiperbola membuat Dhara tertawa.

"Lebay!" protes Dhara.

Wulan berdecih, melirik perut Dhara yang masih rata. "Udah kasih tahu ke Shaka?"

Dhara tersenyum, menggeleng kecil. "Dia kayaknya nggak mau anak."

"Nggak mau anak gimana? Orang udah jadi juga! Tante jewer si Shaka nanti!" omel Wulan membuat Dhara tertawa.

Rented WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang